BAB. I
PENDAHULUAN
A. Rasional Penulisan Buku
Program studi yang dibina di lingkungan
program pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja
terdiri dari Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Studi
Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Program Studi Administrasi Pendidikan,
Program Studi Teknologi Pendidikan, Program Studi Pendidikan Dasar, Program
Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, dan Program Studi Pendidikan Matematika.
Semua program studi yang ada dan dikelola di lingkungan Undiksha ini memiliki visi,
misi dan tujuan masing-masing. Program Studi Adminsitrasi Pendidikan misalnya memiliki visi
menjadikan Program Studi Administrasi Pendidikan memiliki kualitas yang unggul
dan andal dalam pengembangan sumberdaya manusia, dapat mengikuti tantangan dan
tuntutan kemajuan pembangunan pendidikan nasional, dan kompetitif dalam
perkembangan dunia global. Misi Program Studi Administrasi Pendidikan adalah pertama
menyelenggarakan program pendidikan yang menyiapkan tenaga ahli dalam bidang
kependidikan, tenaga pendidik yang profesional (Dosen), calon kepala sekolah
dari tingkat SD sampai pada SMTA, calon pengawas dari tingkat SD sampai pada
tingkat SMTA, dan tenaga ahli perencanaan dalam bidang pendidikan, kedua menyelenggarakan
penelitian dalam bidang pendidikan utamanya dalam bidang adminis-trasi pendidikan
dalam arti yang luas, dan yang ketiga adalah menyelenggarakan pengabdian pada
masyarakat dalam rangka ikut memecahkan berbagai masalah dalam bidang
kependidikan dan masalah-masalah pembangunan yang lainnya di tingkat kabupaten,
propinsi, dan tingkat nasional. Kemudian tujuan dari Program Studi Admi-nistrasi Pendidikan adalah pertama menghasilkan
lulusan sebagai tenaga ahli dalam bidang kependidikan, tenaga pendidik yang
profesional (Dosen) dalam Administrasi Pendidikan, calon kepala sekolah tingkat
SD sampai SMTA, pengawas dari tingkat SD sampai SMTA, tenaga ahli perecanaan,
dan tenaga ahli perencanaan dalam bidang pendidikan, kedua menghasilkan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan humaniora yang menunjang
pengembangan ilmu kependidikan, dan pelaksanaan tugas profesi tenaga pendidikan
(Dosen), utamanya dalam bidang administrasi pendidikan dalam arti yang yang
luas, serta yang ketiga adalah menyelenggarakan pengabdian pada masyarakat
dalam rangka ikut memecahkan berbagai masalah dalam bidang kependidikan umumnya
dan bidang manajemen pendidikan pada khususnya, dan masalah-masalah pembangunan
yang lainnya di tingkat kabupaten, propinsi, dan tingkat nasional.
Pada saat sekarang ini di
tahun 2012 terungkap berbagai permasalahan yang dihadapi oleh Program Pascasarjana Program S2 Undiksha
Singaraja, khususnya Program Studi Administrasi Pendidikan, seperti masa studi
mahasiswa adalah berkisar antara lima sampai dengan tujuh semester. Demikian
pula IPK komulatif yang dicapai oleh para lulusan berkisar antara 3,00 sampai
dengan 3, 50. Dilihat dari masa studi dan IPK yang dicapai mahasiswa
menunjukkan bahwa proses penyelenggaraan pendidikan pada program Pascasarjana di
Undiksha belum terlaksana secara maksimal.
Terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan penyelenggaraan pendidikan pada Program Pascasarjana Undiksha belum
dapat dilaksanakan secara maksimal, diantaranya adalah fasilitas yang mendukung
perkuliahan seperti buku literatur yang tersedia baik di perpustakaan umum di
Undiksha maupun di perpustakaan Program Pascasajana masih terbatas dan kurang
lengkap. Keterbatasan pasilitas buku-buku di perpustakaan ini terungkap dalam
laporan dan temuan penelitian Trecer Study
yang dilakukan oleh tim dosen Program Pascasajana di Undiksha terhadap
lulusan Program Pascasarjana yang dilakukan secara berturut-turut dalam waktu
dua tahun terakhir ini yaitu tahun 2010 dan tahun 2011 (Koyan, dkk. 2010,
2011). Keterbatasan dan kelangkaan buku-buku literatur tersebut lebih
diperparah dengan mahalnya harga buku, sulitnya dan sangat jarang dapat
ditemukan di toko-toko buku sehingga sulit dapat dicari dan dibeli untuk
dimiliki bagi para mahasiswa.
Permasalahan lainnya yang
dihadapi oleh mahasiswa program Pascasarjana pada saat ini adalah bahwa
sebagian besar inputnya berasal dari guru-guru mulai dari guru SD, SMTP, dan
SMTA yang tersebar di seluruh pulau Bali. Untuk mengakses semua guru yang akan
melanjutkan studi lanjut, maka perkuliahan untuk mahasiswa program pascasarjana
tersebut dikonsentrasikan di dua kampus yaitu kampus Singaraja, dan kampus
Pegok Denpasar. Di sisi yang lain pada saat sekarang ini teknologi imformasi
komunikasi begitu pesat perkembangannya dan sangat canggih. Lebih dari itu
teknologi imformasi komunikasi sudah dikembangkan dalam penyelengagaran
pendidikan jarak jauh pada beberapa jenjang pendidikan dan dapat berhasil
dengan baik.
Untuk mengatasi permasalahan
kelangkaan buku-buku yang mendukung kelan-caran perkulihan mahasiswa yang
berlokasi pada dua lokasi yang cukup berjauhan yaitu di kampus Singaraja dan
kampus Pegok Denpasar, maka perlu dilakukan penelitian pengembangan dengan
mengangkat judul ”Pengembangan Perangkat Pembelajaran Mata Kuliah Analisis
Pengembangan Sumberdaya Pendidikan, Analisis Pengendalian Mutu Pendidikan,
Supervisi Pendidikan, dan Problematika pendidikan Berbasis E-Learning”
Jadi dengan dilakukannya
penelitian ini diharapkan akan menghasilkan produk paling tidak empat buah buku
yang diharapkan dapat mendukung materi perkulihan dalam mata kuliah: (1) Analisis
pengembangan sumberdaya pendidikan, (2) Analisis pengendalian mutu pendidikan,
(3) Supervisi pendidikan, dan (4) Problematika pendi-dikkan dengan berbagai
keterbatasannya yang dapat mengatasi kelangkaan ketersediaan buku-buku
literatur, dan secara teknis ada peluang untuk mengembangkan proses pembe-lajaran
yang berbasis E-Learning.
Jadi tujuan utama penulisan
buku ini adalah pembangunan perangkat lunak (software) yang akan
dipasang pada portal web e-learning Program
Pascasarjana Undiksha untuk menyediakan sumber belajar alternatif kepada mahasiswa
khususnya untuk mendukung materi mata kuliah Analisis Pengembangan Sumberdaya Tenaga
Kependidikan.
B. Standar Kompetensi
Melalui mata kuliah ini
mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan, wawasan, pemahaman terhadap berbagai
konsep dan teori tentang tentang sumberdaya pendidikan mampu menganalisis
keterpaduan antara sumberdaya (sumberdaya manusia tenaga kependidikan khususnya
guru) mampu memecahkan berbagai masalah sumberdaya pendidikan serta terampil
mengaplikasikannya sebagai tenaga kependidikan dalam bidang pembelajaran.
BAB. II
PENGERTIAN, JENIS-JENIS DAN KUALIFIKASI
TENAGA KEPENDIDIKAN
A.
Kompetensi
Dasar dan Indikator Pencapaiannya
Kompetensi Dasar
|
Indikator Pencapaiannya
|
Memahami pengertian Tenaga Kependi-dikan
|
Dapat menjelaskan pengertian Tenaga Kependidikan
|
Memahami jenis-jenis dan
Kualifikasi Profesi Tenaga Kependidikan
|
Dapat menyebutkan jenis-jenis dan Kuali-fikasi Profesi Tenaga
Kependidikan
|
Memahami Program Pengembangan Pendi-dikan Profesi Tenaga Kependidikan
|
Dapat menjelaskan Program Pengembang-an Pendidikan Profesi Tenaga
Kependidik-an
|
Memahami Tahap-tahapan dalam Pengada-an Tenaga Kependidikan yang
Profesional
|
Dapat menlaskan tahap-tahapan dalam Pengadaan Tenaga Kependidikan yang
Profesional
|
B.
Pengertian
Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan adalah semua anggota masyarakat yang mengabdikan diri
dan diangkat untuk menunjang penyelengaraan pendidikan. Dari pengertian tenaga
ke-pendidikan tersebut tampaknya memiliki pengertian yang sangat luas sekali.
Oleh karena itu untuk lebih jelasnya pengertian tersebut, serta untuk dapat
mengetahui bagaimana kedudukan dan posisi tenaga kependidikan khususnya guru
sebagai tenaga profesi, maka dalam bab satu ini dibahas beberapa aspek yang
berkaitan dengan pengertian dan jenis-jenis tenaga kependidikan.
Tenaga kependidikan dalam beberapa kepustakaan disebut dengan nama yang
berbeda-beda. Sutisna (1983) menyebut dengan istilah personil,
Engkoswara (1987) menyebut dengan istilah sumber daya insani, Wijono (1989)
menyebut dengan istilah ketenagaan sekolah, Harris, dkk (1979) menyebut dengan
istilah personel, kemudian Makmun (1996) menyebut dengan istilah tenaga
kependidikan, sedangkan kalau melihat Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992
yang mengatur tentang tenaga kependidikan di Indonesia, dan Undang-undang RI.
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutnya dengan istilah
tenaga kependidikan.
Dari berbagai istilah yang berkaitan
dengan tenaga kependidikan tersebut secara teoritik semuanya memang benar dalam
arti dapat diterima, lebih-lebih istilah tenaga kependidikan yang memiliki
landasan hukum, yaitu Undang-undang
RI . No. 20 Tahun 2003 tampaknya
akan lebih tepat. Namun perlu diketahui bahwa dalam manajemen juga dikenal dan
digunakan istilah secara lebih umum, yaitu istilah sumber daya manusia.
Kemudian dalam kaitannya dengan tulisan di buku ini, maka istilah yang
digunakan barangkali dan bisa jadi istilah-istilah tersebut akan digunakan
secara silih berganti, karena pada dasarnya adalah sama saja.
Persoalannya yang muncul dan perlu
dibahas adalah siapakah yang dimaksud dengan tenaga kependidikan. Menurut
ketentuan umum Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional khususnya pasal 1 (5) tenaga kependidikan yang dimaksud adalah anggota
masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelengaraan
pendidikan. Dalam pasal 1 (6) tersebut juga dijelaskan pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan yang lainnya yang
sesuai dengan kekhususannya, serta partisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.
Berdasarkan pada bunyi pasal 1 (5)
dan (6) Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tersebut dapatlah
diketahui bahwa tenaga kependidikan tersebut adalah memiliki makna dan cakupan
yang jauh lebih luas dari pendidik. Bisa jadi yang dimaksud termasuk dengan
tenaga kependidikan tersebut di samping pendidik, seperti guru, dosen,
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, dan fasilitator,
adalah juga termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS,
penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran,
teknisi sumber belajar, penguji dan yang lainnya.
Semua jenis sumberdaya manusia atau tenaga
kependidikan tersebut penting untuk dibahas dalam kajian ini karena sangat
bermanfaat tidak saja untuk kepentingan dalam pengembangan keilmuan atau dalam
bidang teoritik akademik, tetapi yang lebih penting adalah untuk kepentingan
praktis dalam rangka dapat mengkontribusi pelaksanaan pengembangan tenaga
kependidikan khususnya guru yang dianggap ideal. Memang demikianlah
kenyataannya sumber daya manusia tersebut dalam segala fungsi dan perannya
sangat penting bagi pencapaian tujuan suatu organisasi termasuk dalam bidang
pendidikan. Sebab kebijakan dalam pengelolaan sumbedaya manusia yang dilandasi
oleh suatu persepsi dan kajian teori yang keliru dan salah, yang dijadikan
dasar dalam mengelola semua faktor sistem pendidikan lainnya yang berupa uang,
material yang melimpah ruah, dan fasilitas yang lengkap tersebut tidak akan
menjadi signifikan dan determinan dalam mencapai tujuan pendidikan. Sumberdaya
manusia akan sangat menentukan keberhasilanya, dan memang agak berbeda dengan
mengelola material yang berupa mesin-mesin atau teknologi yang canggih dimana
mesin-mesin tersebut walaupun juga menentukan keberhasilan suatu organisasi,
tetapi mesin-mesin tersebut tidak akan bisa mengeluh, tidak bisa melawan
perintah, tidak akan mangkir dalam melaksanakan tugas, tidak akan melaksanakan
pemogokan, tidak akan terlibat dalam konflik-konflik seperti manusia, tidak
akan bisa mengajukan tuntutan perbaikan nasib, dan perbuatan-perbuatan negatif
yang lainnya (Siagian.1999). Menyadari begitu pentingnya sumberdaya manusia tersebut,
maka dalam penjelasan Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 1992 dijelaskan bahwa
tenaga kependidikan merupakan komponen yang determinan dan menempati posisi
kunci dalam sistem pendidikan nasional. Pengembangan sumberdaya manusia atau
tenaga kependidikan yang memiliki kualitas kemampuan yang profesional dan
kinerja yang baik, tidak saja akan mengkontribusi terhadap kualitas lulusan
yang dihasilkan, melainkan juga berlanjut pada kualitas kinerja dan jasa para
lulusan dalam pembangunan, yang pada gilirannya kemudian akan berpengaruh pada
kualitas peradaban dan martabat hidup masyarakat, bangsa, serta umat manusia
pada umumnya. Demikian juga untuk lebih dapat memahami kajian tentang profesi
kependidikan ini secara konseptual dan teoritik, lebih empirik serta praktis,
maka kajiannya akan difokuskan pada profesi tenaga kependidikan tetentu saja,
khususnya profesi keguruan, karena tampaknya profesi inilah paling dekat dengan
kepentingan pembinaan mahasiswa sebagai calon guru yang disebut profesi. Lebih
penting dan lebih menarik karena pada saat ini dalam kebijakan pemerintah yang
mengatur tentang tenaga kependidikan tampaknya hanya baru guru dan dosen
ditetapkan dan diatur secara legal sebagai profesi. Sedangkan tenaga
kependidikan yang lainnya masih belum diatur, walaupun mungkin secara akademik
dan fungsional sering dan sudah disebut atau menamakan dirinya sebagai profesi,
seperti konsoler, pustakawan, laboran, teknisi dan lain sebagainya, dan bahkan
organisasi profesinya sudah dibentuk. Dengan mengkhususkan fokus kajiannya pada
profesi keguruan ini, juga akan lebih mudah dalam memberikan berbagai
ilustrasi, contoh-contoh, pendalaman maupun dalam pengayaannya. Sudah tentunya
cara pembahasan tentang pengembangan sumberdaya manusia atau masalah-masalah
keprofesian dalam bidang bisnis, dan dalam bidang kependidikan seperti dalam
pembahasan ini tidak akan sama dengan pandangan terhadap pembahasan
masalah-masalah sumberdaya manusia seperti yang dikemukakan oleh Harris, dkk
(1979) yang menguraikan bahwa masalah-masalah personnel dalam bidang pendidikan
antara lain disebutkan adalah mencakup: susunan kepegawaian, fungsi staf,
inovasi dan tradisi dalam penyusunan kepegawaian, mengatur pelayanan
personalia, sifat oraganisasi sekolah, spesifikasi kompetensi personalia, merekrut
dan memilih personalia, masalah keuangan, evaluasi personalia, dan pelatihan.
Demikian juga yang dilakukan oleh Weber (1954) dalam pembahasannya menguraikan bahwa
masalah-masalah personnel pendidikan khususnya profesi guru tersebut,
diantaranya adalah mencakup: seleksi guru baru, pendapatan atau gaji guru,
orientasi guru baru, pendidikan inservice, penilaian dan pelayanan guru, beban
mengajar guru, pemutusan hubungan atau kontrak kerja, pemecatan, pemindahan,
masalah cuti dan absen, organisasi-organisasi profesi, kesehatan dan rekreasi
guru, status sosial, etika profesi, masa jabatan guru, kebijakan pemerintah
terhadap guru dan yang lainnya. Kemudian tampaknya yang lebih empirik dan
menggambarkan kebijakan pemerintah terhadap tenaga kependidikan khususnya
profesi guru secara jelas di Indonesia
diatur dalam Undang-undang RI . No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
dalam bagian kesatu mengatur persoalan yang berkaitan dengan: kualifikasi,
kompetensi sertifikasi guru sebagai profesi, bagian kedua mengatur persoalan
yang berkaitan dengan: hak dan kewajiban guru sebagai profesi, bagian ketiga mengatur
persoalan yang berkaitan dengan: wajib kerja dan ikatan dinas, bagian keempat
mengatur persoalan yang berkaitan dengan: pengangkatan, penempatan, pemindahan,
dan pemberhentian guru sebagai profesi, bagian kelima mengatur persoalan yang
berkaitan dengan: pembinaan dan pengembangan, bagian keenam mengatur persoalan
yang berkaitan dengan: penghargaan guru sebagai profesi, bagian ketujuh
mengatur persoalan yang berkaitan dengan: perlindungan guru sebagai profesi,
bagian kedelapan mengatur persoalan yang berkaitan dengan: cuti guru, bagian
kesembilan mengatur persoalan yang berkaitan dengan organisasi profesi dan kode
etik guru.
Berdasarkan pada beberapa pandangan
tentang berbagai dimensi apa yang sebaiknya dikaji dalam pembahasan tentang
profesi kependidikan tersebut, tampaknya tidak berbeda terlalu jauh dengan yang
dibahas dalam buku ini, namun dalam pembahasan buku ini akan selalu mencoba
berusaha untuk meyakinkan hal-hal yang bersifat teoritik dengan kenyataan di
lapangan, serta ketentuan-ketentuan legal yang berlaku dalam sistem pendidikan
nasional kita.
C. Jenis-jenis dan Kualifikasi Profesi Tenaga
Kependidikan
Dalam
uraian dan penjelasan tentang pengertian tenaga kependidikan sudah dapat dimengerti secara jelas yang dimaksud dengan tenaga kependidikan
tersebut adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk
menunjang penyeleng-garaan pendidikan seperti guru, dosen, konselor, pamong
belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, dan fasilitator, termasuk kepala
sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti,
pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, dan
yang lainnya. Bahkan bisa jadi juga termasuk semua pengelola yayasan pada
lembaga-lembaga pendidikan swasta, dan semua pengambil kebijakan di birokrasi
dan stafnya di tingkat pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota, tingkat keca-matan,
dan di tingkat desa.
Kalau persoalan jenis-jenis tenaga
kependidikan dan tenaga pendidikan sudah tampak dalam pembahasan teruraikan
dengan sedikit lebih jelas, yang menjadi persoalan lebih lanjut adalah masalah
bagaimana kualifikasi tenaga kependidikan, khususnya kualifikasi profesi guru
tersebut. Secara teoritik serta mengacu sebagaimana lazimnya pada negara-negara
maju, maka kualifikasi tenaga kependidikan tersebut dapat dibedakan menjadi
tenaga pendidik, tenaga manajemen kependidikan, tenaga penunjang teknis
kependidikan, tenaga penunjang administratif kependidikan, tenaga peneliti,
pengembang dan konsultan kependidikan. Dalam tulisan ini akan dicoba dibahas
secara ringkas dari masing-masing kualifikasi tenaga kependidikan tersebut,
dengan penjelasannya yang lebih difokuskan pada kualifikasi tenaga pendidik
khususnya guru.
Kualifikasi tenaga pendidik adalah
tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya secara langsung
memberikan pelayanan teknis kependidikan kepada peserta didik. Sesungguhnya
dalam hubungan ini alam telah melibatkan semua orang yang melaksanakan tugas
pelayanan tersebut termasuk para orang tua di rumah, para guru/dosen,
pembimbing dan pelatih di sekolah atau satuan-satuan pendidikan yang lainnya,
para instruktur atau fasilitator, pamong belajar pada pusat-pusat atau balai
pelatihan dan kursus-kursus, para pembina dan pembimbing pada berbagai
perkumpulan atau sanggar atau pedepokan serta organisasi yang melatih dan
membimbing keteram-pilan seni dan budaya, para ustadz dan pembina di pondok
pesantren dan majelis-majelis taklim atau pengajian di surau dan langgar, para
penyiar TV dan Radio yang mengasuh acara dan mimbar kependidikan, para penulis
artikel dimedia cetak seperti majalah, koran, jurnal, buku bacaan, buku
pelajaran yang mengandung muatan atau nuansa kependidikan, para penyuluh
lapangan di bidang kesehatan/KB, hukum, pertanian dan sebagainya yang
diselengarakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Pelaksanaan tugas
pelayanan kependidikan tersebut dapat secara tatap muka secara langsung di
kelas atau melalui TV, sistem belajar jarak jauh, secara korespondensi, dan
berbagai bentuk komunikasi lainnya. Namun demikian perlu disadari bahwa masalah
kualifikasi akademik tenaga pendidik tersebut adalah diatur oleh undang-undang
atau peraturan-peraturan. Oleh karena itu, kalau diperhatikan pasal 9
undang-undang guru dapat diketahui bahwa kualifikasi akademik seorang guru diperoleh
melalui pendidikan tinggi program sarjana, atau diploma empat (D4). Sementara
itu kalau diperhatikan pasal 42 (2) undang-undang sistem pendidikan nasional
disebutkan bahwa pendidikan formal pada jenjang usia dini, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, kualifikasi akademik seorang guru haruslah berlatar
belakang pendidikan tinggi dan dihasilkan oleh perguruan tinggi. Demikian pula
dalam PP No. 19 tahun 2005 dalam pasal 29 (2) disebutkan bahwa guru SD/MI/SDLB
harus berpendidikan S1 atau D4 bidang PGSD, psikologi, atau pendidikan lainnya.
Kemudian dalam pasal yang sama ayat tiganya disebutkan bahwa guru SMP/MTs/ SMPLB
harus berpendidikan S1 atau D4 dengan progam studi yang sesuai dengan mata
pelajaran yang diajarkan. Dari bunyi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam
undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut, tampaknya kualifikasi guru
seperti menuntut suatu persyaratan kualifikasi pendidikan seorang guru tersebut
adalah sama, yaitu lulusan pendidikan tinggi S1 atau D4. Namun demikian jika
makna bunyi pasal-pasal yang diatur dan terdapat dalam undang-undang sistem
pendidikan nasional, undang-undang guru, dan PP No. 19 tahun 2005 dirunut dan
disenergikan dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi guru di Indonesia haruslah minimum
berpendidikan S1 atau D4 dari program studi yang relevan, misalnya untuk
menjadi guru taman kanak-kanak dipersyaratkan harus lulusan pergruan tinggi S1
atau D4 PAUD/PGTK/Psikologi/ kependidikan lainnya. Seseorang untuk dapat diangkat
menjadi guru SD/MI/SDLB dipersyaratkan harus lulusan perguruan tinggi program
S1 atau D4 PGSD/ Psikologi/ Kependidikan lainnya. Untuk menjadi guru Matematika
SMP/MTS/SMPLB atau SMA/MA/SMK/SMALB dipersyaratkan lulusan perguruan tinggi
program S1 atau D4 Matematika atau Pendidikan Matematika. Persya-ratan
kualifikasi pendidikan minimum bagi guru ini merupakan suatu lompatan yang
cukup signifikan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di negara kita (Samani,
dkk. 2006).
Kualifikasi tenaga manajemen
kependidikan, adalah tenaga kependidikan yang secara fungsional melakukan
layanan secara tidak langsung kepada tenaga teknis kepen-didikan, tetapi
melakukan merancang dan merencanakan, mengorganisasikan dan mem-berikan pimpinan,
mengkoordinasikan dan mengendalikan, memonitor dan mengawasi, mengevaluasi dan
menindaklanjuti, serta menggariskan kebijaksanaan seluruh kegiatan
penyelenggaraan pengelolaan program kegiatan kependidikan pada semua jenjang
tataran sistem pendidikan mulai tingkat struktural pusat, regional atau daerah,
sampai pada tingkat operasional. Sehubungan fungsi tenaga manajemen tersebut, maka
yang bisa dimasukkan sebagai tenaga manajemen kependidikan adalah: para
perencana pendidikan, para pimpinan struktural dari tingkat pusat sampai
tingkat operasional kependidikan, para pimpinan atau pengelola, penilik dan
pengawas, penilai dan penguji pendidikan, para pembuat kebijakan atau
keputusan.
Kualifikasi tenaga penunjang teknis
kependidikan, adalah tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas utmanya
menyiapkan kelengkapan sarana dan fasilitas teknis kependidikan berikut
memberikan pelayanan teknis pemanfaatannya dalam men-jamin kelangsungan dan
kelancaran proses pendidikan. Sehubungan dengan fungsi tenaga penunjang teknis
yang dimaksudkan adalah mencakup seperti teknisi sumber belajar di bengkel atau
workshop, laboran di laboratorium, pustakawan di perpustakaan, instalator di
instalasi, teknisi sumber belajar di studio, teknisi sumber belajar di PSB, dan
sebagainya.
Kualifikasi tenaga penunjang
administrasi kependidikan, tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas
utamanya mengadakan dan menyiapkan sarana dan prasarana kependidikan serta
memberikan layanan jasa administratif kepada pihak tenaga manajemen, atau
kepemimpinan pendidikan, dan tenaga teknis fungsional, serta penun-jang teknis
kependidikan sesuai dengan kepentingannya. Siapa yang dimaksudkan dengan tenaga
penunjang admistratif kependidikan ini, antara lain dapat disebut seperti tenaga
administratif birokrasi, ketatausahaan perkantoran kependidikan.
Kualifikasi tenaga peneliti,
pengembang, dan konsultan kependidikan, adalah tenaga kependidikan yang secara
fungsional tugas utamanya tidak terlibat secara langsung dalam teknis layanan kependidikan,
manajemen kependidikan, layanan penunjang teknis pendidikan, dan kepada tenaga
penunjang administratif kependidikan, tetapi hanya menyiapkan berbagai
perangkat informasi dan data yang relevan dan dapat dipertanggung jawabkan
serta memberikan jasa pelayanan informal dan konsultansi kepada semua pihak
yang berkepentingan dengan kependidikan, khususnya mereka yang bertugas dan
bertanggunjawab serta terlibat dengan penyelengaraan, pengelolaan dan pembuatan
kepu-tusan tentang kependidikan. Keberadaan jenis ketenagaan kependidikan ini
idealnya tersedia pada semua jenjang tataran sistem kependidikan khususnya di
perguruan tinggi. Dengan demikian selayaknya pada suatu perguruan tinggi khususnya
perguruan tinggi yang menangani bidang kependidikan memiliki berbagai pusat
penelitian, berbagai pusat pengembangan, maupun berbagai pusat atau unit
konsultansi.
Berdasarkan pada berbagai jenis
kualifikasi tenaga kependidikan tersebut jelas guru adalah termasuk tenaga
kependidikan yang memiliki kualifikasi sebagai tenaga pendidik, karena secara
fungsional tugas utamanya secara langsung memberikan pela-yanan teknis
kependidikan kepada peserta didik.
D. Program Pengembangan Pendidikan Profesi Tenaga Kependidikan
Pendidikan
memiliki posisi yang strategis dan signifikan dalam menunjang upaya
keberhasilan pembangunan agar terarah kepada peningkatan tarap mutu kemakmuran,
kesejahteraan dan martabat hidup manusia. Oleh karena itu maka pada saat
sekarang ini telah banyak dilakukan studi yang intensif dan mendalam yang tertuju
kearah penemuan alternatif yang dapat ditempuh dalam pengembangan sumber daya
manusia, sehingga pemanfaatannya dan pemberdayaannya dalam pembangunan dapat
ditingkatkan.
Harbison dan Myers (1964) menyatakan bahwa pendidikan pada dasarnya meru-pakan
sarana dan cara utama yang paling strategis dalam pengembangan sumberdaya
manusia baik melalui pendidikan formal maupun nonformal di tingkat sekolah
dasar sampai pada pendidikan pada tingkat perguruan tinggi. Demikian pula
dengan merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992 dijelaskan bahwa
tenaga kependidikan khususnya guru merupakan komponen yang determinan dalam
penyelenggaraan pengem-bangan sumberdaya manusia dan menempati posisi kunci
dalam system pendidikKan nasional. Dampak mutu kemampuan professional dan
kinerja guru tidak hanya akan berkontribusi pada kualitas lulusan yang
dihasilkan melainkan juga akan berlanjut pada kualitas kinerja dan jasa para
lulusan dalam pembangunan, yang pada gilirannya kemudian akan nampak
pengaruhnya terhadap kualitas peradaban dan martabat hidup masyarakat, bangsa
serta umat manusia pada umumnya.
Tenaga kependidikan atau guru yang berkualitas seperti yang dimaksud
tersebut sudah tentunya dapat direalisasikan dan diwujudkan, oleh karena itu maka
penyiapan dan pengembangan seharusnya diupayakan melalui secara berencana dan
berkesinambungan. Upaya yang demikian itu merupakan suatu keharusan mengingat
tuntutan standar kualitas serta kebutuhan di lapangan terus menerus mengalami
perubahan dan perekembangan seirama dengan pesatnya laju perkembangan dan
inovasi ilmu pengetahuan serta rekayasa di segala bidang kehidupan secara
global.
Sehubungan dengan begitu strategis peranannya dan sebagai posisi kunci
dari tenaga kependidikan khususnya guru untuk berhasilnya suatu system
pendidikan, maka dalam pengembangan pendidikan tenaga guru pada saat sekarang
di Indonesia dilakukan dengan dua jenis model, yaitu pendidikan prajabatan dan
pendidikan dalam jabatan. Dua jenis pendidikan ini berbeda secara essensi dan
system pengelolaannya meskipun sifatnya sama yaitu berupaya untuk meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia khususnya guru.
Pendidikan prajabatan tenaga guru
merupakan pendidikan persiapan mahasiswa untuk meniti karir dalam bidang
pendidikan dan pengajaran. Pendidikan prajabatan merupakan suatu istilah yang
paling lazim digunakan pada lembaga pendidikan keguruan yang merujuk pada
pendidikan pelatihan yang dilakukan oleh lembaga jenjang pendi-dikkan di
perguruan tinggi atau iniversitas untuk menyiapkan mahasiswa yang hendak meniti
karir dalam bidang pendidikan. Fungsi esensi ini menuntut atmospir yang
kondusif dalam lembaga penyelenggara bagi penciptaan sajian-sajian bahan ajar
dengan derajat akademik dan kemampuan praktis yang tinggi sebagaimana
dipersyarakan untuk calon guru.
Pendidikan dalam jabatan yang
sering disebut dengan pendidikan, pelatihan dan pengembangan. Pendidikan,
pelatihan dan pengembangan dilandasi oleh asumsi bahwa sungguhpun karyawan
telah menjalani proses orientasi ketika mulai meniti karir dan yang sudah lama
bekerja telah memhami seluk beluk pekerjaan, dalam praktik tidak jarang muncul
kebisaan buruk dan memiliki produktivitas yang rendah. Siagian (1995) menya-takan
alasan yang sangat pundamental dari pengembangan personalia bahwa untuk
menghadapi tuntutan tugas sekarang terutama untuk menjawab tantangan masa
depan.
Sejalan itu Fliffo (1983) menyatakan bahwa setelah ditempatkan pada
posisi tertentu, karyawan harus ditingkatkan kemampuan dan keterampilannya agar
menampil-kan kinerja yang lebih baik daripada periode sebelumnya. Jadi kegiatan
pengembangan personalia tidak hanya untuk meningkatkan kemampuan dan
keterampilan melainkan bermanfaat jangka panjang untuk meningkatkan karir
karyawan, termasuk tanggungjawab terhadap
pekerjaan yang diembannya. Bahkan secara secara lebih rinci Castetter (1981)
menjelaskan bahwa manfaat pengembangan sumberdaya manusia adalah: (1) Meningkat-kan
performasi personalia sesuai dengan posisinya saat ini, (2) Pengembangan kemam-puan
personalia untuk mengantisipasi tugas-tugas baru yang bersifat reformasi, (3)
Merangsang pertumbuhan diri personalia bagi penciptaaan kepuasan kerja secaa
indivi-dual.
Dari kutipan di atas tampaknya menunjukkan bahwa pendidikan, pelatihan
dan pengembangan sangat bermanfaat bagi keperluan organisasi. Demikian juga
halnya dengan organisasi pendidikan. Kecendrungan yang ada pada saat ini
menunjukan bahwa rendahnya komitmen pada esesnsi dan eksitensi sumberdaya
manusia masih tampak, dan hal tersebut merupakan salah satu masalah yang
dihadapi dalam kegiatan pengembangan tenaga kependidikan khsusunya guru.
Demikian juga telah disadari betul bahwa rendah-nya komitmen terhadap esesnsi
dan eksistensi tenaga kependidikan khususnya guru tidak jarang akan
mengakibatkan guru hanya menerima sedikit rangsangan dalam mengimple-mentasikan
ide-ide dan keterampilan-keterampilan baru dalam proses pembelajaran.
E. Tahap-tahapan dalam Pengadaan Tenaga
Kependidikan yang Profesional
Dalam rangka pengadaan tenaga
kependidikan yang berkualitas khususnya guru dilihat dari dimensi sifat dan substansinya,
alur tahapan dalam pembentukannya yang benar-benar berkualitas dan profesional,
maka seharusnya melalui beberapa tahapan.
Pertama adalah berkaitan dengan system pengadaan atau penyediaan guru menurut
Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2008 tentang Guru telah menggariskan bahwa
pengadaan guru menjadi kewenangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan.
Sistem pengadaan guru yang dilakukan oleh lembaga pendidikan tenaga
kependidikan tersebut kemudian disebut dengan kebijakan penyediaan guru yang
berbasis perguruan tinggi (Badan PSDMPK-PMK. 2012). Demikian juga lembaga
pendidikan tenaga kependidikan yang dimaksud adalah perguruan tinggi yang
diberikan kewenangan sebagai penyelenggara dan pengadaan guru yang mencakup pada
pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau
pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu
kependidikan dan non kependidikan. Dengan demikian guru harus memiliki dan
memenuhi persyaratan kualifikasi akademik minimal S1/D-IV dalam bidang
kependidikan atau nonkependidikan dan telah menempuh dan dinyatakan lulus dalam
pendidikan profesi atau bersertifikat pendidik. Guru yang memenuhi kedua
persyaratan tersebut kemudian oleh pemerintah statusnya diakui sebagai guru
yang professional. Lebih lanjut dari peraturan pemerintah tersebut dapat
diketahui bahwa jumlah peserta pendidikan profesi guru akan ditetepkan oleh
menteri, yang ada kemungkinannnya didasari atas kuota kebutuhan formasi.
Beberapa hal lainnya yang dapat diketahui tentang pendidikan profesi guru
tersebut, pertama adalah calon
peserta pendidikan profesi guru berkualitas S1 dan/D-4, kedua sertifikat pendidik bagi calon guru harus diperoleh dari perguruan
tinggi yang memiliki dan menyelengarakan program tenaga kependidikan yang
terakreditasi, ketiga sertifikasi
pendidik bagi calon guru harus dilakukan secara obyektif, transfaran, dan
akuntabel, keempat jumlah peserta
didik program pendidikan profesi guru setiap tahun ditetapkan oleh menteri, kelima program pendidikan profesi guru diakhiri
dengan ujian kompetensi pendidik, keenam
uji kompetensi pendidik dilakukan melalui ujian tertulis dan kinerja sesuai
dengan standar kompetensi, ketujuh ujian
tertulis dilaksanakan secara komperehensif yang mencakup (1) wawasan atau landasan kependidikaan,
pemahaman terhadap anak didik, pengembangan kurikulum dan silabus, rancangan
pembelajaran dan evaluasi hasil belajar, (2) materi pelajaran secara luas dan
mendalam sesuai standar isi mata pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau
program yang diampunya, dan (3) konsep-konsep disiplin keilmuan, teknologi,
atau seni yang secara konsepsional menaungi materi pelajaran, kelompok ma
pelajaran, dan/atau program yang diampunya, kedelapan
ujian kinerja dilakukan secara holistic dalam bentuk ujian praktik
pembelajaran yang mencerminkan penguasaan kompetensi pendagogik, kepribadian,
professional dan social pada satuan pendidikan yang relevan.
Tahapan yang kedua dalam proses pengadaan tenaga kependidikan khususnya
guru adalah setelah calon guru tersebut direkrut mereka belum bisa langsung
bertugas secara penuh ketika pertama kali memasuki di sekolah, melainkan mereka
harus memasuki masa atau fase prakondisi yang disebut dengan induksi. Fase
induksi tersebut sebenarnya tidak saja dikenal dalam bidang pendidikan tetapi
secara teori manjemen adalah merupakan suatu tahapan yang memang harus dilalui
di dalam penerimaan pegawai baru. Demikian pula istilah induksi tersebut
kadang kala disebut pula dengan istilah yang lainnya seperti fase perkenalan,
fase orientasi. Kemudian titik tolak yang digunakan untuk menyusun suatu
program pengenalan adalah adanya suatu pandangan yang menyatakan bahwa para
pegawai baru pada dasarnya ingin diterima sebagai anggota yang baru. Sebagai
anggota yang baru ingin diperlakukan sebagai anggota secara baik,
bertanggungjawab dan ingin memberi kontribusi yang optimal kepada kepentingan
orgnanisasi (Manulang1988., 1994., Siagian 1999). Kemudian beberapa hal yang
menjadi bahan induksi tersebut adalah berkaitan dengan sejarah perusahaan,
barang yang dihasilkan, kesejahteraan pegawai, struktur organisasi,
peraturan-peraturan kerja, hak dan kewajiban pegawai, peraturan gaji, dan
peraturan promosi (Manulang1988). Sesuai dengan program induksi dalam bidang
pendidikan terutama dalam tahapan pengadaan guru program induksi
diidealisasikan guru akan dibimbing dipandu oleh mentor terpilih untuk kurun
waktu sekitar satu tahun, agar calon guru tersebut benar-benar siap menjalani
tugas-tugas profesional. Perlu pula ditegaskan bahwa program induksi ini
dilakukan terhadap calon guru yang direkrut yang sudah memiliki kualifikasi
minimum dan sertifikat pendidik yang secara hukum juga sudah memiliki
kewenangan penuh.
Setelah guru selesai menjalani
proses induksi dan kemudian secara rutin
keseharian menjalankan tugas-tugas profesional, profesionalisasi atau proses
penumbuhan dan pengembangannya tidak berhenti disitu saja melainkan perlu upaya
secara terus menerus untuk perlu
mendapatkan pembinaan dan pengembangan profesinya yang bisa dilakukan atas
insiatif sekolah dan inisiatif secara pribadi.
F. Rangkuman
Tenaga kependidikan memiliki
pengertian yang sangat luas karena di samping pendidik, seperti guru, dosen,
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, dan fasilitator, di
dalamnya juga termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS,
penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran,
teknisi sumber belajar, penguji dan yang lainnya.
Semua
jenis tenaga kependidikan tersebut sangat penting bagi pencapaian tujuan suatu
organisasi khususnya dalam bidang pendidikan. Menyadari begitu pentingnya
sumberdaya manusia tersebut, maka dalam penjelasan Peraturan Pemerintah No 38
Tahun 1992 dijelaskan bahwa tenaga kependidikan merupakan komponen yang
determinan dan menempati posisi kunci dalam sistem pendidikan nasional. Pengembangan
sumberdaya manusia atau tenaga kependidikan yang memiliki kualitas kemampuan
yang profesional dan kinerja yang baik, tidak saja akan mengkontribusi terhadap
kualitas lulusan yang dihasilkan, melainkan juga berlanjut pada kualitas
kinerja dan jasa para lulusan dalam pembangunan, yang pada gilirannya kemudian
akan berpengaruh pada kualitas peradaban dan martabat hidup masyarakat, bangsa,
serta umat manusia pada umumnya.
G. Evaluasi
1. Jelaskan pengertian Tenaga Kependidikan.
2. Sebutkan
jenis-jenis dan Kualifikasi Profesi Tenaga Kependidikan.
3. Jelaskan Program Pengembangan Pendidikan
Profesi Tenaga Kependidikan
4. Jelaskan tahap-tahapan dalam Pengadaan Tenaga
Kependidikan yang Profesional
BAB. III
HAKEKAT MAKNA, DAN CIRI-CIRI
PROFESI TENAGA KEPENDIDIKAN
A. Kompetensi Dasar dan
Indikator Pencapaiannya
Kompetensi Dasar
|
Indikator Pencapaiannya
|
Memahami Pengertian Profesi Tenaga Kependidikan.
|
Dapat menjelaskan pengertian tenaga pro-fesi kependidikan.
|
Memahami Ciri-ciri Profesi Tenaga Kepen-didikan.
|
Mampu membandingkan antara ciri-ciri profesi guru dengan sepuluh
indikator yang dievaluasi sebagai syarat seorang guru yang profesi.
|
Memahami Sejarah dan Petumbuhan Pro-fesi Tenaga Kependidikan
|
Dapat menjelaskan profesi guru sebagai profesi yang sangat dihargai,
dihormati, dan sangat mulia sejak jaman dahulu.
|
B. Pengertian Profesi Tenaga Kependidikan
Dalam kehidupan kita
sehari-hari akan sering dihadapkan dengan istilah profesi. Demikian pula
tampaknya istilah profesi tersebut mempunyai hubungan dengan berbagai istilah
yang lainnya, seperti profesional, profesionalisasi, profesionalisme, dan
profesi-onalitas. Untuk mengetahui bagaimana pengertian profesi tenaga kependidikan
berserta ciri-cirinya, serta bagaimana perbedaan pengertiannya dengan
istilah-istilah yang lainnya, sehingga tidak terjadi kesalah pahaman terhadap
pengertian profesi, maka dalam bab dua ini pembahasannya akan difokuskan pada
pengertian tenaga profesi kependidikan, dan istilah-istilah lainnya tersebut.
Profesi merupakan suatu
pekerjaan yang meminta pendidikan yang lebih tinggi, dan biasanya meliputi
pekerjaan mental, bukan pekerjaan kasar yang mengandalkan tenaga secara fisik.
Contoh profesi yang dapat disebutkan dalam tulisan ini, seperti mengajar,
keinsinyuran, kedokteran, hukum dan lain sebagainya. Dokter dan insinyur harus
melalui pendidikan tinggi yang cukup lama, dan menjalankan pelatihan berupa
pemagangan yang juga memerlukan waktu yang cukup lama sebelum memangku
jabatannya. Demikian juga setelah memangku jabatannya mereka juga dituntut
untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan tujuan untuk
dapat meningkatkan kualitas layananannya kepada masyarakat. Demkian juga hasil
pertemuan tim Pascasarjana LPTK Negeri se Indonesia 2007 yang diselenggarakan
di Undiksha Singaraja, merumuskan profesi tersebut sebagai spesialisasi
pekerjaan dan keahlian yang menuntut kemampuan terus-menerus berkembang dan
menyesuaikan diri terhadap tuntut-an kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni.
Dengan demikian sebenarnya
tidak semua pekerjaan itu bisa disebut dengan profesi, seperti halnya dalam
keseharian sering kita temukan yang memaknai pengertian profesi itu secara
salah, bahkan konotasinya negatif, seperti misalnya perampok yang profesional,
pencuri yang profesional, tukang becak yang profesional, dan lain-lainnya.
Contoh-contoh perbuatan atau pekerjaan seperti merampok, mencuri, pencopet
profesi-onal tersebut, bukan sebagai pekerjaaan yang dapat ditekuni karena
sebagai hasil yang dicapai melalui proses pendidikan yang lama dan pendidikan
tinggi, bukan sebagai hasil-hasil pelatihan atau pemagangan, bukan pekerjaan
yang memberikan pelayanan kepada masyarakat secara baik, tetapi justru bertentangan
dengan nilai-nilai, dan bertentangan dengan berbagai etika sosial dan
norma-norma, seperti norma agama, norma hukum, norma kesusilaan dan norma
kesopanan yang ada yang hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat.
Profesi merupakan suatu pekerjaan yang meminta spesialisasi dan pendidikan yang
relatif lama di perguruan tinggi dan diatur oleh suatu kode etik khusus
(Sutisna, 1983. Sanusi dkk, 1990, Situmorang, 1990. Makmun.1996). Profesi
merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan persyaratan khusus, seperti: menuntut
adanya kete-rampilan berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang
mendalam, menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan
bidang profesinya, menuntut adanya tigkat pendidikan yang memadai, adanya
kepekaan terhadap dampak kemasya-rakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya,
memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan (Ali.1985). Kemudian
Makmun lebih lanjut dengan mengutip pendapat Vollmer bahwa profesi sesungguhnya
merupakan suatu jenis model atau tipe pekerjaan ideal, yang dalam realitasnya
bukanlah hal yang mudah untuk dapat diwujudkan, namun demikian, bukanlah
merupakan suatu yang mustahil pula untuk dapat mencapainya, asalkan ada upaya
yang sungguh-sungguh kepada pencapaiannya.
Merujuk pada kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa profesi itu
merupakan suatu bidang pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratan khusus
sehingga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukannya. Persyaratan
khusus yang dimaksudkan kalau mengikuti uraian dari Sanusi dkk (1991) yang
menyebut dengan istilah ciri-ciri profesi, maka ciri-cirinya adalah meliputi:
1. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan
signifikansi sosial yang menentukan.
2. Jabatan yang menuntut memiliki
keterampilan/keahlian tertentu.
3. Keterapilan/keahlian yang dimiliki dan
dituntut oleh suatu jabatan tersebut didapat melalui pemecahan masalah dengan
menggunakan teori dan metode.
4. Suatu jabatan yang didasarkan pada batang
tubuh disiplin keilmuan yang jelas, sistematik, eksplsit, yang bukan hanya
sekedar pendapat khalayak umum.
5. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat
perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
6. Proses jabatan untuk pendidikan itu
merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri.
7. Dalam memberikan layanan kepada masyarakat
anggota profesi berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi
profesi.
8. Tiap organisasi profesi mempunyai
kebebasan dalam memberikan judgement terha-dap permasalahan profesi yang
dihadapinya.
9. Dalam perakteknya melayani masyarakat, anggota
profesi otonom dan bebas dari campur tangan orang luar.
10. Jabatan itu memiliki prestise yang tinggi
dalam masyarakat dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.
Pendapat yang lain tentang ciri-ciri profesi yang dapat dikutif sebagai
perban-dingnya adalah seperti yang dikemukakan oleh Ornsetein dan Levine (1984)
sebagai berikut di bawah ini.
1.
Melayani masyarakat merupakan karier yang dilaksanakan
sepanjang hajat, jadi tidak berganti-ganti.
2.
Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tetentu di luar
jangkauan khalayak ramai yang tidak bisa dilakukan oleh setiap orang.
3. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi
dari teori keperaktek.
4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu
yang panjang.
5.
Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk.
6.
Otonomi dalam mebuat keputusan tentang ruang lingkup
kerja tertentu.
7.
Menerima tanggungjawab terhadap keputusan yang diambil
dan unjuk kerja yang ditampilkan berhubungan dengan layanan yang diberikan.
Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku .
8.
Mempunyai kometmen terhadap jabatan dan klien, dengan
penekanan terhadap layanan yang akan diberikan.
9.
Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya,
relatif bebas dari super-visi dalam jabatan.
10. Mempunyai
organisasi yang diatur oleh anggota organisasi profesi sendiri.
11. Mempunyai
asosiasi profesi dan atau kelompok elit untuk mengetahui dan mengakui
keberhasilan anggotanya, keberhasilan tugas dokter dievaluasi dan dihargai oleh
organisasi IDI, bukan oleh Depkes.
12. Mempunyai
kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang
berhubungan dengan layanan yang diberikan.
13. Mempunyai
kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap
anggotanya.
14. Mempunyai status sosial dan ekonomi yang
tinggi bila dibandingkan dengan jabatan yang lainnya.
Demikianlah secara umum
gambaran pengertian tentang profesi. Di samping pengertian profesi secara umum,
tampaknya perlu juga dijelaskan isitilah-istilah lainnya yang mempunyai
keterkaitan langsung dengan profesi tersebut, karena walaupun mempunyai
hubungan langsung tetapi cukup memiliki pengertian dan makna yang berbeda.
Beberapa istilah yang mempunyai hubungan langsung dengan profesi yang disajikan
dalam pembahasan ini pertama tentang istilah profesional.
Istilah profesional merupakan
kata sifat yang bercirikan suatu pekerjaan yang dilengkapi dengan keahlian yang
memenuhi persyaratan khusus tertentu, sesuai dengan yang dituntut oleh profesi
yang bersangkutan. Hal demikian ini digunakan secara terkait dengan formalitas
wewenang melakukan profesi secara profesional, sebagai kebalikan dari pekerjaan
yang amatir. Jadi profesonal adalah terkait dengan pemenuhan akan
keahlian/kempetensi, kriteria, dan kualifikasi. Kompetensi, kriteria yang harus
dipenuhi dan kualifikasi yang dimiliki oleh seorang guru yang profesional akan
berbeda dengan seorang pengacara atau adpokat, demikian juga akan berbeda
dengan seorang arsitektur.
Kemudian yang kedua adalah
istilah profesionalisme. Istilah profesonalisme sebenarnya adalah menunjuk pada
suatu aliran penganut kualifikasi pekerjaan yang menuntut keterpenuhan
persyaratan profesional, sehingga istilah profesionalisme mengandung unsur mutu
atau kualitas serta wewenangnya sekaligus. Jadi profesionalisme tersebut
menunjuk pada orang atau sekelompok orang yang memiliki pemikiran-pemikiran
tentang suatu profesi dan lebih dari itu juga mencoba merumuskan kriteria yang
harus dipenuhi, sehingga juga memiliki kewenangan tetentu. Dengan demikian
profesionalisme dalam bidang keguruan atau kependidikan akan berbeda dengan
profesionalisme dalam bidang kenotariatan, demikian juga akan berbeda dengan
profesionalisme dalam bidang kedokteran. Karena pada dasarnya setiap orang atau kelompok
memiliki pemikiran-pemikiran yang berbeda terhadap suatu profesi tersebut.
Kemudian yang ketiga adalah istilah profesionalisasi. Istilah
profesionalisasi adalah menunjuk pada segala upaya yang dijiwai tanggungjawab
untuk memberi isi atau membentuk kualitas maupun kekhususan kepada suatu
pekerjaan yang profesional. Dalam
hubungan ini dapat diberikan contoh, seperti, misalnya profesi guru. Bagaimana
calon guru tersebut dibentuk, dibina, dan diproses oleh lembaga pendidikan
tinggi kependidikan atau keguruan yang dilandasi oleh profesionalisasi,
semestinya dilakukan dengan penuh dijiwai dan rasa tanggungjawab, dibentuk dan
dibina melalui proses yang cukup lama. Sehingga calon guru yang dibentuk dapat
melaksnakan tugasnya dengan profesional.
Demikian pula tampaknya dalam hubungan dengan
istilah lainnya yang lazim dan sering kita temukan dalam keseharian kita, yaitu
profesionalitas. Profesionalitas yang dimaksudkan di sini adalah menunjuk pada
kualitas hasil perkerjaan yang dilakukan oleh seseorang secara profesional.
Jadi lulusan atau autput suatu sekolah itu misalnya memiliki profesionalitas
yang tinggi.
Dengan adanya penjelasan
tentang berbagai istilah yang berkaitan dengan istilah profesi tenaga
kependidikan tersebut, tampaknya akan menambah dan memperkaya perbendaharaan pemahaman
bagi calon guru tentang profesi tersebut, dan sekaligus akan dapat menggunakan
istilah-istilah tersebut dikemudian hari secara baik dan lebih tepat, sehingga
pemaknaannya juga akan lebih benar.
Kemudian permasalahan lain
yang juga muncul dalam pembahasan tentang pengertian profesi ini adalah
jenis-jenis atau bidang-bidang pekerjaan yang bagaimana atau yang mana saja
secara akademik yang telah ada, atau yang sedang bekembang dalam masyarakat
yang bisa disebut sebagai suatu profesi. Dalam hubungan ini Richey (1974)
menjelaskan dan mengkategorikan profesi tersebut sebagai berikut: (1) profesi
yang telah mapan, (2) profesi baru, (3) profesi yang sedang tumbuh, (4) semi
profesi, dan (5) jabatan atau tugas atau pekerjaan yang belum jelas tuntutan
status keprofesiannya. Namun Richey tidak menjelaskan lebih jauh secara lengkap
tentang contoh-contoh, maupun dasar-dasar yang digunakan untuk mengelompokan
dari masing-masing jenis keprofesian tersebut. Richey hanya memberi
contoh-contoh pekerjaan yang dikategorikan profesi yang semi profesional,
seperti: keperawatan, dan guru khususnya guru untuk sekolah dasar. Kemu-dian penjelasan
tentang jenis-jenis profesi tersebut tampaknya juga dapat mengikuti uraian dari
pakar yang lainnya, seperti Makmun (1996) misalnya menjelaskan pekerjaan yang
dapat digolongkan dengan profesi yang sudah mapan adalah seperti: hukum, dan
kedokteran, kemudian profesi baru seperti: akuntan, dan arsitek, bahkan
kemeliteran khusushya ABRI juga menyatakan dirinya sebagai prajurit yang
profesional. Sutisna (1983) menjelaskan bahwa yang termasuk profesi yang sedang
tumbuh dan berkembang adalah bidang kependidikan khususnya bidang administrasi
pendidikan.
Jadi dari uraian di atas
walaupun sepintas ada pendapat yang menjelaskan bahwa guru tersebut hanya
sebagai salah satu contoh dari pekerjaan yang dikategorikan semi profesinal,
kemudian bidang administrasi pendidikan sebagai profesi yang sedang tumbuh dan
berkembang, paling tidak dapat dijadikan salah satu petunjuk bahwa pekerjaan di
bidang kependidikan adalah secara universal telah dikenali secara akademik
sebagai salah satu jenis keprofesian. Lebih dikuatkan lagi pada kenyataannya
sekarang ini secara kebijakan dan legal bahwa di Indonesia khususnya pekerjaan
guru dan dosen telah diakui sebagai profesi seperti yang diatur dalam
Undang-undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Mudah-mudahan pengakuan
secara kebijakan dan legal tersebut juga akan diberlakukan terhadap pekerjaan
kependidikan yang lainnya, seperti pengawas, kepala sekolah, maupun guru BP
misalnya.
C. Ciri-ciri Profesi Tenaga Kependidikan
Setelah dibahas ciri-ciri
profesi secara umum, maka dalam pembahasan di bawah ini disajikan ciri-ciri
dari profesi tenaga kependidikan khususnya profesi guru. Di bawah ini
disajikan ciri-ciri profesi guru menurut National
Education Association (NEA.1984) sebagai berikut:
1. Jabatan yang melibatkan kegiatan
intektual.
2. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh
ilmu yang khusus.
3.
Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang
lama.
4.
Jabatan yang memerlukan yang latihan dalam jabatan yang
berkesinambungan.
5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan
keanggotaan yang permanen.
6. jabatan yang menentukan standarnya
sendiri.
7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di
atas keuntungan pribadi.
8.
Jabatan yang memiliki organisasi profesional yang kuat
dan terjalin erat.
Kemudian ada juga pendapat yang menyatakan bahwa syarat-syarat profesi
guru tersebut adalah mencakup: memiliki kualifikasi pendidikan yang memadai,
memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuninya, memiliki
kemampuan untuk berkomunikasi dengan anak didiknya, mempunyai jiwa kreatif dan
produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen yang tinggi terhadap profesinya,
melakukan pengembangan diri secara terus menerus melalui organisas profesi,
internet, buku, seminar, dan semacamnya (Kunandar. 2007).
Berbeda dengan Undang-undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
tidak secara jelas menyebut dengan istilah kriteria atau ciri-ciri profesi guru,
tetapi disebutkan guru sebagai suatu profesi dilaksanakan berdasarkan prinsip
sebagai berikut:
1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan
idealisme.
2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu
pendidikan keimanan, ketaqwaan, dan ahklak mulia.
3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar
belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai
dengan bidang tugas.
5. Memiliki tanggungjawab atas pelaksaaan
tugas keprofesioanalan.
6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan
sesuai dengan prestasi kerja.
7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan
keprofesionalan sesuai secara berkelan-jutan dengan belajar sepanjang hayat.
8.
Memiliki jaminan perlindungan hukum dala melaksanakan
tugas keprofesionalan, dan
9.
Memiliki oganisasi profesi yang mempunyai kewenangan
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionlan guru.
Demkian juga hasil pertemuan tim Pascasarjana LPTK Negeri se Indonesia
2007 yang diselenggarakan di Undiksha Singaraja, menjelaskan bahwa profesi guru
menuntut dimiliki kemampuan: (1) kompetensi paedagogik, (2) kompetensi
kepribadian, (3) kom-petensi sosial, (4) kompetensi profesional. Berdasarkan pada
beberapa ciri dan prinsip dari profesi guru tersebut, lebih lanjut juga
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan profesi guru adalah merupakan pekerjaan
bidang pendidikan yang menuntut memiliki kemampuan tertentu. Pengertian profesi
guru yang agak lebih lengkap dapat dirumuskan sebagai suatu pekerjaan yang
membutuhkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, keahlian dan ketelatenan
untuk menciptakan anak memiliki perilaku sesuai dengan yang diharapkan (Yamin.
2007). Bahkan lebih lanjut ada yang menyatakan profesi guru adalah suatu
jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan
oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan, walaupun pada kenyataannya
masih terdapat hal-hal tersebut di luar bidang kependidikan (Uno. 2007).
Berdasarkan kutipan kriteria profesi guru yang dimaksudkan oleh NEA dan
prinsip profesi guru yang diatur dalam undang-undang guru dan dosen tersebut
tampak-nya kriteria profesi guru begitu luas dan komplek, sedangkan kriteria
profesi yang dirumuskan oleh tim Pascasarjana se Indonesia tahun 2007 di
Undiksha Singaraja tampaknya mempersempit makna kriteria profesi tersebut hanya
dilihat dari sisi kemampuan profesionalnya saja, karena hanya melihat dari
kriteria kompetensinya saja, yaitu: (1) kompetensi paedagogik, (2) kompetensi
kepribadian, (3) kompetensi sosial, (4) kompetensi profesional, padahal
kriteria dari profesi begitu luas dan kompleksnya. Kemudian pembahasan tentang
kompetensi guru tersebut akan dikaji secara lebih dalam dan lebih luas dalam
bagian khusus dari suatu bab dalam buku ini, khususnya bagian yang membahas
kompetensi profesional guru.
D. Sejarah
dan Petumbuhan Profesi Tenaga Kependidikan
Perkembangan posisi dan eksestensi profesi tenaga kependidikan pada jaman
dahulu khususnya guru mempunyai pengakuan status, kedudukan dan martabat yang
sangat tinggi dan sangat dihormati dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari
sebutan guru yang dikaitkan dengan nama Tuhan, seperti, misalnya Shang Hyang
Batara Guru, yang tiada lain dianggap sebagai Sang Hyang Widhi Wasa yang
menciptakan segala alam semesta. Di samping hal tersebut di dalam masyarakat
Hindu di Bali istilah guru juga dikaitkan dengan ajaran agama yang disebut
istilah Catur Guru, yang artinya empat penuntun yang mengemban tugas berat, dan
sangat mulia yang harus dihormati sehari-hari, yang terdiri dari Guru
Swadhyaya, Guru Rupaka, Guru Pengajian, dan Guru Wisesa. Guru Swadhyaya atau
Ida Shang Hyang Widhi Wasa yang telah menciptakan mahluk terutama manusia yang
termulia yang dibekali bayu, sabda, dan idep sudah tentu akan dapat berpikir
merasa bersyukur kehadapannya, karena berkat jasa beliaulah manusia ini ada,
dan dalam keadaan selamat sehingga dapat berbuat baik untuk meningkatkan
derajat hidup sekala niskala. Guru Rupaka yang dimaksudkan di sini adalah bapak
dan ibu kandung yang berjasa secara langsung melahirkan, memelihara dan
mendidik dengan rasa tanggugjawab sehingga kita sebagai keturunannya menjadi
orang yang suputra. Guru Pengajian yang dalam ini dimaksudkan adalah guru yang
mendidik dan mengajarkan segala macam ilmu pengetahuan yang sangat berguna
dalam hidup dan meningkatkan derajat hidup untuk mencapai tujuan hidup manusia.
Demikian juga yang dimaksudkan dengan Guru Wisesa yaitu dalam hal ini
pemerintah yang mengatur dan membimbing masyarakat berdasarkan pada Pancasila
dan UUD 1945 untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur.
Demikianlah begitu sangat tingginya penghormatan yang diberikan oleh masyarakat
terhadap guru tersebut, karena guru berat dan sarat dengan ilmu pengetahuan
(Amir. 2006), sehingga tampaknya digunakan untuk menunjukkan segala sesuatu
yang harus sangat kita hormati dikaitkan dengan istilah guru.
Kemudian untuk menunjukkan rasa penghormatan terhadap profesi guru karena
memiliki peranan, status, kedudukan, derajat dan martabat yang begitu penting dan tinggi tersebut, maka sebutan guru
sering juga dikaitkan dengan Kiyai, Ustadz, Resi, Bagawan, Pendeta dan lain
sebagainya.
Pada jaman penjajahan Belanda, Inggris, dan Jepang mulai ada keccndrungan
untuk membedakan posisi tenaga kependidikan khususnya guru tersebut. Ada yang diposisikan sebagai pengemban
misisonaris keagamaan, seperti, misalnya dalam agama Kristiani. Demikian juga
ada yang diposisikan sebagai pegawai sipil dengan sebutan sebagai guru yang
disiapkan melalui sekolah guru, seperti Normalschool
(NS) untuk sekolah dasar, van
Deventer School (VDS) untuk guru sekolah dasar putri, Kweekschool (KS) untuk guru sekolah dasar, dan Curssus Operleiding voor Volks Onderwyzer (OVVO) atau Curssus voor Onderwyzer (CVO ) bagi
anak-anak di desa (SD) dan Bumi Putra (Supriadi 2003). Guru pada jaman Belanda
tersebut sebagai misionaris maupun sebagai pegawai sipil pada masa itu tetap
dihormati seperti halnya pada jaman sebelumnya. Lebih-lebih para guru Bumi
Putra pada waktu itu merupakan kaum inte-lektual yang ikut sebagai penggerak
tumbuhnya perkumpulan perjuangan bersama para politisi dan pejuang yang
lainnya. Demikian pula pada jaman Jepang Danshi
Shikan Gakko yaitu sekolah guru laki-laki, Zyooshi Shikan Gakko sekolah gru perempuan, Kooto Shikan Gakko sekolah guru tinggi, dan Kantei Shikan yaitu
kursus guru darurat. Pada waktu itu pula, yaitu tanggal 25 Nopember 1945 PGRI
didirikan yang karakteristiknya lebih condong sebagai organisasi perjuangan
ketimbang sebagai suatu oragnisasi profesi.
Pada masa setelah perang
kemerdekaan, tingkat pendidikan masyarakat Indonesia ternyata sangat
memperihatinkan, karena lebih dari 90 % penduduk yang berjumlah 70 juta jiwa
itu masih buta hurup. Sedangkan di sisi lain pada saat itu jumlah guru yang
berkualifikasi lulusan Normalschool (NS)
ke atas jumlahnya hanya sekitar ratusan saja, serta guru lulusan OVVO atau CVO
jumlahnya sekitar ribuan saja. Karena itu pada saat itu dapat dimaklumi siapa
saja yang merasa terpanggil untuk membantu sesamanya belajar tentang
tulis-baca-hitung sangat dianjurkan oleh pemerintah untuk memberantas buta
hurup. Kemudian barulah setelah Undang-undang No. 4 Tahun 1950 dan
Undang-undang No. 12 Taun 1954 tentang Dasar-dasar Pengajaran di Sekolah
diberlakukan, pendirian KPKPPB, SGB, dan SGA diselenggarakan secara meluas
ditanah air, demikian juga beberapa PTPG serta B.I, dan B.II yang kemudian
berkembang menjadi IKIP. Sementara itu untuk membantu mereka yang telanjur
terpanggil melibatkan diri menjadi guru namun belum sempat memperoleh
pendidikan prajabatannya yang relevan, KLP-SGB, KGB dan KGA serta RBB dan RBA
dan beberapa perguruan tinggi LPTK
swasta juga mulai dikembangkan secara luas.
Kemudian pada awal pembangunan jangka panjang yang kedua, secara tentatif
tercatat sekitar 1,8 juta guru dari sekitar 4,5 juta pegawai negeri sipil yang
latar belakang pendidikannya dan kualifikasinya berbeda-beda. Mereka yang
bertugas di SD saja baru sekitar kurang dari 10 % yang sudah berkualifikasi
lulusan D.II yang dijadikan standar minimal kewenangannya sejak awal 1990 an
dari jumlah total sekitar 1,2 juta. Perlu juga dicatat bahwa sekitar
diperkirakan masih banyak lulusan SPG hingga kini masih tidak menentu nasibnya
karena yang dapat diangkat menjadi guru dalam jumlah terbatas dan itupun hanya
lulusan D.II.
Sungguh kontradiktif keadaannya
antara harapan dengan tuntutan terhadap sistem pendidikan nasional yang harus
mampu mempersiapkan sumberdaya manusia yang berkualitas guna menghadapi
globalisasi dan milinium ketiga, dengan kebijakan yang cendrung kurang
menguntungkan perkembangan guru. Berbagai upaya sebenarnya telah banyak
dilakukan oleh pemerintah selama ini, tetapi tampaknya masih kurang berhasil.
Perkembangan LPTK tampaknya masih asyik dengan fokus kegiatan pada pendidikan prajabatan
guru juga terus digoyang isu eksestensinya yang dinyatakan kurang jelas secara
konseptual dan arahnya. Sementara itu PGRI sebagai perkumpulan guru masih tetap
berkutat mengurus sekolahnya sendiri sementara kegiatan yang menunjang ke arah
pengembangan kualitas kemampuan profesionalnya cendrung terabaikan.
Peluang untuk melakukan pengembangan
profesi guru itu tampaknya cukup terbuka ketika mulai diberlakukannya
Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tetang Sistem Pendidikan Nasional, dan Peraturan
Pemerintah No. 38 Tahun 1992 yang mengatur tentang Tenaga Kependidikan,
khususnya dalam hubungan ini guru. Lahirnya dan diberlakukannya Undang-undang
No. 2 Tahun 1989 tersebut sebenarnya merupakan keberhasilan yang besar dan luar
biasa, karena mulai sejak itu sistem pendidikan di Indonesia memiliki landasan
konstitusional yang konsisten sesuai dengan UUD 1945, yang seyogianya harus
dilakukan secara sinergi dari semua pihak mulai dari pemakai dalam hal ini
penyelenggara dan pengelola satuan pendidikan, LPTK, organisasi profesi, dan
tenaga kependidikan, dan tenaga pendidik khususnya guru. Ternyata peluang untuk
mengembangkan tenaga kependidikan khususnya guru untuk menjadi tenaga
profesional masih rendah, hal ini secara jelas dapat dilihat dari mutu
pendidikan di Indonesia
masih tetap menghasilkan sumberdaya manusia yang mutunya masih rendah. Banyak
faktor yang menyebabkan keprofesionalan guru tidak dapat dikembangkan,
diantaranya karena sistem pendidikan guru pada saat itu kurang mengarah dan
mengaplikasikan kaidah-kaidah dan prisip-prinsip keprofesionalan.
Dengan diberlakukannya Undang-undang
No. 20 Tahun 2003 sebagai pengganti Undang-undang No. 2 Tahun 1989 yang
mengatur tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-undang No. 14 Tahun 2005
yang mengatur tentang Guru dan Dosen, yang kemudian ditindaklanjuti oleh
pemerintah dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2007 tentang
Sertfikasi Guru, hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan
keprofesionalan guru tersebut. Sertifikasi guru dalam jabatan telah dimulai
sejak tahun 2007 dan akan terus bergulir sampai semua guru yang ada sekitar 2,7
juta orang memperoleh sertifikat pendidik. Demikian pula bagi mereka yang
sedang mempersiapkan diri untuk dapat menjadi guru dan memiliki sertifikat pendidik,
harus mengikuti program Pendidikan Profesi Guru (PPG) sebagai wadah para
lulusan S1 dan D4 untuk menempuh pendidikan profesi dan bidang keahlian
keguruan yang bermuara pada penganugrahan sertifikat pendidik kepada mereka
yang telah menamatkan program PPG. Setifikat Pendidik ini kemudian dapat digunakan
sebagai salah satu dasar syarat untuk dapat melamar dan diangkat menjadi guru,
baik pada lembaga pendidikan formal, jalur pendidikan nonformal, atau informal
dengan status pendidik bersertifikat. Lebih dari itu pendidik yang
bersertifikat akan memperoleh perlindungan dari pemerintah atas haknya
berkenaan dengan dimilikinya sertifikat pendidik tersebut.
E. Rangkuman
Profesi merupakan suatu bidang
pekerjaan yang ideal tertentu yang menuntut persyaratan khusus sehingga
meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukannya. Profesi
tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut: (1) profesi yang telah mapan, (2)
profesi baru, (3) profesi yang sedang tumbuh, (4) semi profesi, dan (5) jabatan
atau tugas atau pekerjaan yang belum jelas tuntutan status keprofesiannya. Contoh-contoh
pekerjaan yang dikategorikan sebagai profesi yang semi profesional, misalnya
adalah keperawatan, dan guru khususnya guru untuk sekolah dasar, profesi
yang dapat digolongkan mapan adalah
seperti: hukum, dan kedokteran, kemudian profesi baru seperti misalnya akuntan,
dan arsitek, dan kemeliteran khusushya ABRI juga menyatakan dirinya sebagai prajurit yang
profesional. Guru di Indonesia yang pada saat sekarang ini secara legalnya
sudah diatur sebagai profesi, walaupun secara teori ada pendapat yang
menyatakan sebagai suatu profesi yang sedang tumbuh.
F. Evaluasi
1. Jelaskan
pengertian tenaga profesi kependidikan.
2. Bandingkanlah antara ciri-ciri profesi guru
dengan sepuluh indikator yang dievaluasi
sebagai syarat seorang guru yang profesi.
3. Jelaskan profesi guru sebagai profesi yang
sangat dihargai, dihormati, dan sangat mulia sejak jaman dahulu.