BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam
undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan
anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20
Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 14).
Pendidikan
anak usia dini (PAUD) sebagai “suatu wadah untuk menyiapkan generasi sejak
dini”. Namun dalam pelaksanaannya PAUD di Indonesia terkesan ekslusif dan baru
menjangkau sebagian kecil masyarakat (Direktorat
Pendidikan Anak Usia Dini, 2004: 33). Istilah PAUD sendiri belum banyak
dipahami masyarakat luas dan selama ini pemahaman umum tentang PAUD masih terbatas,
terutama mengenai pendekatan pembelajaran di lembaga PAUD itu sendiri.
Dewasa
ini, proses belajar mengajar di sekolah masih menggunakan paradigma lama, yaitu
didominasi oleh peran dan kegiatan guru, dimana guru yang lebih aktif dalam
mengajar daripada peserta didiknya. Peserta didik hanya mendengarkan penjelasan
yang guru sampaikan. Peserta didik cenderung tidak diajak untuk mengetahui dan
memahami peristiwa dan konsep mengenai materi yang kurang dikuasai oleh peserta
didik dan peserta didik pun lambat dalam memahami materi pembelajaran.
Dalam
kegiatan belajar mengajar sangat diperlukannya interaksi antara guru dan murid
yang memiliki tujuan Dalam interaksi ini, sangat perlu bagi guru untuk membuat
interaksi antara kedua belah pihak berjalan dengan menyenangkan dan tidak
membosankan. Hal ini selain agar mencapai target dari guru itu sendiri, siswa
juga menjadi menyenangkan dalam kegiatan belajar mengajar, serta lebih merasa
bersahabat dengan guru yang mengajar.
Sehingga
dalam mengajar diperlukan pendekatan dalam pembelajaran , pendidik harus
pandai menggunakan pendekatan secara arif dan bijaksana. Pandangan guru
terhadap anak didik akan menentukan sikap dan perbuatan. Menurut W. Gumo (dalam Siregar, 2010: 75), Pendekatan
pembelajaran adalah “suatu pandangan dalam mengupayakan cara siswa berinteraksi
dengan lingkungannya”.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Apa definisi dari pendekatan pembelajaran ?
2. Apa fungsi dari pendekatan dalam pembelajaran ?
3. Apa saja prinsip-prinsip pendekatan
pembelajaran ?
4. Apa saja tipe-tipe pendekatan pembelajaran ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1.
Untuk
mengetahui definisi dari pendekatan pembelajaran
2.
Untuk
mengetahui fungsi dari pendekatan dalam pembelajaran
3.
Untuk
mengetahui prinsip-prinsip pendekatan pembelajaran
4.
Untuk
mengetahui tipe-tipe pendekatan pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan
pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoretis tertentu.
Terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan
pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered
approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat
pada guru (teacher centered approach).
2.2 Fungsi Pendekatan dalam Pembelajaran
Fungsi pendekatan bagi
suatu pembelajaran adalah :
1) Sebagai pedoman umum
dalam menyusun langkah-langkah metode pembelajaran yang akan digunakan.
2) Memberikan
garis-garis
rujukan untuk perancangan pembelajaran.
3) Menilai
hasil-hasil
pembelajaran yang telah dicapai.
4) Mendiaknosis
masalah-masalahbelajar
yang timbul.
5) Menilai
hasil penelitian dan pengembangan yang telah dilaksanakan.
2.3 Prinsip-prinsip Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran pada pendidikan anak
usia dini hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Berorientasi
pada Kebutuhan Anak
Kegiatan pembelajaran pada anak dini harus
senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak Usia Dini adalah anak yang
sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua
aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis (intelektual, bahasa,
motorik, dan sosio emosional). Dengan demikian berbagai jenis kegiatan
pembelajaran hendaknya dilakukan melalui analisis kebutuhan yang disesuaikan
dengan berbagai aspek perkembangan dan kemampuan pada masing-masing anak.
2) Belajar
Sambil Bermain
Bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan
kegiatan pembelajaran pada anak usia dini. Upaya-upaya pendidikan yang diberikan
oleh pendidik hendaknya dilakukan dalam situasi yang menyenangkan. Menggunakan
strategi, metode, materi/bahasan media yang menarik, serta mudah diikuti oleh
anak. Melalui bermain anak untuk yang dekatnya, sehingga pembelajaran menjadi
bermakna.
3) Kreatif
dan Inovatif
Proses kreatif dan inovatif dapat dilakukan
oleh pendidik melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, membangkitkan rasa ingin
tahu anak, memotivasi anak untuk berfikir, dan menemukan hal-hal baru.
4) Lingkungan
Kondusif
Lingkungan harus diciptakan sedemikian menarik,
sehingga anak akan betah. Lingkungan fisik hendaknya memperhatikan keamanan dan
kenyamanan anak bermain. Penataan ruang harus senantiasa disesuaikan dengan
ruang gerak anak dalam bermain dan tidak menghalangi interaksi dengan pendidik atau
dengan temannya.
5) Tema
Jika pembelajaran yang dilakukan memanfaatkan
tema, maka pemilihan tema dalam kegiatan hendaknya dikembangkan dari hal-hal
yang paling dekat dengan anak, sederhana serta menarik minat anak. Penggunaan
tema dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan
jelas.
6) Mengembangkan
Keterampilan Hidup
Proses pembelajaran harus diarahkan untuk
mengembangkan keterampilan hidup. Pengembangan konsep keterampilan hidup
didasarkan pada 2 tujuan yaitu: Memiliki kemampuan untuk menolong diri sendiri
(self help), disiplin dan sosialisasi dan memiliki bekal keterampilan dasar dan
beranjak dari tema jenjang selanjutnya.
7) Menggunakan
Pembelajaran Terpadu
Kegiatan pembelajaran hendaknya dirancang
dengan menggunakan model pembelajaran terpadu dan beranjak dari tema yang
menarik minat anak (center of interest). Kegiatan pembelajaran disajikan secara
terintegrasi dalam suatu aktivitas yang dialkukan oleh anak.
2. 4 Tipe-tipe Pendekatan Pembelajaran
1)
Pendekatan High Scope
Pendekatan High Scope dikembangkan oleh David
Weikart. High Scope mulai digunakan tahun 1962. Studi ini menyebutkan bahwa
anak memiliki hubungan sosial dan emosional yang baik. Program ini melibatkan
anak sebagai pembelajar aktif yang memberikan kesempatan pada anak untuk
memilih sendiri aktivitas bermainnya.
High Scope memiliki komponen penting, yaitu:
a. Anak
sebagai pembelajar aktif yang menggunakan sebagian besar waktunya di dalam learning
center yang beragam.
b. Merencanakan-melakukan-mengulang
(plan-do-rewind)
Guru
membantu anak untuk memilih apa yang akan mereka lakukan setiap hari,
melaksanakan rencana mereka dan mengulang kembali yang telah mereka pelajari.
c. Pengalaman
kunci (key experience)
Pengalaman-pengalaman
penting anak dipakai untuk pembelajaran.
d. Penggunaan
catatan anekdot untuk mencatat kemajuan yang diperoleh anak.
Pendekatan
High/Scope memiliki 5 unsur yang mendukung pembelajaran aktif anak, yaitu:
a. Benda-benda yang dapat dieksplor anak.
b. Manipulasi benda-benda oleh anak.
c. Pilihan bagi anak tentang apa yang harus dilakukan anak.
d. Bahasa anak.
e. Dukungan dari dan oleh orang dewasa.
2)
Reggio Emilia Approach/REA
Pendekatan REA ini berkomitmen “menciptakan
kondisi pembelajaran yang akan mendorong dan memfasilitasi anak untuk membangun
kekuatan berpikirnya sendiri melalui penggabungan seluruh bahasa ekspresif,
komunikatif, dan kognitifnya” (Edward & Forman, 1993).
REA diciptakan oleh Loris
Malaguzzi dan para orang tua di daerah sekitar Reggio Emilia di Italia setelah
Perang Dunia II. Pada dasarnya REA menganggap anak-anak adalah pembelajar
kompeten sehingga model kurikulum yang dijalankan bisa diarahkan oleh anak-anak
itu sendiri. Kurikulum memiliki catatan proses dengan tujuan-tujuan tertentu,
tapi tidak memiliki batasan cakupan maupun urutan tertentu.
Guru mengikuti minat anak-anak dan tidak memberikan
instruksi-instruksi standar dan konvensional. REA sangat percaya bahwa
anak-anak belajar melalui interaksi dengan teman, orang tua, guru serta
interaksi dengan lingkungan tempat belajarnya. Dalam pendekatan Regio Emilia ini
peranan guru adalah sebagai berikut :
a.
Membangun pengetahuan dan pemahaman anak
b.
Menjadi seorang pendengar yang baik dan observer
c.
Mendokumentasikan hasil kerja anak dan mendiskusikannya
dengan guru – guru yang lain setiap minggu
d.
Menjadi partner bagi anak di dalam proses pembelajaran.
e.
Guru sebagai koordinator, konsultan pendidikan.
3)
Pendekatan Montessori
Pendekatan ini dikembangkan oleh Maria Motessori (1870 –
1957) awalnya pendekatan ini diperuntukkan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
Pendekatan ini bertujuan untuk mengoptimalkan seluruh kemampuan anak melalui
stimulasi yang dipersiapkan. Hal ini dilakukan karena pada dasarnya setiap anak
memiliki keunikan. Keunikan anak tersebut dapat disebutkan sebagai berikut :
a. Masa Peka (sensitive
period)
Terjadi pada anak ketika berusia 0 –
6 tahun. Pada masa ini eksplorasi sensori menciptakan pengetahuan melalui
pengalaman – pengalaman sensoris
b. Daya serap pikiran (absorbent
mind)
·
Anak belajar secara tidak sadar dari
lingkungannya
·
Anak sudah memiliki kemampuan, langkah dan irama
belajar sendiri – sendiri dalam dirinya.
·
Anak mampu mengembangkan konsentrasi, disiplin
diri, namun memerlukan lingkungan yang dapat mendukungnya.
·
Pada masa perkembangan awal, anak berkembang
melalui pengalaman sensori bukan karena imajinasinya.
Kelas yang terdiri dari bermacam usia membuat
anak dapat belajar dari kawan yang usianya lebih tua di samping dari gurunya
sendiri. Walaupun anak belajar
secara individual, tetapi ia tetap dilatih agar bisa mandiri. Lingkungan
dipersiapkan dengan materi yang telah terstruktur, misalnya:
a.
Materi sensorial
Anak berlatih untuk
memperluas dan memperhalus persepsi sensorinya. Materi yang digunakan adalah
alat-alat yang mengandung konsep tentang ukuran, bentuk, warna, suara, tekstur,
bau, berat ringan, dll.
b. Materi konseptual
Materi ini menggunakan
bahan-bahan konkret untuk melatih anak membaca, menulis, matematika dan
pengetahuan sosial.
c. Materi kehidupan praktis
Materi pembelajaran yang
diberikan banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya menyapu
lantai, mencuci piring, menyiram tanaman, mengancingkan baju, dll.
Pendekatan Montessori menggunakan bahan-bahan yang dapat
dimainkan anak, namun di dalam pendekatan ini tidak memberikan anak di bawah 6
tahun untuk berfantasi. Padahal jika anak bermain, maka salah satu unsur
bermain adalah berfantasi (berpura-pura). Dengan demikian di dalam pendekatan
ini anak tidak dapat bermain secara bebas, tetapi sangat terstruktur sehingga
imajinasinya tidak berkembang.
Pengaruh guru untuk memberikan mainan yang sudah terpola
dan berurutan secara ketat membatasi kreatifitas anak dalam mengeksplorasi
mainannya. Dengan anak belajar secara mandiri, maka kesempatan anak untuk
berinteraksi dengan teman sangat terbatas.
4)
Pendekatan Beyond Centre and Circle Time/BCCT
Pendidikan Anak Usia Dini dapat menggunakan
pembelajaran dengan pendekatan Beyond Centers and Circle Time (BCCT),
atau dalam bahasa Indonesia adalah Lebih Jauh Tentang Sentra dan Saat Lingkaran.
Kegiatan bermain sambil belajar pada sentra-sentra (sentra persiapan, peran
makro, mikro, balok, imtaq, seni, dan sentra bahan alam), dalam rangka
mengembangkan seluruh potensi kecerdasanan anak.
Anak dituntut aktif dan kreatif dalam kegiatan
sentra-sentra dan pendidik berperan sebagai motivator dan fasilitator memberi
pijakan-pijakan (scaffolding). Pijakan yang diberikan sebelum dan
sesudah anak yang bermain dalam setting duduk melingkar sehingga dikenal
sebagai saat lingkaran. Pijakan lainnya adalah pijakan lingkungan (penataan
lingkungan), dan pijakan pada setiap anak dilakukan selama anak bermain (Ditjen
Dikluspa, 2005).
Pendekatan ini dikembangkan oleh Creative
Pre School Florida Amerika Serikat dan mulai dikembangkan juga di
Indonesia. Metode ini merupakan pengembangan dari metode Montessori, High Scope
dan Reggio Emilio, yang menfokuskan kegiatan anak-anak di sentra-sentra,
sudut-sudut, atau area-area untuk mengoptimalkan seluruh kecerdasan anak.
Dalam
pembelajaran seling ini pembelajaran dilakukan melalui 3 jenis permainan yaitu
sebagai berikut :
a. Main Sensomotori
b. Man Peran
c. Main Pembangunan
Dalam pelaksanaan kegiatannya BCCT ini
dilaksanakan menggunakan 4 pijakan (shafolding) :
a. Pijakan Lingkungan
·
Menata lingkungan belajar
·
Menyiapkan kegiatan dalam sentra
·
Menyiapkan alat main yang akan digunakan
b. Pijakan sebelum main
·
Doa, salam, & menyapa anak satu persatu
·
Apresepsi materi
·
Membuat aturan main dalam sentra
c. Pijakan selama main
·
Memberi waktu main (45’ – 1 jam)
·
Membimbing anak menyelesaikan tugasnya
·
Memperluas bahasa dan gagasan dengan peranyaan terbuka
·
Mengamati & mendokumentasikan kemajuan anak.
d. Pijakan setelah main
·
Bersama anak membereskan alat main
·
Recalling
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendekatan pembelajaran
dapat berarti titik tolak atau sudut pandang terhadap proses
pembelajaran atau merupakan gambaran pola umum perbuatan guru dan peserta didik
di dalam perwujudan kegiatan pembelajaran, yang berusaha meningkatkan kemampuan-kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa dalam pengolahan pesan sehingga
tercapai sasaran belajar.
Dalam kegiatan belajar mengajar yang
berlangsung telah terjadi interaksi yang bertujuan. Guru dan anak didiklah yang
menggerakkannya. Ketika kegiatan belajar mengajar itu berproses, guru harus
dengan ikhlas dalam bersikap dan berbuat, serta mau memahami anak didiknya
dengan segala konsekuensinya. Hal ini akan mempengaruhi pendekatan yang guru
ambil dalam pengajaran. Pendekatan yang tepat maka akan berlangsung belajar
mengajar yang menyenangkan.
3.2
Saran
Dengan adanya makalah ini, penulis berharap
dapat menambah wawasan keilmuan dan menjadi referensi khususnya mengenai
pendekatan-pendekatan pembelajaran di TK/RA. Sehingga khususnya sebagai seorang
guru dapat merealisasikan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik anak didik dan kompetensi guru. Yang mana diharapkan dapat meningkatkan
hasil pembelajaran.
DAFTAR
PUSTAKA
C.
Gangguan berhitung (Diskalkulia)
Diskalkulia adalah gangguan belajar
yang berkaitan dengan kemampuan berhitung atau aritmatik. Anak-anak diskalkulia
kesulitan untuk menyelesaikan soal-soal matematika dan sulit menangkap konsep
dasar aritmatik.
Ciri-ciri anak diskalkulia adalah :
a.
Sulit menentukan arah ke kiri atau ke kanan
b.
Sulit membaca jam, menghitung uang kembalian atau uang yang
harus dibayarkan saat belanja. Dampaknya anak tersebut jadi takut melakukan
kegiatan apapun yang harus melibatkan uang
c.
Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah,
mengurangi, membagi, mengali, dan sulit memahami konsep hitungan angka atau
urutan
d.
Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu
dan arah. Si anak biasanya bingung saat ditanya jam berapa sekarang. Ia juga
tidak mampu membaca dan memahami peta atau petunjuk arah
e.
Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena
sulit memahami notasi, urutan nada, dan sebagainya
f.
Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga
karena bingung mengikuti aturan main yang berhubungan sistem skor
g.
Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =
h.
Sering salah membedakan angka 9 dengan 6, 17 dengan 71, 2
dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya
i.
Sulit membedakan bangun-bangun geometri (bangun ruang)
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setiap
organisme, baik manusia maupun hewan, pasti mengalami peristiwa perkembangan
selama hidupnya. Perkembangan ini meliputi seluruh bagian dengan keadaan yang
dimiliki oleh organisme tersebut, baik yang bersifat konkret maupun yang
bersifat abstrak. Jadi, arti peristiwa perkembangan itu khususnya perkembangan
manusia tidak hanya tertuju pada aspek psikologis saja, tetapi juga aspek
biologis.
Perkembangan merupakan serangkaian perubahan progresif yang terjadi
sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman dan terdiri atas
serangkaian perubahan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif ( E.B. Harlock
). Dimaksudkan bahwa perkembangan merupakan proses perubahan individu yang
terjadi dari kematangan (kemampuan seseorang sesuai usia normal) dan pengalaman
yang merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan sekitar yang
menyebabkan perubahan kualitatif dan kuantitatif ( dapat diukur) yang
menyebabkan perubahan pada diri individu tersebut.
Perkembangan anak berlangsung secara kontinum, tingkat perkembangan yang
dicapai pada suatu tahap diharapkan meningkat secara kuantitatif maupun
kualitatif pada tahap selanjutnya. Terdapat perbedaan individual dalam
perkembangan, karena terdapat pengaruh beberapa faktor internal maupun
eksternal sehingga setiap anak memiliki karakter yang unik meskipun tetap
berdasarkan atas pola perkembangan umum. Untuk mencapai tingkat perkembangan
yang optimal dibutuhkan keterlibatan orang dewasa untuk memberikan rangsangan
atau stimulasi. Diperlukan rangsangan yang bersifat holistik yang meliputi
pendidikan, psikososial, kesehatan, dan gizi yang diberikan secara konsisten
dan berulang.
3.2 Saran
Sebagai seorang pendidik, selain memberikan rangsangan
kepada peserta didik untuk mengembangkan keterampilan dan keilmuan anak didik,
kita juga sebaiknya memperhatikan tingkat atau tahapan-tahapan perkembangan
anak. Dari uraian di atas, maka penulis dalam
hal ini mengajukan beberapa saran antara lain.
Perlu adanya pengembangan yang lebih
optimal terhadap pendidikan anak usia dini, baik yang dilakukan oleh
pemerintah, keluarga maupun masyarakat. Masa prasekolah yang disebut dengan
masa keemasan perkembangan intelektual seharusnya dijadikan dasar bagi upaya
meningkatkan kemajuan pendidikan di Indonesia.