Makalah Pemanasan Global

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kenaikan muka air laut efek dari pemanasan global (global warming) merupakan salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi dalam masalah lingkungan hidup untuk jangka panjang. Untuk membedakan kenaikan muka air laut akibat pasang atau pemanasan global, beberapa ahli tetap memakai istilah sea level rise untuk menggambarkan akibat kedua. Beberapa issue menyebutkan bahwa telah terjadi kenaikan yang cukup signifikan pada muka air laut.
Studi dampak kenaikan muka air laut (selanjutnya disebut dakmal) merupakan tema penting untuk mengetahui sejauh mana dampak tersebut berpengaruh terutama di kota-kota yang berbatasan langsung dengan laut atau kota lain yang tidak langsung berhubungan dengan laut, seperti kawasan sepanjang sungai.
Seperti yang telah ditentukan dalam tim bahwa asumsi dasar yang digunakan sebagai acuan penelitian adalah kenaikan muka air laut setinggi satu meter. Meskipun waktu kejadiannya belum dapat diperkirakan dengan pasti, tapi sangat penting untuk mengetahui dampak apa yang mungkin terjadi sepanjang umur rencana suatu proyek pembangunan. Perhitungan semua resiko yang akan terjadi direfleksikan dengan memperhitungan semua fasilitas eksisting di kawasan pesisir. Studi ini juga menjadi penting bagi pemerintah daerah bila menyadari semua kemungkinan kerusakan yang akan ditimbulkan akan menata kawasan dan kegiatan perkotaannya menjadi lebih “ramah” terhadap lingkungan.
Derajat kerusakan yang ditimbulkan pada setiap kota mungkin akan berlainan tergantung pada daya dukung kawasan atau kapasitas dari ekosistem pesisir dan lautan. Perbedaan ini selain disebabkan karena kondisi agroekologis antar pulau yang berbeda sehingga peluang pemanfatan kawasan pesisir berlainan, juga karena kebijakan dan kosentrasi pelaksanaan pembangunan di setiap kawasan sangat beragam.
Surabaya sebagai kota yang terletak di tepi pantai dimana eksploitasi kawasan pesisir dilakukan besar-besaran dapat menimbulkan tingkat kerusakan berganda. Pemikiran ini diambil berdasarkan pertimbangan bahwa perusakan ekosistem pesisir akan memperburuk daya dukung kawasan pesisir yang secara alami sudah sangat rentan terhadap kerusakan akibat perubahan lingkungan dan bencana alam.

 1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari studi dampak kenaikan muka air laut pada kota-kota pantai adalah untuk melakukan investigasi lapangan untuk memperjelas adanya dampak yang telah terjadi dan memperkirakan kemungkinan dampak di masa mendatang sebagai akibat meningkatnya muka air laut pada kawasan perkotaan di pinggir pantai.
Tujuan dari studi ini dilakukan untuk membentuk pusat basis data yang berguna dalam mengidentifikasi kerugian dan permasalahan aspek fisik dan sosial pada kawasan permukiman perkotaan akibat kenaikan muka air laut.

1.3 Lingkup aktivitas
Sesuai dengan maksud dari studi ini maka aktivitas yang dilakukan adalah
(1)   mengindentifikasi semua permasalahan yang akan terjadi pada aspek fisik dan sosial pada kawasan studi apabila sea level rise terjadi
(2)   identifikasi tipologi kawasan perkotaan yang meliputi peta penggunaan lahan
(3)   identifikasi kondisi geomorfologi melalui pemetaan atau foto udara jika ada
(4)   evaluasi aset dan kerusakan-kerusakan pada suatu bangunan dengan mengidentifikasi jenis kerusakan-kerusakan yang pernah terjadi akibat terjadinya genangan air
(5)   peta kontur untuk memetakan ketinggian lahan terhadp permukaan laut

1.4 Metodologi
1.4.1 Metodologi teoritis
Metodologi pendekatan di dalam studi dakmal terhadap kawasan kota Surabaya secara umum dan teoritis dapat dijabarkan sebagai berikut:
1)     Studi Literatur
Studi ini dilakukan untuk memahami keterkaitan antara dakmal terhadap semua kegiatan perkotaan di kawasan pesisir. Keterkaitan tersebut meliputi aspek pemahaman terhadap kondisi eksisting kawasan pesisir, baik kondisi lingkungan, kondisi fisik seperti penggunaan lahan, fasilitas sosial dan umum, fasilitas penunjang kehidupan (lifeline) seperti jaringan listrik, jaringan jalan, jaringan telekomunikasi, dsb. Di samping itu studi literatur juga dilakukan untuk mengkaji studi-studi yang telah dilakukan pad masa lalu yang materinya berkaitan dengan kawasan pesisir. Beberapa studi maupun hasil perencanaan pembangunan yang perlu dikaji antara lain;
(a)   Perencanaan pengaruh kegiatan daratan terhadap kawasan pesisir dan lautan di Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya
(b)   Studi potensi kawasan pesisir di Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya
(c)   Penyusunan Masterplan Drainage di Kota Surabaya
  
2)     Investarisasi Data
Dalam proses investarisasi data, beberapa jenis data yang dikumpulkan ada yang terkait dengan proses deskripsi/pemaparan kondisi kegiatan perkotaan yang ada di darat dan ada pula yang terkait dengan proses analisis studi. Data-data tersebut antara lain adalah
(a)   data lapangan
·        adaptasi fisik dan non fisik masyarakat setempat dalam menangani masalah naiknya muka air laut
·        kualitas dan kuantitas semua fasilitas yang rentan terhadap dakmal
·        identifikasi tipologi bangunan
·        daftar jenis dan tingkat masalah maupun kerusakan akibat kenaikan muka air laut
·        korelasi antara peningkatan muka air laut terhadap kehilangan aset
(b)   data instasional
·        penggunaan lahan (luas dan penyebaran)
·        kependudukan
·        geomorfologi
·        batas administrasi unit analisa
·        topografi
Selain itu dalam invetarisasi data juga dilakukan wawancara dengan tokoh utama masyarakat ataupun yang mewakili untuk menggambarkan kondisi lingkungan yang terjadi di lapangan dengan unit anilisa yang lebih kecil yaitu satu RT (Rukun Tetangga). Metoda ini dilakukan walaupun tidak terkait langsung dengan Dakmal tetapi adapatasi masyarakat setempat terhadap suatu bencana dan tingkat kerusakan yang pernah terjadi dapat menjadi gambaran dasar tentang adanya fenomewa kenaikan muka air laut.

3)     Analisa data
Proses analisa menggunakan metoda korelasi untuk memperkirakan bagaimana kenaikan muka air laut berdampak terhadap kegiatan perkotaan di wilayah daratan. Beberapa variabel yang digunakan untuk mengaplikasikan metoda korelasi antara lain:
(i)      variabel penggunaan lahan
(ii)     variabel kependudukan
(iii)    variabel lingkungan dengan melihat kualitas air tanah maupun air permukaan dan kondisi salinitasnya
(iv)    variabel non-fisik seperti kondisi sosial ekonomi, kesehatan lingkungan dan adaptasi masyarakat
Korelasi antara variabel-variabel di atas digunakan untuk menggambarkan kondisi eksisting dari suatu unit analisa.

 1.4.2 Metodologi Teknis- Aplikatif
Metodologi teknis-aplikatif lebih terkait dengan cara-cara dan prosedur yang lebih terperinci dan detail dalam menggambarkan kondisi eksisting dari suatu kawasan unit analisa. Adapun metodologi yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan data-data sekunder. Meskipun analisa yang dilakukan kurang mewakili kondisi eksisting karena terkait langsung dengan kelengkapan data dan studi-studi yang ada serta keterbatasan waktu survey, tetapi gambaran awal mengenai semua dakmal akan menjadi jelas.
a.     Pembuatan peta dari unit analisa. Pembuatan peta unit analisa dilakukan melalui proses inventarisasi terhadap dokumen-dokumen dan peta yang ada, baik peta geologi, topografi dan peta-peta dasar lainnya.
b.    Penggambaran peta penggunaan lahan. Data dari berbagai sumber yang ada digambarkan peta penggunaan lahan eksisting pda kawasan studi.
c.     Pembatasan wilayah studi. Wilayah pengaruh dakmal dalam jangka panjang kemungkinan bisa mencakup seluruh areal kota. Tetapi pembatasan wilayah dalam unit analisa perlu dilakukan agar penjabaran masalah dakmal dapat teridentifikasi lebih detail.

 2. GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI
2.1 Gambaran umum Kota Surabaya
Kotamadaya Daerah Tingkat II Surabaya merupakan ibukota propinsi Jawa Timur yang terletak di tepi pantai antara pulau Jawa, yang merupakan bagian dari daerah Otonom Tingkat I Jawa Timur. Secara administratif batas wilayah Kotamdaya Daerah Tingkat II Surabaya adalah:
·         sebelah utara           : Selat Madura dan Kabupaten Bangkalan
·         sebelah timur           : Selat Madura
·         sebelah selatan       : Kabupaten Sidoarjo
·         sebelah barat          : Kabupaten Gresik
Daerah ini secara astronomis berada di Garis Lintang Selatan dan Bujur Timur antara 7°12’ s.d 7°21’ lintang Selatan dan 112°36’ s.d 127°54’ Bujur Timur.
Wilayah kotamadya Surabaya sebagian besar merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 3-6 meter di atas permukaan laut. Adapun daerah perbukitan ada di bagian barat daya kota yaitu di Bukit Lidah dan Bukit Gayungan dengan ketinggian 25 – 50 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah Kotamadya daerah Tingkat II Surabaya adalah 32.639 Ha yang terbagi dalam lima wilayah pembatu walikota, 28 wilayah kecamatan dan 163 desa/kelurahan
  
Dengan melihat kondisi topografis di Surabaya maka dakmal di kota Surabaya secara langsung akan berpengaruh pada wilayah dataran rendah yang berada di kawasan pesisir. Oleh sebab itu batasan wilayah yang akan diuraikan lebih lanjut lebih difokuskan pada daerah-daerah yang terletak di kawasan pesisir. Batasan fisik kawasan pesisir sebagai unit analisa disesuai dengan definisi kawasan pesisir yang digunakan dalam studi oleh Pemda Surabaya. Pengertian wilayah pesisir diberikan batasan sebagai suatu daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut, perembesan air laut ayng dicirikan oleh vegetasinya yang khas.
Berdasarkan definisi tersebut batasan pesisir yang digunakan oleh Pemda Surabaya terletak di antara batas barat Kotamadya Surabaya sampai batas kawasan Pelabuhan Tanjung perak dan kawasan sebelah timur sampai dengan batas dengan Kabupaten Sidoarjo. Kawasan pesisir ini meliputi 9 kecamatan dan 17 kelurahan.


Kecamatan
Kelurahan
Benowo
Romo Kalisari dan Tambak Oso Wilangun
Asemrowo
Tambak Langen, Greges dan Kalianget
Krembangan
Morokrembangan dan Peak Barat
Semampir
Ujung
Pabean Cantikan
Perak Utara dan Perak Timur
Sukolilo
Keputih
Mulyorejo
Dukuh Sutorejo, Kalisari dan Kejawen Putih Tambak
Rungkut
Medokan Ayu dan Wonorejo
Gunung Anyar
Gunung Anyar Tambak

2.2 Penggunaan tanah
Di Kotamdaya Surabaya belum semua penggunaan tanahnya bersifat urban. Masih banyak dijumpai penggunaan tanah yang bersifat rural yaitu dengan jenis penggunaan tanah untuk sawah, tegalan, tambak atau hutan pantai. Jenis penggunaan tanah ini banyak dijumpai di daerah pinggiran kota Surabaya yaitu bagian barat, barat daya dan timur kota.
Ditinjau secara keseluruhan sebagain besar penggunaan tanah untuk perumahan yaitu seluas 12.474,42 Ha atau 38,89%, sedangkan peruntukkan laun yaitu 20,02% untuk sawah, 19,98% untuk tambak dan sisanya diperuntukkan untuk kebutuhan lain seperti industr, gudang, tegalan dan sebagainya.
Jika ditinjau dari wilayah pembantu Walikota untuk WIlayah Surabaya Timur sebagian besar tanahnya masih diperuntukkan untuk sawah, tambak ataupun kawasan pantai (52,07%). Sedangkan Wilayah Surabaya barat peruntukkan lahannya masih didominasi oleh tambak, tambak garam tepatnya di daerah pantai Utara, khususnya kecamatan tandes dan Benowo yang mencapai kurang lebih 50% dari luas lahannya.
Prasarana perkotaan yang ada pada kawasan pesisir meliputi fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan, fasilitas perdagangan dan jasa, fasilitas kebudayaan dan rekreasi, serta ruang terbuka hijau.

2.3 Iklim dan Curah Hujan
Sebagaimana kota di daerah tropis, Surabaya mempunyai dua musim yang berbeda yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan biasanya jatuh pada bulan Nopember-April dan musim kemarau pada bulan Juli – Oktober, sedangkan pad abulan Mei – Juni dan Oktober- Nopember merupakan bulan peralihan.
Keadaan temparatur di Surabaya berkisar antara 22,7 – 33,7 °C dengan kelembaban udara maksimum mencapai 97% dan tekanan udara 1014,8 Mbs.
Arah angin di Surabaya selama periode 10 tahun mempunyai kecenderungan ke arah Barat pada bulan Desember-Pebruari dan ke arah Timur pada bulan Mei-oktober, sedang pada bulan lainnya berubah-ubah arah.
Dari hasil pembacaan curah hujan pada 10 stasiun penakar hujan yang dikelola oleh Badan Metereologi dan Geofisika serta Dinas Pekerjaan Umum-Pengairan Brantas Surabaya menujukkan bahwa curah hujan maksimum yang terjadi selama 1980-1990 adalah sbb:

Tahun
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
Rata-rata (mm)
105.37
97.47
101.61
107.90
109.80
97.74
90.70
89.30
101.38
79.40
Sumber: Dinas PU Pengairan Daerah brantas Surabaya


2.4 Kependudukan
Sebagai ibukota Jawa Timur, Surabaya merupakan pusat kegiatan pemerintah, industri dan berbagai kegiatan bisnis yang merupakan daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk bertempat tinggal.  Jumlah penduduk hasil registrasi tahun 1994 sekitar 2,3 juta. Seperti keaddan kota pada umumnya, kepadatan penduduk terpusat pada pusat kota. Kecamatan  yang ada di kawasan pesisir mempunyai kepadatan cukup rendah, terendah adalah 8 jiwa/ha.
Pertumbuhan penduduk rata adalah 0,96% pertahun terhitung sejak tahun 1983. Kecamatan-kecamatan pesisir mempunyai pertumbuhan cukup tinggi dibandi kecamatan di wilayah lain. Pembangunan yang pesat di pusat kota membutuhkan lahan luas yang mengakibatkan penduduk berpindah ke daerah penggir yang masih mempunyai lahan kosong.
Mata pencaharian masyarakat di kawasan pesisir mempunyai sumber nafkah  utama di sektor perikanan laut, yaitu sebagai nelayan laut, tambak ikan/udang, tambak garam dan persewaan perahu. Faktor modal dan ketrampilan yang terbatas merupakan kendala dalam mengembangkan usahanya. Selain itu lahan yang semkin sempit untuk usaha tambak juga mulai dikeluhkan sebagian masyarakat.
Kelompok masyarakat ini diklasifikasikan sebagai masyakat berpenghasilan rendah dimana pendapatan rata-rata setiap bulan sekitar Rp.150.000,- s.d Rp.450.000,- (Laporan Pemda Surabaya, 1996) hanya cukup untuk kebutuhan pokok sandang, pangan, papan serta kebutuhan pendidikan dan kesehatan keluarga.

3. GEOMORFOLOGI
3.1 Topografi
Dengan luas lahan 32.639 Ha, wilayah dengan luas 25.919,04 Ha atau 80,72% dari luas tanah total merupakan wilayah dataran rendah dengan ketingian antara –0,5 – 5 m SHVP atau 3 – 8 m LWS. Peningkatan titik kontrool vertikal diambil dari titik I BPP Tanjung Perak dengan tinggi 3,6073 m terhadap ARP (Air Rendah Perbani/Purnama). Pada Gambar 3 memperlihat garis kontur dari kawasan pesisir.

3.2 Morfologi
Daerah tingkat II Surabaya didominasi oleh dataran rendah, yaitu sekitar 80% dari luas daerah. Sedangkan sisanya sekitar 20% merupakan daerah perbukitan dengan gelombang rendah.
Wilayah dataran rendah meliputi wilayah-wilayah Surabaya Timur, Surabaya Utara, dan sebagian dari wilayah Surabaya Selatan. Dataran rendah tersebut terletak pada ketinggian <10 m dari permukaan laut dan mempunyai kemiringan permukaan sebesar <3%. Dataran rendah terbentuk oleh endapan alluvial yang terdiri dari endapan sungai dan endapan pantai. Endapan sungai merupakan endapan sungai Brantas serta cabang-cangan sungainya dan endapan sungai Rowo. Endapan sungai umumnya berukuran pasir (0,075 mm s.d 2 mm) Bagian timur dan utara sampai sepanjang Selat Madura dibentuk oleh endapan pantai yang masuk ke daratan sampai lebih kurang 5 km. Endapan pantai tersebut terdiri dari lempung, lanau dan lempung kelanauan; sisipan tipis atau lensa yang pada umunya mengandung banyak kepingan kerang di beberapa tempat.
Wilayah penyebaran daerah perbukitan bergelombang rendah meliputi daerah Lakarsanti dan Kematan Karangpilang. Ketinggian wilayah perbukitan bergelombang rendah mencapai kurang lebih 30 meter dari permukaan laut dan kemiringan permukaan sebesar 5-15 %.

3.3 Geologi
Secara geologis daerah Kotamadya Surabaya terbentuk atas 4 jenis batuan yang pada dasarnya merupakan tanah liat atau pasir. Kondisi tanah di Kotamadya Surabaya sebagian besar berupa tanah alluvial yang terjadi oleh endapan sungai atau endapan pantai yang umumnya sangat subur dan cocok untuk daerah pertanian. Pada sisi barat kota, tepatnya di daerah perbukitan tanah mengandung kadar kapur yang tinggi dan kurang baik untuk pertanian
Studi geologis yang dilakukan Direktorat Geologi Bandung tentang daya dukung tanah mengemukankan bahwa:
(1)   Susunan tanah di Surabaya tidak merata atau tidak sejenis dan mempunyai daya dukung tanah yang berbeda-beda
(2)   Di bagian kota lama, yaitu kecamatan-kecamatan Wonokromo, Sawahan, Genteng, Tegalsari, Gubeng, Tambaksari, Simokerto, Semampir, Pabean Cantikan, Krembangan dan Bubutan, tebal permukaan tanahnya adalah 10-18 meter dan terletak di atas dasar tanah liat. dan pondasi bangunan tinggi harus mencapai kedalaman 25-30 meter.
(3)   Di daerah perbukitan, yaitu sebelah barat kota kebanyakan merupakan tanah liat dan kedalaman pondasi yang dibutuhkan adalah 4-10 meter.
Jenis tanah yang ditemui di daerah Kotamadya Surabaya adalah lempung, lempung berlanau, lempung berlanau berpasir, pasir dan pasir berlempung berkerang

3.4 Kemampuan tanah
Dalam menganalisa kemampuan tanah untuk mendukung bangunan di atasnya perlu dilihat dari unsur-unsur yang sangat berpengaruh yaitu;
·         Tekstur tanah yang ditentuukan berdasrkan fraksi-fraksi butiran tanah. Tektur tanah Wilayah Kotamadya Surabaya tergolong pada daerah yang mempunyai tekstur halus
·         Kedalaman tanah efektif yaitu tebal lapisan tanah dari permukaan tanah sampai suatu lapisan dimana akar tanaman tidak menembus. Berdasarkan kedalaman efektif tanah sekitar 98% kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm sedangkan sisanya sekitar 13% mempunyai kedalaman 60-90 cm.
·         Lereng dimana sudut yang dibentuk oleh permukaan tanah dengan bidang horisontal diperlihatkan bahwa sekitar 87% mempunyai kemiringan lereng sebesar 0-2% sehingga kecepatan aliran air permukaan rendah.
·         Erosi yang merupakan pengkikisan permukaan tanah oleh aliran air permukaan tidak ditemui di Surabaya karena sebagian besar merupakan dataran rendah, kecuali di daerah perbukitan
·         Untuk kondisi drainase yang ditunjukkan dengan lama dan seringnya tanah jenuh terhadap kandungan air dibagi menjadi tiga klasifikasi yaitu daerah yang tidak pernah tergenang, tergenang periodik dan tergenang terus menerus.

3.5 Kondisi air tanah
Dilihat dari parameter fisik dan kimia, air tanah yang dianalisis dari kawasan pesisir Katamadya Surabaya tiak memenuhi syarat sebagai air bersih yang digunakan sebagai air minum. Menurut hasil studi Dinas Pertambangan daerah Surabaya, debit tanah di Surabaya dibedakan menjadi 4 wilayah yang dibedakan berdarkan jenis tanah

Jenis tanah
Debit tanah
m3/hari
m3/tahun
alluvial Hidromorf
1427,785
521.141,53
alluvial kelabu
1824,46
885.927,9
alluvial kelabu tua
6124,896
2.235.587,04
grumusol kelabu tua
2408,04
678.934,6

Berdasarkan kondisi geohidrologi, kota Surabaya dibedakan dalam 4 zona yaitu
(1)   Zona air tanah tawar. Daerah ini termasuk zona pengambilan air tanah intensif yang dikembangkan terbatas untuk kebutuhan air minum, kegiatan jasa atau permukiman, serta tiak disarankan untuk dikembangkan dengan kegiatan yang memerlukan air tanah cukup besar.
(2)   Zona ait tanah tawar yang berpotensi rendah. Di daerah ini dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan air minum rumah tangga dan disesuaikan dengan kebuthan pengembangan permukiman.
(3)   Zona air tanah agak payau/ agak asin berpotensi potensi sedang. Pada derah dengan zona demikian pengambilan air tanah perlu pengendalian, agar daerah ini tidak menjadi lebih payau.
(4)   Zona air tanah agak payau/ agak asin berpotensi potensi rendah. Daerah ini pemanfaatan air tanahnya sesuai untuk kebutuhan rumah tangga kecuali untuk air minum. Penggunaan air tanah pad zona ini terbatas pada keperluan yang tidak memerlukan persyaratan.
(5)   Zona air tanah payau/asin

3.6 Kondisi air permukaan dan intrusi air laut
Sebagian besar kondisi air tawar di Surabaya telah tercemar oleh intrusi air laut maupun kadar garam tinggi hasil sedimentasi. Kadar garam tinggi tidak hanya tersebar di kawasan dekat pantai saja, tetapi sudah tersebar pula sampai jauh ke arah pedalaman.
Dari hasil uji pada 83 titik sampel air tanah yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan daerah Surabaya tahun 1996 menunjukkan bahwa luas kawasan intrusi air laut wilayahnya justru lebih besar dibanding kawasan yang belum terintrusi, sebagian besar barat laut, utara, timur dan barat daya kota Surabaya sedah mengalami intrusi air laut. Selain itu sebagian kawasan tengah dan selatan Surabaya kadar garamnya cukup tinggi juga. Hal ini kemungkinan disebabkan karena hasil sedimentasi (connate water) atau intrusi air.
Luas wilayah yang kadar garamnya melampaui standar ir minum adalah 22.814 Ha atau 78,54%, sedangkan luas wilayah yang airnya masih tawar seluas 6.235 Ha atau 21,46%. Data tersebut menunjukkan bahwa penataan ruang di kota Surabaya perlu diperhatikan mengingat perkembangan kota Surabaya semakin pesat.
Proses intrusi air laut terjadi melalui tia cara yaitu:
a)     pergeseran batas air laut dan air tawar (interface) di daerah pantai. Pergesaran ini terjadi darena pengambilan air tanah berlebihan sehingga menurunkan muka air tanah.
b)    pemompaan air tanah semi tertekan yang berlebihan di daratan. Akibat pemompaan yang berlebihan air yang tersedot bukan bukan air tawar lagi tetapi air asin. Akibatnya air asin yang tersedot akan menyebar dan mencemari air tanah bebas di sekitar pemompaan.
c)     intrusi melalui muara sungai. Intrusi air laut pada air sungai menyebabkan air berkadar garam tinggi ini bergerak dan mengisi air tanah disekitarnya. Akibatnya air tanah di sekitar sungai berkadar garam tinggi juga.
d)    Di beberapa daerah mempunyai kadar garam tinggi akibat dari hasil sedimentasi laut


4. KAWASAN
4.1 Gambaran Umum Kecamatan Krembangan
Untuk unit analisa studi yang lebih kecil yaitu satu kecamatan telah dipilih Kecamatan Krembangan, dimana bagian dalam wilayah kecamatannya meliputi wilayah daratan dan wilayah air. Secara adminitrasi di bawah Kec. Krembangan termasuk wilayah Surabaya Utara terdiri dari 5 kelurahan, 48 RW dan 393 RT. Lima kelurahan yang masuk dalam Kec. Krembangan adalah Krembangan Selatan, Kemayoran, Perak Barat, Dupak dan Morokrembangan. Secara adminitrasi Kec. Krembangan berbatasan dengan
            Selat Madura di bagian utara
            Kec. Asemrowo di bagian barat
            Kec. Pabean Cantikan di sebelah timur
            Kec. Bubutan  di sebelah selatan
Seperti telah diulas di depan bahwa untuk Kec. Krembangan wilayah yang termasuk dalam kawasan pesisir hanya seluas 806,80 Ha yang meliputi dua kelurahan yaitu Kel. Morokrembangan Dan Kel. Perak Barat.

Topografi  Kec. Krembangan berada di wilayah dataran rendah dengan elevasi <10 m dengan kemiringan lereng 0-2%.
Morfologi  Kec. Krembangan merupakan dataran rendah yang terbentuk oleh endapan pantai yang masuk ke daratan sampai 5 km. Untuk kondisi tanah berupa tanah alluvial yang terjadi oleh endapan sungai atau endapan pantai umumnya sangat subur sehingga sangat cocok untuk daerah pertanian. Jenis tanah yang membentuk kawasan Kec. Krembangan meliputi tanah pasir berkerang dan tanah pasir tupaan.
Dari hasil studi Direktorat Geologi Bandung tahun 1971, sifat-sifat tanah di Kec. Krembangan dalam mendukung keseimbangan tanah dan kedalaman pondasi yang diperlukan jika akan membangun suatu gedung adalah sebagai berikut

Kedalaman litologi di bawah tanah
Endapan alluvial pondasi (Qap)
0 s.d 20 m
Endapan alluvial lembah (Qal)
-----
lapisan tanah liat atas (La)
- 20 m lebih
Lapisan pasir (Pt)
-----
Lapisan tanah liat bawah (Lb)
-----
Air tanah permukaan
Muka air tanah
-2 s.d –3 m
Debit
0,10 liter/det
Air tanah artesis
-----
Kualitas air
payau s.d asin
 Sumber: Peta Geolgi Tata Kota (Soeharto W. 1986)

Dari data yang ada di kawasan pesisir kota Surabaya, untuk Kec. Krembangan mempunyai kemampuan tanah sbb:

Kondisi kelerengan
0 – 2 %
Kondisi kedalaman efektif
90 cm
Kondisi tekstur tanah
Halus
Kondisi drainase
Tidak tergenang 703,35 Ha
Tergenang periodik 18,49 Ha
Selalu tergenang 84,96 Ha
Kondisi erodibilitas
Tererosi
Kondisi salinitas
Air tanah asin
 Sumber: Data Pokok Kodya Surabaya tahun 1994

Dari hasil studi pembuatan peta geoteknik Kodya Surabaya mengenai kondisi air tanah untuk Kec. Krembangan diperoleh dengan mengambil sampel 4 titik lokasi. Hasil penyelidikan menujukkan bahwa kedalaman muka air tanah berada pada –0,5 s.d –1,30 m. Sedangkan dari pemetaan zone geohidrologi sebagian besar di wilayah Kec. Krembangan merupakan zona air tanah payau /agak asin berpotensi rendah dimana pemanfaatan air tanahnya sesuai untuk kebutuhan rumah tangga kecuali untuk air minum.
Informasi mengenai kependuduk di Kec. krembangan, hasil regritasi perkembangan jumlah penduduk adalah sebagai berikut:

Kecamatan
Krembangan
Luas wilayah
834,13 Ha
Jumlah Penduduk
(jiwa)
1990
1991
1992
1993
1994
1995
115.602
115.529
116.402
117.215
117.906
118.871
Laju pertumbuhan penduduk
0,47 %
Kepadatan penduduk
147 (tahun 1995)
Sumber: Surabaya Dalam Angka Tahun 1994
Perbandingan penduduk wanita dan pria untuk tahun 1994 bahwa pria 58.612 jiwa dan wanita 59.294 jiwa.

5.2 Penggunaan lahan
Luas dan sebaran dari masing-masing jenis penggunaan tanah untuk Kec. Krembangan adalah sebagai berikut:


Jenis penggunaan tanah
Luas lahan
Ha
%
Perumahan, Emplasemen, Kuburan
596,40
73,92
Perkantoran, Perdagangan, Jasa
5,76
0,71
Perusahan, Industri, Gudang
21,60
2,68
Tanah sudah diperuntukkan
57,60
7,14
Sawah
---
---
Tegalan
---
---
Tambak, Penggaraman, Waduk
95,20
11,80
Hutan, Rawa, Pantai
20,16
2,50
Lain-lain (jalan, sungai, saluran air)
10,08
1,25
Jumlah
806,80
100
 Sumber: Data Pokok Kodya Surabaya tahun 1994

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa penggunaan lahan di wilayah Kec. Krembangan didominasi untuk perumahan seluas 73,92% dan tambak seluas 11,80%.

4.3 Prasarana Perkotaan
Prasarana perkotaan yang akan diuraikan meliputi fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan, fasilitas perdagangan, fasilitas rekreasi dan ruang terbuka.
Fasilitas pendidikan


Tingkat pendidikan
Jumlah
TK
52
SD
Negeri
25
Swasta
27
Madrasah Ibtidaiyah
6
SMP
Negeri
4
Swasta
18
Madrasah Tsanawiyah
2
SMU
Negeri
0
Swasta
12
Madrasah Aliyah
0
Jumlah
146
Sumber: Surabaya dalam Angka tahun 1994



Fasilitas Peribadatan
Sarana peribadatan terdiri dari mesjid, mushola, gereja katolik, gereja kristen, pura dan vihara. Jumlah sarana peribadatan yang ada sangat terkait dengan jumlah pemeluk agamanya.
Masjid
27
Mushola
65
Gereja katolik
1
Gereja kristen
11
Pura
1
Jumlah
105
Sumber: Surabaya dalam angka tahun 1994

Fasilitas Kesehatan
Dari laporan yang tertera pada Surabaya Dalam Angka tahun 1994 menunjukkan bahwa pelayanan fasilitas kesehatan secara umum merata di seluruh wilayah Surabaya termasuk di kawasan pesisir. Khusus untuk wilayah Kec. Krembangan Puskesmas disebutkan bahwa ada 2 buah dengan dokter umum 3 orang, dokter gigi 3 orang, bidan 7orang, perawat 7 orang dan lainnya 32 orang.

Fasilitas Perdagangan dan Jasa
Perdagangan adalah usaha melakukan penjualan kembali barang-barang baru maupun bekas tanpa mengalami perubahan teknis. Usaha dagang dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a)     Perdagangan besar yaitu usaha dagang dalam partai besar kepada pedagang eceran, industri, kantor restoran dan sebagainya.
b)    Perdagangan eceran merupakan usaha perdagangan dalam partai kecil yang umumnya langsung kepda konsumen.
Perusahaan dagang pasar di kawasan Kec. Krembangan menurut data pada Surabaya Dalam Angka tahun 1994 bahawa jumlah pasar ada 6 buah dengan kondisi baik 1 buah, sedang 2 buah dan kondisi cukup 3 buah. Luas lahan total yang digunakan untuk pasar seluas 0,66 Ha dengan jumlah pedagang 925.

Fasilitas Kebudayaan dan Rekreasi
Jenis rekreasi yang ada di wilayah Surabaya dibedakan menjadi
·         Rekreasi alam; misalnya pantai
·         Rekreasi flora, fauna; misal kebun binatang, taman
·         Rekreasi seni budaya tradisonal; misal THR, musium
·         Rekreasi seni budaya modern; misal bioskop
·         Rekreasi relaksasi; misal diskotik, karaoke
Kehadiran plaza dan mall dapat diindikasikan sebagai fasilitas rekreasi yang murah dan nyaman. Disamping itu beberapa lokasi dimana pernah terjadi peristiwa sejarah juga merupakan tempat yang potensial sebagai tujuan rekreasi.
Data Surabaya Dalam Angka Tahun 1994 menyebutkan bahwa jumlah hotel ada 2 buah dengan jumlah kamar 114 dan fasilitas olahraga ada 3 menempati areal seluas 29,393 m2.

Ruang Terbuka Hijau
Keberadaan ruang terbuka hijau sangat penting di kawasan perkotaan yang kegiatan lalulintas dan permukimannya sangat padat. Data Surabaya Dalam Angka Tahun 1994 menyebutkan bahwa untuk Kec. Krembangan taman/ jalur hijau berjumlah 5 dengan luas areal 90.919 m2 dan lapangan olah raga berjumlah 3 meliputi areal seluas 29.393 m2, serta makam ada 1 tempat.


5. TIPOLOGI BANGUNAN
Untuk pembahasan tipologi bangunan dari dua Kelurahan yang berada di kawasan pesisir dalam Kec. krembangan dipilih Kel. Morokrembangan yang terdiri dari 8 RW dan 88 RT yang menempati areal seluas 317,10 Ha atau sekitar 38% dari total area Kec. Krembangan. Batas adminitrasi dari Kel. Morokrembangan adalah:
            Sebelah utara    : Selat Madura
            Sebelah selatan : Kel. Dupak dan Kel. Jepara
            Sebelah Barat   : Kel. Genteng Kec. Asemrowo
            Sebelah timur    : Kel. Kemayoran
Jumlah penduduk di Kel. Morokrembangan  menurut Monografi tahun 2000 tercatat 31.548 jiwa yang meliputi 50,8% laki-laki dan 49,2% wanita. Dari jumlah penduduk tersebut terdiri dari 5.863 Kepala Keluarga dengan kepadatan penduduk sekitar 99 jiwa/Ha.
Jumlah penduduk untuk setiap jenis mata pencahariannya adalah :

Mata Pencaharian
Jumlah
Karyawan
3.240
Wiraswasta
2.480
Pertukangan
3.167
Pensiunan
741
Nelayan
186
Sumber: Monografi Kel. Morokrembangan 2000

  
5.1 Pola Pengelompokkan Bangunan
Di wilayah Kel. Morokrembangan peruntukan lahannya didominasi untuk perumahan. Jenis bangunan yang tercatat di Kel. Morokrembangan berfungsi sebagai rumah tinggal dengan jenis konstruksi sebagai berikut:
            Rumah permanen          ada 6.631 buah atau 42%
            Rumah semi permanen  ada 5.014 buah atau 32%
            Rumah non permanen    ada 4.112 buah atau 26%
Lokasi perumahan terletak di darat dengan memanfaatkan lahan-lahan mulai dari daerah sepanjang bantaran sungai atau sepanjang pesisir sampai yang lebih ke darat. Gambaran detail yang diperoleh di lapangan untuk menjelaskan tipologi bangunan diambil di Rw 8 yang terletak di bagian utara dari Kel. Morokrembangan, dimana mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai nelayan atau buruh pabrik.
Pada kawasan in pengelompokkan rumah cukup tertata rapi yang ditunjang baik oleh sarana jalan penghubung maupun saluran drainase.

Kebutuhan air bersih sudah terlayani dengan jaringan air dari PDAM meskipun tidak semua rumah mempunyai sambungan langsung.
Tipe bangunan rumah yang berada di RW 8 sebenarnya merupakan rumah tunggal yang tidak bertingkat. Akan tetapi jarak antar rumah sangat berdekatan dan bahkan cenderung berdempetan.  Konstruksi bangunan adalah bangunan permanen dengan sistem struktur dari beton, dinding dari pasangan bata, atap genteng dan lantai bervariasi dari lantai ubin atau lantai keramik.


Untuk memperjelas gambaran unit rumah di RW 8 diambil satu responden:

Nama
Ibnu Akbar
Alamat
RT3 RW 8, Kel. Morokrembangan, Kec. Krembangan
Jumlah penghuni
2 orang (suami dan istri)
Tahun penghunian
1921 sebagai rumah keluarga dan pada tahun 1958 dibagi warisdan disekat menjadi 4 bagian dan responden menempati bagian depan
Kondisi bangunan
rumah tunggal, bangunan permanen, dinding dari pasangan batu bata, atap genting, pondasi batu kali, lantai ubin
Harga rumah
sekitar Rp. 10 juta


Untuk kasus di Rw 8, prasana jalan yang adalah jalan lingkungan terbuat dari paving blok dengan lebar 2m dan 1m. Saluran drainase menggunakan saluran terbuka dengan lebar saluran sekitar 20cm. Saluran-saluran ini ditutup oleh para penghuni untuk menambah lebar jalan di depan rumah mereka. Secara umum kondisi lingkungannya di kawasan RW 8 tidak bersih, terlebih lagi pada saat setelah air pasang selalu membawa sampah-sampah yang kemudian oleh setiap individu dibuang ke TPS yang jaraknya tidak jauh dari kawasan komplek perumahan tersebut. Pengelolaan sampah dilakukan oleh petugas kebersihan dari RW 8. Untuk biaya kebersihan setiap warga ditarik iuran sebesar Rp. 3000,- sebulan.
            Sampah di RW 8 seperti umumnya yang terjadi di pemukiman nelayan, sampah yang terkumpul adalah jenis sampah basah yang mudah mebusuk, sehingga menimbulkan bau busuk dan sangat menggangu lingkungan. Penangan sampah dilakukan secara periodik oleh petugas dari RW. Sampah dikumpul dan langsung dibakar di TPS sehingga jadwal pembuangan sampah dari warga disesuaikan dengan jadwal pembakaran atau pada saat container pengangkut sampah datang.
Prasana perkotaan lain yang berada di Kel. Morokrembangan terdiri dari fasilitas pendidikan, fasilitas peribadatan dan fasilitas olah raga. Seperti rumah tinggal maupun fungsi bangunan lain seperti kantor, sekolah, tempat ibadah, dan sebagainya mayoritas berupa bangunan tunggal yang tidak bertingkat. Tipe-tipe rumah tinggal maupun fungsi bangunan lain seperti kantor, sekolah, tempat ibadah, dan sebagainya mayoritas berupa bangunan tunggal yang tidak bertingkat.

Fasilitas Pendidikan
Jumlah
Tipe bangunan

Fasilitas Peribadatan
Jumlah
TK
7
tidak bertingkat

Masjid
16
SD
10
tidak bertingkat

Mushala
26
SMTP
3
tidak bertingkat

Gereja
3
SMTA
3
tidak bertingkat

Wihara
1
Madrasah
1
tidak bertingkat



Sumber: Monografi Kel.Morokrembangan 2000

Prasarana perhubungan yang tersedia di Kel. Morokrembangan adalah: Jalan 5 kelas jelan, jembatan 1 buah dan terminal 2 jenis pada 3 lokasi.
Untuk fasilitas ruang terbuka atau pertamanan meliputi areal seluas 0,50 Ha yang tersebar pada 40 lokasi.

5.2 Kondisi Dan Jenis Kerusakan
Untuk mendetailkan jenisi-jenis kerusakan bangunan yang dialami harus dilihat dari bencana yang seringkali terjadi. Seperti yang terjadi di Rw 8 dan RW 7 bencana yang sering terjadi adalah bencana banjir.  Pada tahun 1992 Pemda setempat memberi bantuan dana pada RW 8 yang kemudian dimanfaatkan untuk meninggikan jalan-jalan di dalam kompleks. Akan tetapi semenjak tahun 1998 kondisi di RW 8 mengalami banjir lagi. Hal ini disebabkan karena prasarana pematusan di sekitar kawasan kondisinya buruk terlebih lagi pintu air yang mengantur debit air di waduk yang lokasinya paling dekat dengan kawasan tidak berfungsi lagi, sehingga bencana banjir merupakan kejadian rutin yang dialami bagi warga setempat. Gambar 12 memperlihatkan kondisi sarana pematusan yang berada di sekitar RW 8.
  
Jenis kerusakan yang dialami adalah kerusakan yang umum terjadi di daerah yang terkena genangan air, seperti dinding pasangan bata dan lantai ubin menjadi lembab yang apabila dibiarkan dinding  tersebut mengelupas, rangka-rangka kayu menjadi lapuk.  Dengan kondisi demikian genangan air juga merusak perabot-perabot dan perlengkapan yang ada di dalam rumah.
            Disamping itu talud-talud di sepanjang sisi sungai dan saluran drainase sudah banyak yang retak dan apabila kerusakan ini dibiarkan akan sangat merugikan masyarakat sekitarnya.

5.3 Adaptasi masyarakat
Seperti yang telah diuraikan di depan bahwa kawasan di RW 8 secara rutin selalu tergenang air 30 cm setiap bulannya karena air pasang. Kondisi ini bagi masyarakat dianggap peristiwa yang rutin dan cara mengatasinya mereka menunggu genangan air tersebut surut dengan sendirinya. Tindakan yang paling umum dilakukan pada rumah mereka adalah meninggikan lantai bagi mereka yang mampu sehingga lantai rumah lebih tinggi dari jalan lingkungan, atau mereka membuat tanggul kecil di depan rumah mereka atau dibagian depan dari teras, seperti pada Gambar 13.


6. ANALISA DATA
Metodologi perolehan data di lapangan yang akan digunakan sebagai basis penelitian dakmal direncanakan menggunakan studi literatur, investarisasi data dan metoda teknis-aplikatif yang diharapkan dapat menunjukkan kondisi eksisting. Tidak semua data yang diharapkan dapat diperoleh dengan lengkap mengingat keterbatasan waktu pelaksanaan survey dan kesiapan serta kelengkapan dokumentasi pada instansi yang dituju.
Peta geologi dan rupabumi yang telah diperoleh sebelumnya digunakan sebagai acuan dasar untuk pembatasan wilayah studi. Peta-peta ini selanjutnya lebih dimanfaatkan untuk bahasan lingkup geomorfologi, karena untuk bahasan kawasan dan tipologi perlu dilakukan proses overlay beberapa peta sehingga dapat diketahui luasan daerah pengaruh dari setiap variabel, misalnya luasan penggunaan lahan, kepadatan penduduk, kualitas lingkungan, dan kondisi non-fisik. Data-data tersebut diperoleh dengan memanfaatkan data sekunder yang diambil dari hasil studi yang pernah dilakukan, khususnya Studi Potensi Kawasan Pesisir tahun 1996. Akan tetapi analisa data yang didapat masih berdasarkan informasi pada kondisi tahun-tahun sebelumnya, seperti terlihat pada uraian sebelumnya.

Untuk pengkajian unit analisa yang lebih kecil yaitu satu unit kecamatan atau yang lebih kecil, dipilih berdasarkan informasi di lapangan yang dipadukan dengan kriteria-kriteria yang disepakati oleh Tim seperti homogenitas bangunan. Kecamatan Krembangan dipilih sebagai unit analisa karena pada kawasan tersebut akhir-akhir ini sering digenangi banjir, yang mana lokasinya juga berada di kawasan pesisir dan mayoritas penggunaan lahannya adalah perumahan. Mekipun banjir dapat digunakan sebagai indikasi awal terjadinya kenaikan muka air laut, tetapi banjir yang terjadi di Kodya Surabaya atau khusunya di krembangan belum dpat disimpulkan demikian. Hal ini terlihat dari sistem drainase yang ada kondisinya kurang terawat sehingga dampaknya menyebar luas.