Fikih Lintas Agama Dikecam di Mana-mana
Teologi
Pluralis Keyakinan Kafir
Buku Fikih Lintas Agama (FLA) dikecam di mana-mana
karena isinya menyelisihi ajaran Islam, menyesatkan, bahkan menuju kepada
kepercayaan kemusyrikan yang sangat dilarang dalam Islam dan dosa paling besar.
Itu semua karena ajaran yang diusung tim
penulis Paramadina 9 orang itu adalah aqidah syirik, yaitu pluralisme agama,
menyamakan semua agama.
Aqidah yang merusak Islam dan diusung oleh kelompok
Paramadina pimpinan Nurcholish Madjid dengan sponsor The Asia Foundation
(yayasan orang kafir yang dananya dari Amerika) dalam buku Fikih Lintas
Agama itu telah dibantah oleh Majlis Mujahidin Indonesia (MMI) di UIN
(dahulu IAIN) Jakarta, 15 Januari 2004. Kemudian ungkapan-ungkapan wakil Tim
Paramdina dalam debat itu yang tampaknya tetap ngotot mempertahankan
penyelewengannya dibabat pula dalam buku berjudul Mengkritisi Debat Fikih
Lintas Agama karya Hartono Ahmad Jaiz. Borok-borok FLA dibeberkan, dan juga
kerusakan-kerusakan muatannya dan metodologinya.
Karena buku FLA terbitan Paramadina ini dipandang
membahayakan Islam, maka sorotan tajam terhadapnya digelar di mana-mana. Di
antaranya di Aula Al-Irsyad Solo Jawa Tengah dihadiri 1500-an orang, dengan
pembicara Ustadz Abdullah Manaf dan Hartono Ahmad Jaiz, Ahad 24 Maret 2004.
Malam harinya dilanjutkan di satu Masjid di Penumping Solo dihadiri 200-an
jama’ah. Di Bekasi masalah buku FLA ini disoroti tajam di Majlis Taklim
Al-Hikmah BJI, di Masjid Ummu Umar cabang Al-Huda Bogor. Di radio Dakta, dan di
Islamic Center Bekasi. Di Jakarta gugatan terhadap buku FlA keluaran Paramadina
itu digelar di Bina Ukhuwah Kelapa Gading dengan menghadirkan pembicara Ustadz
Agus Hasan Bashori dan Hartono Ahmad Jaiz, juga di Masjid RS Pertamina Pusat
Mayestik Blok M, dan di Pameran Buku Islam Nasional di Balai Sidang/ JCC
Senayan dengan membedah buku Mengkritisi
Debat Fikih Lintas Agama, menghadirkan pembicara Fauzan Al-Anshari dari MMI dan
Hartono.
Dalam bedah buku bantahan terhadap FLA berjudul Mengkritisi
Debat Fikih Lintas Agama karya Hartono Ahmad Jaiz di Pameran Buku Islam
Nasional di Senayan, juga di berbagai tempat tersebut dikemukakan
plintiran-plintiran tim Paramadina dalam buku FLA-nya. Hingga buku FLA terbitan
Paramadina itu terkuak belang ketidak jujurannya serta penyesatannya.
Tidak ilmiah
Di samping itu, buku FLA Paramadina ini sangat tidak
ilmiah, memalukan, dan menghina serta melecehkan sahabat Nabi saw terutama Abu
Hurairah ra (FLA hal 70), dan juga ulama terutama Imam Syafi’I, serta
memutarbalikkan pernyataan Imam Ibnu Taimiyyah.
Ustadz Abdullah Manaf di Solo menegaskan, buku FLA itu sangat
jauh dari metodologi ilmiah, apalagi dalam hal manhaj/ metodologi memahami
Islam dan dalam beristinbath (menyimpulkan hukum).
Bayangkan, untuk membolehkan hadir di upacara-upacara hari
besar orang kafir, dalam buku FLA halaman 85 itu landasannya di antaranya
adalah hadirnya Yasser Arafat bersama isterinya Suha, di acara misa tengah
malam di Gereja Saint Catherine di Bethlehem, dan menghadiri Perayaan Malam
Natal di Gereja Kelahiran Kristus di kota yang sama, setelah menghadiri dan
mengikuti acara tarawih di masjid dekat gereja itu. (FLA hal 85).
Lalu di halaman 86 dikemukakan, Ketua MPR RI Amien Rais
menghadiri perayaan Natal di Gereja
Sentrum Tondano, ibukota Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, pada
Selasa, 19 Desember 2000.
Komentar Ustadz Abdullah Manaf, fatwa MUI (Majelis Ulama
Indonesia) dan juga Imam Ibnu Taimiyah dalam Kitab Iqtidho’ush Shirothil
Mustaqiem Limukholafati Ashabil Jahim mendasari larangan menghadiri upacara
hari besar orang kafir itu pakai ayat, di antaranya ayat:
Walladziina laa yasyhaduunaz zuur
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu.”
(QS Al-Furqon: 72).
Azzuur di situ para tabi’in mengartikan hari-hari
besar orang musyrikin atau kafir. Jadi tidak menghadiri upacara perayaan orang
kafir.
Untuk mengharamkan hadir di perayaan orang kafir dengan
memakai ayat seperti itu, itulah cara yang ditempuh oleh ulama, dan sesuai
dengan keilmuan Islam. Tetapi kalau model Nurcholish Madjid cs dalam tim 9
orang dari Paramdina di buku FLA ini, untuk membolehkan hadir di perayaan orang
kafir kok landasannya Yasser Arafat dan ketua MPR, ini ilmiahnya di mana? Kalau
Islam dibangun di atas pelanggaran-pelanggaran orang, maka hak Allah itu di
mana? Tandas Abdullah Manaf.
Kecerobohan dan pemutarbalikan yang semena-mena memang
tampak jelas di buku FLA. Hartono Ahmad Jaiz mencontohkan, buku FLA halaman
167: “Dan logikanya, bila Islam menghargai agama lain dan mempersilahkan
pernikahan dengan agama lain, maka secara otomatis waris beda agama
diperbolehkan.”
Ungkapan FLA itu mengandung pemlintiran dan bahkan logika
talbisul haq bil batil (mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan).
Kata-kata “mempersilahkan pernikahan dengan agama lain” itu
jelas bikin-bikinan Tim Paramadina. Karena di dalam Islam justru dilarang
menikah dengan orang kafir (lihat Qs Al-Mumtahanah/ 60: 10), yang cakupan orang
kafir itu adalah Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) dan musyrikin (lihat QS
Al-Bayyinah: 6). Juga ditegaskan larangan nikah dengan musyrikat dan musyrikin
(lihat QS Al-Baqarah/ 2: 221). Kemudian hanya ada pengecualian berupa muhshonat
(wanita baik-baik yang menjaga diri dan kehormatannya) dari Ahli Kitab (lihat
QS Al-Maaidah/5:5).
Sekarang budaya orang Yahudi dan Nasrani bisa dilihat
terutama di Barat, bagaimana mereka dalam hal frre love bahkan free seks
(kebebasan berzina) sudah terkenal di dunia ini. Apakah mereka masih tergolong
muhshonaat, masih perlu diperbincangkan. Tahu-tahu FLA membuat kalimat liar:
“Islam menghargai agama lain dan mempersilahkan pernikahan dengan agama lain”.
Kalimat liar Paramadina itu sangat menyimpangkan ayat dari makna dan kenyataan.
Memperkosa Ayat dan Hukum Islam
Setelah “mereka memperkosa” ayat, lalu belum puas, maka
“memperkosa” hukum waris Islam, mereka katakan, “maka secara otomatis waris
beda agama diperbolehkan.”. Pertanyaan kepada mereka: Bukankah hukum pernikahan
itu ada sendiri di dalam Islam, sedang hukum waris juga ada sendiri dengan
dalil-dalil masing-masing? Kalau main logika “boleh dinikahi maka otomatis
boleh mendapatkan waris” seperti itu, maka kita tanyakan kepada mereka:
Bolehkah kamu menikahi ibumu?
Tentu jawabnya, tidak boleh.
Bolehkah kamu menikahi anak perempuanmu?
Pasti jawabnya, tidak boleh.
Kalau cara berfikir model Paramadina, maka jadinya: Karena
ibu dan anak perempuan tidak boleh dinikahi, maka otomatis ibu dan anak
perempuan tidak boleh mendapatkan waris.
Logika Paramadina cukup dibalikkan kepada mereka. Biar
mereka makan itu logika amburadulnya, karena justru anak dan ibu itu adalah
pihak yang mendapatkan waris. Maka jelas sesatlah buku FLA yang ditulis 9 orang
dari Paramadina itu.
Dalam menjajakan kesesatan, mereka main babat semaunya
begitu saja. Contohnya, mereka menulis:
“Sedangkan hadis yang melarang waris beda agama harus
dibaca dalam semangat zamannya, yang mana terdapat hubungan kurang sehat dengan
agama lain (kafir). Maka bila hubungan Muslim dengan non-Muslim dalam keadaan
normal dan kondusif, secara otomatis matan hadits tersebut tidak bisa
digunakan.” (FLA, hal 167).
Hadits yang dimaksud adalah hadits shohih, bahkan muttafaq
‘alaih, diriwayatkan secara sepakat oleh imam hadits terkemuka, Al-Bukhari dan
Muslim:
943. Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid r.a katanya:
Nabi s.a.w bersabda: “Orang Islam tidak boleh mewaris harta orang kafir dan
orang kafir tidak boleh mewaris harta orang Islam.” (Muttafaq ‘alaih).
Pertanyaan yang perlu diajukan kepada Tim Paramadina
penulis buku FLA: Apakah label kafir itu berubah jadi label muslim bila masanya
normal dan kondusif? Apakah otomatis orang kafir jadi muslim bila keadaannya
normal dan kondusif?
Semangat zaman tidak menjadi sebab apa-apa dalam hal
kekafiran orang maupun kemusliman. Karena hadits itu hanya bicara wujud
orangnya, kafir atau muslim. Tidak ada hubungan antara kekafiran orang dengan
semangat zaman. Di zaman normal dan kondusif pun orang yang kafir tetap disebut
kafir, tidak lantas disebut sebagai muslim.
Yang paling parah dari FLA ini adalah aqidahnya, yaitu
aqidah pluralisme agama. Di sana ditulis: “Teologi pluralis tentang
agama-agama, yang sering disebut pluralisme, memandang bahwa semua agama,
meskipun dengan jalan masing-masing yang berbeda, menuju satu tujuan yang sama:
Yang Absolut, Yang Terakhir, Yang Riil.” (FLA, hal 65).
Dalam dialog terbuka di Pameran Buku Islam Nasional di
Senayan Jakarta, karena ada peserta yang menganggap bahwa mendebat faham lain
seperti itu tidak perlu, maka Hartono Ahmad Jaiz mengemukakan jawaban-jawaban.
Di antaranya, justru Allah SWT telah membantah aqidah orang Nasrani dengan
menurunkan ayat dari awal Surat Ali Imran sampai hampir ayat ke-90. Sedangkan
Nurcholish Madjid cs dengan aqidah pluralisme agama berlandaskan tuduhan
terhadap QS Al-Baqarah 62 itu adalah melanjutkan tuduhan orang Nasrani yang
menganggap Al-Qur’an menyamakan agama-agama. Dan tuduhan Nasrani itu telah
dibantah 700 tahun yang lalu oleh Imam Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Daqoiqut
Tafsir juz 2 halaman 70. Namun kini faham Nasrani itu justru diusung oleh
Nurcholish Madjid cs dengan nama pluralisme agama dan sering memlintir ungkapan
Ibnu Taimiyyah.
Teologi pluralisme itu kafir
Terhadap aqidah pluralisme agama itu, Hartono membacakan
petikan fatwa Lajnah Daimah, yang juga terdapat dalam lampiran disertasi Dr
Ahmad Al-Qadhi yang berjudul Da’watut Taqriib bainal Adyan 4 jilid, terbitan
Darul Jauzi, Damam Saudi Arabia, 1422H. Inti fatwa Lajnah Daimah itu:
“Dan di antara Ushulil Islam (prinsip-prinsip Islam)
bahwa wajib yakin kekafiran setiap orang yang tidak masuk Islam, yaitu Yahudi,
Nasrani dan lainnya, dan menamakannya kafir, dia adalah musuh bagi Allah,
Rasul-Nya, dan orang-orang Mukmin, dan dia termasuk ahli (penghuni tetap)
neraka. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala:
“Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik
(mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang
kepada mereka bukti yang nyata.” (QS Al-Bayyinah: 1).
Dan firman-Nya:
“Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan
orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya.
Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS Al-Bayyinah: 6).
Dan ayat-ayat lainnya.
Dalam Kitab Shahih Muslim ada riwayat yang shahih dari Nabi
saw:
‘An Abii Hurairota ‘an Rasuulillahi saw annahu qoola:
“Walladzii nafsu Muhammadin biyadihi, laa yasma’u bii ahadun min haadzihil
Ummati Yahuudiyyun walaa nashrooniyyun tsumma yamuutu walam yu’min billadzii
ursiltu bihii illaa kaana min ash-haabin naari.” (Muslim).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah
dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda: “Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di
tanganNya, tidaklah seseorang dari Ummat ini yang mendengar (agama)ku, baik dia
itu seorang Yahudi maupun Nasrani, kemudian dia mati dan belum beriman dengan
apa (Islam) yang aku diutus dengannya, kecuali dia termasuk penghuni
neraka.” (Hadits Riwayat Muslim bab
Wujubul Iimaan birisaalati nabiyyinaa saw ilaa jamii’in naasi wa naskhul milal bimillatihi, wajibnya
beriman kepada risalah nabi kita saw bagi seluruh manusia dan penghapusan
agama-agama dengan agama beliau).
Oleh karena itu pula barangsiapa tidak mengkafirkan Yahudi
dan Nasrani maka dia kafir. Sebagai konsekuensi kaidah syariat:
Barangsiapa tidak mengkafirkan orang kafir maka ia kafir
(man lam yukaffir al-kafir fahuwa kafir).
Berdasarkan kaidah-kaidah dasar aqidah Islamiyah tersebut
dan berdasarkan hakikat syariat di atas maka propaganda penyatuan agama
(Wihdatul adyan, pluralisme agama) dan menampilkannya dalam satu kesatuan
adalah propaganda dan makar yang sangat busuk. Misi propaganda itu adalah
mencampur adukkan yang hak dengan yang batil, merubuhkan Islam dan
menghancurkan pilar-pilarnya serta menyeret pemeluknya kepada kemurtadan.
Dalilnya adalah firman Allah:
Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka
(dapat)mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka
sanggup. (Al-Baqarah: 217)
Dan firman Allah:
Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka
telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). (An-Nisa: 89) [1]
Dalam pembahasan tentang buku Fikih Lintas Agama karya Tim
Paramadina, Ustadz Abdullah Manaf di Solo mengingatkan sejarah, ada tokoh
namanya Ja’d bin Dirham guru Jahm bin Shofwan pemimpin aliran Jahmiyah. Ja’d
bin Dirham itu percaya Qur’an, percaya Hadits, hanya saja tidak percaya bahwa
Nabi Ibrahim itu khalilullah (kekasih Allah) dan Nabi Musa itu Kalimullah
(orang yang pernah diajak bicara Allah). Karena tidak percaya itulah maka
kemudian Gubernur Kholid bin Abdullah Al-Qasri
berkhutbah di Wasith (wilayah Iraq) pada Hari Raya Adha, dia (Gubernur)
berkata: “Pulanglah kamu sekalian lalu sembelihlah qurban semoga Allah menerima
qurban-qurban kalian. Maka sesungguhnya aku akan menyembelih Ja’d bin Dirham,
karena dia menyangka bahwa Allah tidak berbicara kepada Musa dan tidak
menjadikan Ibrahim itu khalil (kekasih). Maha Tinggi Allah dari apa yang
dikatakan Ja’d yang menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar.” Kemudian
Gubernur Kholid turun (dari mimbar) dan menyembelih Ja’d bin Dirham. [2]
Demikianlah pembahasan tentang buku Fikih Lintas
Agama dan borok-borok kesesatan buku tulisan Tim Paramadina itu telah dibongkar
di mana-mana, karena meresahkan umat Islam dan membahayakan. Maka ketika
dedengkotnya, Nurcholish Madjid, justru diundang dan hadir dalam kampanye PKS
(Partai Keadilan Sejahtera), partai yang berasaskan Islam, di Senayan Jakarta,
Selasa 30 Maret 2004, maka menjadi bahan
pembahasan bagi sebagian pengamat.
Adian Husaini:
“Saya terbengong-bengong membaca buku Fikih
Lintas Agama. Aqidah dan Syariat Islam dimanipulasi dan diacak-acak
habis-habisan tanpa dasar ilmiah yang memadai.”
Komentar Adian Husaini penulis buku Islam
Liberal dalam menanggapi sebuah artikel di sebuah Koran terbitan Jakarta
yang menyebut Nurcholish Madjid ada di kampanye PKS putaran terakhir. Komentar
Adian itu disalurkan lewat insistnet@yahoogroups.com sebagai berikut:
Ya, setuju. Analisis Furqon (Koran Media
Indonesia, Kamis, 15 April 2004, OPINI, Partai Keadilan Sejahtera dan
Rasionalitas Islam Politik, Oleh Aay
Muhammad Furkon, Peneliti Politik The Amien Rais Center) cukup cermat.
Saya hanya ingin komentar terhadap
paragraf ini:
“Di saat kampanye putaran terakhir, PKS
bisa menerima Nurcholish Madjid (Cak Nur) sebagai juru kampanye tamu, padahal
pemikiran Cak Nur belum bisa diterima oleh sebagian para pendukung PKS.”
Apa yang dimaksud dengan pemikiran Cak
Nur?
Tentulah banyak sekali. Tetapi, yang
menonjol dan penting untuk dicermati adalah dalam soal teologi (inklusif dan
pluralis) dan sekularisme. Bisa dibaca sejumlah buku untuk memahami pemikiran
Cak Nur itu, seperti Teologi Inlusif Cak Nur, karya Sukidi. Teologi Pluralisnya
Budhi M. Rahman, juga yang terakhir Fiqih Lintas Agama terbitan Paramadina dan
The Asia Foundation (penulis: Cak Nur dkk.).
Kritik-kritik terhadap hal itu, sudah saya
tulis dalam buku Islam Liberal, juga buku Adnin: Pengaruh Kristen-Orientalis
terhadap Islam Liberal, juga buku
Daud Rasyid. Saya terbengong-bengong
membaca buku Fiqih Lintas Agama. Aqidah dan Syariah Islam dimanipulasi dan
diacak-acak habis-habisan tanpa dasar ilmiah yang memadai. Ditulis dalam buku
ini, misalnya: juga karena Imam Syafi’ilah pemikiran-pemikiran fiqih tidak
berkembang selama kurang lebih dua belas abad. (hal 5). Ajaran semua agama
adalah kepasrahan pada Tuhan. (hal. 33). Konsep ini sebenarnya jiplakan dari
ide Wilfred Cantwell Smith, bisa dilihat dalam bukunya The Meaning and End
of Religion. Tetapi, nama Smith sama sekali tidak disebut dalam buku ini.
Sama dengan konsep Sekularisasi Cak Nur yang dibuktikan oleh Adnin menjiplak
ide Harvey Cox. Juga disebutkan dalam
buku ini: Segi persamaan yang sangat asasi antara semua kitab suci adalah
ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa. (hal. 55).
Kita dapat bertanya pada penulis buku ini
(Cak Nur dkk): Kitab suci yang mana yang disebutkan itu? Apakah konsep
trinitas, trimurti, tuhannya kitab Gatholoco atau Darmo Gandhul, dan ratusan
konsep ketuhanan dalam berbagai kitab suci lainnya adalah sama dengan konsep
Tauhid Islam?
Buku Fiqh Lintas Agama juga banyak
memuat hal yang manipulatif. Misalnya tentang Ibnu Taymiyah. Ini sudah lama
ditulis Cak Nur, dan Saya sudah mengecek hal ini pada sejumlah literatur yang
digunakan Cak Nur, tetapi tidak tepat dan tidak lengkap memahaminya. (lihat bab
2 buku Islam Liberal). Dalam buku
Teologi Inklusif Cak Nur (2001), Sukidi menulis: "Bangunan epistemologis
teologi inklusif Cak Nur diawali dengan tafsiran al-islam sebagai sikap pasrah ke hadirat Tuhan. Kepasrahan ini, kata
Cak Nur, menjadi karakteristik pokok semua agama yang benar.
Inilah world view Al Quran, bahwa semua
agama yang benar adalah al-islam, yakni
sikap berserah diri kehadirat Tuhan (QS 29:46).
Sayangnya, sudah begitu banyak yang
mengritik, tetapi Cak Nur menganggap sebagai angin lalu. Sebagai contoh, berikut ini kritik dari
tokoh-tokoh PKS:
Dr. Daud Rasyid, tokoh PKS, menilai karya
Harun Nasution berjudul Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya penuh dengan
kerancuan berpikir, akan tetapi justru dijadikan buku wajib bagi mahasiswa
IAIN. Kebebasan berpikir yang ditanamkan oleh Harun ini sangat paralel dengan
gaya orientalis Barat dalam meracuni otak-otak sarjana muslim yang belajar
Islam kepada mereka, kata Daud Rasyid. Tetapi, menurut
Daud, penerus Harun
kemudian adalah Nurcholish Madjid. Hanya saja, katanya, sihir Nurcholish lebih
canggih dan lebih memukau daripada Harun. (Daud Rasyid, Pembaruan Islam dan
Orientalisme dalam Sorotan, 1993:11-12).
Sebuah buku berjudul Anatomi Budak
Kuffar dalam Perspektif Al Quran, terbitan Al Ghirah Press, pernah menjadi
bacaan favorit di kalangan kader-kader PKS.
Disebutkan dalam buku ini, bahwa ceramah Nurcholish di TIM pada
tanggal 21 Oktober 1992 adalah merupakan puncak gagasan Nurcholish Madjid dalam
upaya menyeret manusia ke dalam comberan atheisme baru yang intinya menggusur
syariah, bahkan menuduhnya sebagai simbolisme yang mengarah pada berhalaisme.
Gagasan Nurcholish yang mendapat sambutan gegap gempita di Indonesia, merupakan prestasi puncak dari seorang anak
didik orientalis dalam menyesatkan orang Islam. Puncak gagasan ini sangat
paralel dengan sikap iblis, cendekiawan syetan dari jenis jin. Dan sikap iblis
ini kemudian diwujudkan secara utuh oleh kamerad-kamerad syetan dari jenis
manusia yang tergabung dalam Kelompok Pembaruan yang mengorganisir aktivitasnya
dalam satu wadah yang disebut Paramadina, yang gerakannya kemudian dikenal
dengan Gerakan Pembaruan Keagamaan. (hal: 62-63).
Hingga kini, Cak Nur tidak pernah merevisi
pendapatnya. Jadi, tuan-tuan dan puan-puan, begitulah adanya soal pemikiran Cak
Nur itu. Apa benar hanya sebagian para pendukung PKS yang tidak setuju dengan pemikiran Cak
Nur? Adakah tokoh PKS yang setuju dengan
pikiran macam tu?
(Veritas clara est sed pauci possunt
videre. Nurcholishus diu tantum falsus facebat. vera dicere. m_ correge si falsus sum!
Sorry, mau ujian bhs Latin jadi latihan sekalian. Vobis gratias ago. Wallahu
a’lam).[3]
footnote
[1] Fatwa Lajnah Daimah
lilbuhutsil Ilmiyah wal Ifta’, nomor 19402, tanggal 25/1/1418 H, Lampiran Kitab
Da’watu Al-Taqrib bainal Adyan, Dr. Ahmad bin Abdul Rahman bin Utsman Al-Qadhi, Daru
Ibnul Jauzi, Damam Saudi Arabia, cetakan 1, 1422 H, juz 4, halaman 1663.
[2] Ash-Shawa’iqul Mursalah,
juz 4, halaman 1396.
[3]
("adian
husaini", insistnet@yahoogroups.com,:Fri, 16 Apr 2004 15:05:42 -0700 (PDT)
Subject:Re: [INSIST] Numpang lewat-Cak Nur-PKS).