Analisis Pengembangan Sumber Daya Manusia

BAB. I
PENDAHULUAN

A. Rasional Penulisan Buku
Program studi yang dibina di lingkungan program pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja terdiri dari Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Program Studi Administrasi Pendidikan, Program Studi Teknologi Pendidikan, Program Studi Pendidikan Dasar, Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, dan Program Studi Pendidikan Matematika. Semua program studi yang ada dan dikelola di lingkungan Undiksha ini memiliki visi, misi dan tujuan masing-masing. Program Studi  Adminsitrasi Pendidikan misalnya memiliki visi menjadikan Program Studi Administrasi Pendidikan memiliki kualitas yang unggul dan andal dalam pengembangan sumberdaya manusia, dapat mengikuti tantangan dan tuntutan kemajuan pembangunan pendidikan nasional, dan kompetitif dalam perkembangan dunia global. Misi Program Studi Administrasi Pendidikan adalah pertama menyelenggarakan program pendidikan yang menyiapkan tenaga ahli dalam bidang kependidikan, tenaga pendidik yang profesional (Dosen), calon kepala sekolah dari tingkat SD sampai pada SMTA, calon pengawas dari tingkat SD sampai pada tingkat SMTA, dan tenaga ahli perencanaan dalam bidang pendidikan, kedua menyelenggarakan penelitian dalam bidang pendidikan utamanya dalam bidang adminis-trasi pendidikan dalam arti yang luas, dan yang ketiga adalah menyelenggarakan pengabdian pada masyarakat dalam rangka ikut memecahkan berbagai masalah dalam bidang kependidikan dan masalah-masalah pembangunan yang lainnya di tingkat kabupaten, propinsi, dan tingkat nasional. Kemudian tujuan dari Program Studi  Admi-nistrasi Pendidikan adalah pertama menghasilkan lulusan sebagai tenaga ahli dalam bidang kependidikan, tenaga pendidik yang profesional (Dosen) dalam Administrasi Pendidikan, calon kepala sekolah tingkat SD sampai SMTA, pengawas dari tingkat SD sampai SMTA, tenaga ahli perecanaan, dan tenaga ahli perencanaan dalam bidang pendidikan, kedua menghasilkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan humaniora yang menunjang pengembangan ilmu kependidikan, dan pelaksanaan tugas profesi tenaga pendidikan (Dosen), utamanya dalam bidang administrasi pendidikan dalam arti yang yang luas, serta yang ketiga adalah menyelenggarakan pengabdian pada masyarakat dalam rangka ikut memecahkan berbagai masalah dalam bidang kependidikan umumnya dan bidang manajemen pendidikan pada khususnya, dan masalah-masalah pembangunan yang lainnya di tingkat kabupaten, propinsi, dan tingkat nasional.
Pada saat sekarang ini di tahun 2012 terungkap berbagai permasalahan yang dihadapi oleh Program Pascasarjana Program S2 Undiksha Singaraja, khususnya Program Studi Administrasi Pendidikan, seperti masa studi mahasiswa adalah berkisar antara lima sampai dengan tujuh semester. Demikian pula IPK komulatif yang dicapai oleh para lulusan berkisar antara 3,00 sampai dengan 3, 50. Dilihat dari masa studi dan IPK yang dicapai mahasiswa menunjukkan bahwa proses penyelenggaraan pendidikan pada program Pascasarjana di Undiksha belum terlaksana secara maksimal.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan penyelenggaraan pendidikan pada Program Pascasarjana Undiksha belum dapat dilaksanakan secara maksimal, diantaranya adalah fasilitas yang mendukung perkuliahan seperti buku literatur yang tersedia baik di perpustakaan umum di Undiksha maupun di perpustakaan Program Pascasajana masih terbatas dan kurang lengkap. Keterbatasan pasilitas buku-buku di perpustakaan ini terungkap dalam laporan dan temuan penelitian Trecer Study yang dilakukan oleh tim dosen Program Pascasajana di Undiksha terhadap lulusan Program Pascasarjana yang dilakukan secara berturut-turut dalam waktu dua tahun terakhir ini yaitu tahun 2010 dan tahun 2011 (Koyan, dkk. 2010, 2011). Keterbatasan dan kelangkaan buku-buku literatur tersebut lebih diperparah dengan mahalnya harga buku, sulitnya dan sangat jarang dapat ditemukan di toko-toko buku sehingga sulit dapat dicari dan dibeli untuk dimiliki bagi para mahasiswa.
Permasalahan lainnya yang dihadapi oleh mahasiswa program Pascasarjana pada saat ini adalah bahwa sebagian besar inputnya berasal dari guru-guru mulai dari guru SD, SMTP, dan SMTA yang tersebar di seluruh pulau Bali. Untuk mengakses semua guru yang akan melanjutkan studi lanjut, maka perkuliahan untuk mahasiswa program pascasarjana tersebut dikonsentrasikan di dua kampus yaitu kampus Singaraja, dan kampus Pegok Denpasar. Di sisi yang lain pada saat sekarang ini teknologi imformasi komunikasi begitu pesat perkembangannya dan sangat canggih. Lebih dari itu teknologi imformasi komunikasi sudah dikembangkan dalam penyelengagaran pendidikan jarak jauh pada beberapa jenjang pendidikan dan dapat berhasil dengan baik.
Untuk mengatasi permasalahan kelangkaan buku-buku yang mendukung kelan-caran perkulihan mahasiswa yang berlokasi pada dua lokasi yang cukup berjauhan yaitu di kampus Singaraja dan kampus Pegok Denpasar, maka perlu dilakukan penelitian pengembangan dengan mengangkat judul ”Pengembangan Perangkat Pembelajaran Mata Kuliah Analisis Pengembangan Sumberdaya Pendidikan, Analisis Pengendalian Mutu Pendidikan, Supervisi Pendidikan, dan Problematika pendidikan Berbasis E-Learning
Jadi dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan menghasilkan produk paling tidak empat buah buku yang diharapkan dapat mendukung materi perkulihan dalam mata kuliah: (1) Analisis pengembangan sumberdaya pendidikan, (2) Analisis pengendalian mutu pendidikan, (3) Supervisi pendidikan, dan (4) Problematika pendi-dikkan dengan berbagai keterbatasannya yang dapat mengatasi kelangkaan ketersediaan buku-buku literatur, dan secara teknis ada peluang untuk mengembangkan proses pembe-lajaran yang berbasis E-Learning.
Jadi tujuan utama penulisan buku ini adalah pembangunan perangkat lunak (software) yang akan dipasang pada portal web e-learning Program Pascasarjana Undiksha untuk menyediakan sumber belajar alternatif kepada mahasiswa khususnya untuk mendukung materi mata kuliah Analisis Pengembangan Sumberdaya Tenaga Kependidikan.

B. Standar Kompetensi
Melalui mata kuliah ini mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan, wawasan, pemahaman terhadap berbagai konsep dan teori tentang tentang sumberdaya pendidikan mampu menganalisis keterpaduan antara sumberdaya (sumberdaya manusia tenaga kependidikan khususnya guru) mampu memecahkan berbagai masalah sumberdaya pendidikan serta terampil mengaplikasikannya sebagai tenaga kependidikan dalam bidang pembelajaran.
  
BAB. II
PENGERTIAN, JENIS-JENIS DAN KUALIFIKASI
TENAGA KEPENDIDIKAN



A.    Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya


Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaiannya
Memahami pengertian Tenaga Kependi-dikan
Dapat menjelaskan pengertian Tenaga Kependidikan
Memahami jenis-jenis dan Kualifikasi Profesi Tenaga Kependidikan
Dapat menyebutkan jenis-jenis dan Kuali-fikasi Profesi Tenaga Kependidikan
Memahami Program Pengembangan Pendi-dikan Profesi Tenaga Kependidikan
Dapat menjelaskan Program Pengembang-an Pendidikan Profesi Tenaga Kependidik-an
Memahami Tahap-tahapan dalam Pengada-an Tenaga Kependidikan yang Profesional
Dapat menlaskan tahap-tahapan dalam Pengadaan Tenaga Kependidikan yang Profesional


B.     Pengertian Tenaga Kependidikan

Tenaga kependidikan adalah semua anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelengaraan pendidikan. Dari pengertian tenaga ke-pendidikan tersebut tampaknya memiliki pengertian yang sangat luas sekali. Oleh karena itu untuk lebih jelasnya pengertian tersebut, serta untuk dapat mengetahui bagaimana kedudukan dan posisi tenaga kependidikan khususnya guru sebagai tenaga profesi, maka dalam bab satu ini dibahas beberapa aspek yang berkaitan dengan pengertian dan jenis-jenis tenaga kependidikan.
            Tenaga kependidikan dalam beberapa kepustakaan disebut dengan nama yang berbeda-beda. Sutisna (1983) menyebut dengan istilah personil, Engkoswara (1987) menyebut dengan istilah sumber daya insani, Wijono (1989) menyebut dengan istilah ketenagaan sekolah, Harris, dkk (1979) menyebut dengan istilah personel, kemudian Makmun (1996) menyebut dengan istilah tenaga kependidikan, sedangkan kalau melihat Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992 yang mengatur tentang tenaga kependidikan di Indonesia, dan Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutnya dengan istilah tenaga kependidikan.
            Dari berbagai istilah yang berkaitan dengan tenaga kependidikan tersebut secara teoritik semuanya memang benar dalam arti dapat diterima, lebih-lebih istilah tenaga kependidikan yang memiliki landasan hukum, yaitu Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 tampaknya akan lebih tepat. Namun perlu diketahui bahwa dalam manajemen juga dikenal dan digunakan istilah secara lebih umum, yaitu istilah sumber daya manusia. Kemudian dalam kaitannya dengan tulisan di buku ini, maka istilah yang digunakan barangkali dan bisa jadi istilah-istilah tersebut akan digunakan secara silih berganti, karena pada dasarnya adalah sama saja.
            Persoalannya yang muncul dan perlu dibahas adalah siapakah yang dimaksud dengan tenaga kependidikan. Menurut ketentuan umum Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya pasal 1 (5) tenaga kependidikan yang dimaksud adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelengaraan pendidikan. Dalam pasal 1 (6) tersebut juga dijelaskan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan yang lainnya yang sesuai dengan kekhususannya, serta partisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
            Berdasarkan pada bunyi pasal 1 (5) dan (6) Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tersebut dapatlah diketahui bahwa tenaga kependidikan tersebut adalah memiliki makna dan cakupan yang jauh lebih luas dari pendidik. Bisa jadi yang dimaksud termasuk dengan tenaga kependidikan tersebut di samping pendidik, seperti guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, dan fasilitator, adalah juga termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, penguji dan yang lainnya.
            Semua jenis sumberdaya manusia atau tenaga kependidikan tersebut penting untuk dibahas dalam kajian ini karena sangat bermanfaat tidak saja untuk kepentingan dalam pengembangan keilmuan atau dalam bidang teoritik akademik, tetapi yang lebih penting adalah untuk kepentingan praktis dalam rangka dapat mengkontribusi pelaksanaan pengembangan tenaga kependidikan khususnya guru yang dianggap ideal. Memang demikianlah kenyataannya sumber daya manusia tersebut dalam segala fungsi dan perannya sangat penting bagi pencapaian tujuan suatu organisasi termasuk dalam bidang pendidikan. Sebab kebijakan dalam pengelolaan sumbedaya manusia yang dilandasi oleh suatu persepsi dan kajian teori yang keliru dan salah, yang dijadikan dasar dalam mengelola semua faktor sistem pendidikan lainnya yang berupa uang, material yang melimpah ruah, dan fasilitas yang lengkap tersebut tidak akan menjadi signifikan dan determinan dalam mencapai tujuan pendidikan. Sumberdaya manusia akan sangat menentukan keberhasilanya, dan memang agak berbeda dengan mengelola material yang berupa mesin-mesin atau teknologi yang canggih dimana mesin-mesin tersebut walaupun juga menentukan keberhasilan suatu organisasi, tetapi mesin-mesin tersebut tidak akan bisa mengeluh, tidak bisa melawan perintah, tidak akan mangkir dalam melaksanakan tugas, tidak akan melaksanakan pemogokan, tidak akan terlibat dalam konflik-konflik seperti manusia, tidak akan bisa mengajukan tuntutan perbaikan nasib, dan perbuatan-perbuatan negatif yang lainnya (Siagian.1999). Menyadari begitu pentingnya sumberdaya manusia tersebut, maka dalam penjelasan Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 1992 dijelaskan bahwa tenaga kependidikan merupakan komponen yang determinan dan menempati posisi kunci dalam sistem pendidikan nasional. Pengembangan sumberdaya manusia atau tenaga kependidikan yang memiliki kualitas kemampuan yang profesional dan kinerja yang baik, tidak saja akan mengkontribusi terhadap kualitas lulusan yang dihasilkan, melainkan juga berlanjut pada kualitas kinerja dan jasa para lulusan dalam pembangunan, yang pada gilirannya kemudian akan berpengaruh pada kualitas peradaban dan martabat hidup masyarakat, bangsa, serta umat manusia pada umumnya. Demikian juga untuk lebih dapat memahami kajian tentang profesi kependidikan ini secara konseptual dan teoritik, lebih empirik serta praktis, maka kajiannya akan difokuskan pada profesi tenaga kependidikan tetentu saja, khususnya profesi keguruan, karena tampaknya profesi inilah paling dekat dengan kepentingan pembinaan mahasiswa sebagai calon guru yang disebut profesi. Lebih penting dan lebih menarik karena pada saat ini dalam kebijakan pemerintah yang mengatur tentang tenaga kependidikan tampaknya hanya baru guru dan dosen ditetapkan dan diatur secara legal sebagai profesi. Sedangkan tenaga kependidikan yang lainnya masih belum diatur, walaupun mungkin secara akademik dan fungsional sering dan sudah disebut atau menamakan dirinya sebagai profesi, seperti konsoler, pustakawan, laboran, teknisi dan lain sebagainya, dan bahkan organisasi profesinya sudah dibentuk. Dengan mengkhususkan fokus kajiannya pada profesi keguruan ini, juga akan lebih mudah dalam memberikan berbagai ilustrasi, contoh-contoh, pendalaman maupun dalam pengayaannya. Sudah tentunya cara pembahasan tentang pengembangan sumberdaya manusia atau masalah-masalah keprofesian dalam bidang bisnis, dan dalam bidang kependidikan seperti dalam pembahasan ini tidak akan sama dengan pandangan terhadap pembahasan masalah-masalah sumberdaya manusia seperti yang dikemukakan oleh Harris, dkk (1979) yang menguraikan bahwa masalah-masalah personnel dalam bidang pendidikan antara lain disebutkan adalah mencakup: susunan kepegawaian, fungsi staf, inovasi dan tradisi dalam penyusunan kepegawaian, mengatur pelayanan personalia, sifat oraganisasi sekolah, spesifikasi kompetensi personalia, merekrut dan memilih personalia, masalah keuangan, evaluasi personalia, dan pelatihan. Demikian juga yang dilakukan oleh Weber (1954) dalam pembahasannya menguraikan bahwa masalah-masalah personnel pendidikan khususnya profesi guru tersebut, diantaranya adalah mencakup: seleksi guru baru, pendapatan atau gaji guru, orientasi guru baru, pendidikan inservice, penilaian dan pelayanan guru, beban mengajar guru, pemutusan hubungan atau kontrak kerja, pemecatan, pemindahan, masalah cuti dan absen, organisasi-organisasi profesi, kesehatan dan rekreasi guru, status sosial, etika profesi, masa jabatan guru, kebijakan pemerintah terhadap guru dan yang lainnya. Kemudian tampaknya yang lebih empirik dan menggambarkan kebijakan pemerintah terhadap tenaga kependidikan khususnya profesi guru secara jelas di Indonesia diatur dalam Undang-undang RI. No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dalam bagian kesatu mengatur persoalan yang berkaitan dengan: kualifikasi, kompetensi sertifikasi guru sebagai profesi, bagian kedua mengatur persoalan yang berkaitan dengan: hak dan kewajiban guru sebagai profesi, bagian ketiga mengatur persoalan yang berkaitan dengan: wajib kerja dan ikatan dinas, bagian keempat mengatur persoalan yang berkaitan dengan: pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru sebagai profesi, bagian kelima mengatur persoalan yang berkaitan dengan: pembinaan dan pengembangan, bagian keenam mengatur persoalan yang berkaitan dengan: penghargaan guru sebagai profesi, bagian ketujuh mengatur persoalan yang berkaitan dengan: perlindungan guru sebagai profesi, bagian kedelapan mengatur persoalan yang berkaitan dengan: cuti guru, bagian kesembilan mengatur persoalan yang berkaitan dengan organisasi profesi dan kode etik guru.
            Berdasarkan pada beberapa pandangan tentang berbagai dimensi apa yang sebaiknya dikaji dalam pembahasan tentang profesi kependidikan tersebut, tampaknya tidak berbeda terlalu jauh dengan yang dibahas dalam buku ini, namun dalam pembahasan buku ini akan selalu mencoba berusaha untuk meyakinkan hal-hal yang bersifat teoritik dengan kenyataan di lapangan, serta ketentuan-ketentuan legal yang berlaku dalam sistem pendidikan nasional kita. 

C. Jenis-jenis dan Kualifikasi Profesi Tenaga Kependidikan
            Dalam uraian dan penjelasan tentang pengertian tenaga kependidikan sudah dapat dimengerti secara jelas yang dimaksud dengan tenaga kependidikan tersebut adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyeleng-garaan pendidikan seperti guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, dan fasilitator, termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, dan yang lainnya. Bahkan bisa jadi juga termasuk semua pengelola yayasan pada lembaga-lembaga pendidikan swasta, dan semua pengambil kebijakan di birokrasi dan stafnya di tingkat pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota, tingkat keca-matan, dan di tingkat desa.
            Kalau persoalan jenis-jenis tenaga kependidikan dan tenaga pendidikan sudah tampak dalam pembahasan teruraikan dengan sedikit lebih jelas, yang menjadi persoalan lebih lanjut adalah masalah bagaimana kualifikasi tenaga kependidikan, khususnya kualifikasi profesi guru tersebut. Secara teoritik serta mengacu sebagaimana lazimnya pada negara-negara maju, maka kualifikasi tenaga kependidikan tersebut dapat dibedakan menjadi tenaga pendidik, tenaga manajemen kependidikan, tenaga penunjang teknis kependidikan, tenaga penunjang administratif kependidikan, tenaga peneliti, pengembang dan konsultan kependidikan. Dalam tulisan ini akan dicoba dibahas secara ringkas dari masing-masing kualifikasi tenaga kependidikan tersebut, dengan penjelasannya yang lebih difokuskan pada kualifikasi tenaga pendidik khususnya guru.
            Kualifikasi tenaga pendidik adalah tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya secara langsung memberikan pelayanan teknis kependidikan kepada peserta didik. Sesungguhnya dalam hubungan ini alam telah melibatkan semua orang yang melaksanakan tugas pelayanan tersebut termasuk para orang tua di rumah, para guru/dosen, pembimbing dan pelatih di sekolah atau satuan-satuan pendidikan yang lainnya, para instruktur atau fasilitator, pamong belajar pada pusat-pusat atau balai pelatihan dan kursus-kursus, para pembina dan pembimbing pada berbagai perkumpulan atau sanggar atau pedepokan serta organisasi yang melatih dan membimbing keteram-pilan seni dan budaya, para ustadz dan pembina di pondok pesantren dan majelis-majelis taklim atau pengajian di surau dan langgar, para penyiar TV dan Radio yang mengasuh acara dan mimbar kependidikan, para penulis artikel dimedia cetak seperti majalah, koran, jurnal, buku bacaan, buku pelajaran yang mengandung muatan atau nuansa kependidikan, para penyuluh lapangan di bidang kesehatan/KB, hukum, pertanian dan sebagainya yang diselengarakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Pelaksanaan tugas pelayanan kependidikan tersebut dapat secara tatap muka secara langsung di kelas atau melalui TV, sistem belajar jarak jauh, secara korespondensi, dan berbagai bentuk komunikasi lainnya. Namun demikian perlu disadari bahwa masalah kualifikasi akademik tenaga pendidik tersebut adalah diatur oleh undang-undang atau peraturan-peraturan. Oleh karena itu, kalau diperhatikan pasal 9 undang-undang guru dapat diketahui bahwa kualifikasi akademik seorang guru diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana, atau diploma empat (D4). Sementara itu kalau diperhatikan pasal 42 (2) undang-undang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pendidikan formal pada jenjang usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, kualifikasi akademik seorang guru haruslah berlatar belakang pendidikan tinggi dan dihasilkan oleh perguruan tinggi. Demikian pula dalam PP No. 19 tahun 2005 dalam pasal 29 (2) disebutkan bahwa guru SD/MI/SDLB harus berpendidikan S1 atau D4 bidang PGSD, psikologi, atau pendidikan lainnya. Kemudian dalam pasal yang sama ayat tiganya disebutkan bahwa guru SMP/MTs/ SMPLB harus berpendidikan S1 atau D4 dengan progam studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. Dari bunyi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut, tampaknya kualifikasi guru seperti menuntut suatu persyaratan kualifikasi pendidikan seorang guru tersebut adalah sama, yaitu lulusan pendidikan tinggi S1 atau D4. Namun demikian jika makna bunyi pasal-pasal yang diatur dan terdapat dalam undang-undang sistem pendidikan nasional, undang-undang guru, dan PP No. 19 tahun 2005 dirunut dan disenergikan dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi guru di Indonesia haruslah minimum berpendidikan S1 atau D4 dari program studi yang relevan, misalnya untuk menjadi guru taman kanak-kanak dipersyaratkan harus lulusan pergruan tinggi S1 atau D4 PAUD/PGTK/Psikologi/ kependidikan lainnya. Seseorang untuk dapat diangkat menjadi guru SD/MI/SDLB dipersyaratkan harus lulusan perguruan tinggi program S1 atau D4 PGSD/ Psikologi/ Kependidikan lainnya. Untuk menjadi guru Matematika SMP/MTS/SMPLB atau SMA/MA/SMK/SMALB dipersyaratkan lulusan perguruan tinggi program S1 atau D4 Matematika atau Pendidikan Matematika. Persya-ratan kualifikasi pendidikan minimum bagi guru ini merupakan suatu lompatan yang cukup signifikan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di negara kita (Samani, dkk. 2006).   
            Kualifikasi tenaga manajemen kependidikan, adalah tenaga kependidikan yang secara fungsional melakukan layanan secara tidak langsung kepada tenaga teknis kepen-didikan, tetapi melakukan merancang dan merencanakan, mengorganisasikan dan mem-berikan pimpinan, mengkoordinasikan dan mengendalikan, memonitor dan mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti, serta menggariskan kebijaksanaan seluruh kegiatan penyelenggaraan pengelolaan program kegiatan kependidikan pada semua jenjang tataran sistem pendidikan mulai tingkat struktural pusat, regional atau daerah, sampai pada tingkat operasional. Sehubungan fungsi tenaga manajemen tersebut, maka yang bisa dimasukkan sebagai tenaga manajemen kependidikan adalah: para perencana pendidikan, para pimpinan struktural dari tingkat pusat sampai tingkat operasional kependidikan, para pimpinan atau pengelola, penilik dan pengawas, penilai dan penguji pendidikan, para pembuat kebijakan atau keputusan. 
            Kualifikasi tenaga penunjang teknis kependidikan, adalah tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas utmanya menyiapkan kelengkapan sarana dan fasilitas teknis kependidikan berikut memberikan pelayanan teknis pemanfaatannya dalam men-jamin kelangsungan dan kelancaran proses pendidikan. Sehubungan dengan fungsi tenaga penunjang teknis yang dimaksudkan adalah mencakup seperti teknisi sumber belajar di bengkel atau workshop, laboran di laboratorium, pustakawan di perpustakaan, instalator di instalasi, teknisi sumber belajar di studio, teknisi sumber belajar di PSB, dan sebagainya.
            Kualifikasi tenaga penunjang administrasi kependidikan, tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya mengadakan dan menyiapkan sarana dan prasarana kependidikan serta memberikan layanan jasa administratif kepada pihak tenaga manajemen, atau kepemimpinan pendidikan, dan tenaga teknis fungsional, serta penun-jang teknis kependidikan sesuai dengan kepentingannya. Siapa yang dimaksudkan dengan tenaga penunjang admistratif kependidikan ini, antara lain dapat disebut seperti tenaga administratif birokrasi, ketatausahaan perkantoran kependidikan.
            Kualifikasi tenaga peneliti, pengembang, dan konsultan kependidikan, adalah tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya tidak terlibat secara langsung dalam teknis layanan kependidikan, manajemen kependidikan, layanan penunjang teknis pendidikan, dan kepada tenaga penunjang administratif kependidikan, tetapi hanya menyiapkan berbagai perangkat informasi dan data yang relevan dan dapat dipertanggung jawabkan serta memberikan jasa pelayanan informal dan konsultansi kepada semua pihak yang berkepentingan dengan kependidikan, khususnya mereka yang bertugas dan bertanggunjawab serta terlibat dengan penyelengaraan, pengelolaan dan pembuatan kepu-tusan tentang kependidikan. Keberadaan jenis ketenagaan kependidikan ini idealnya tersedia pada semua jenjang tataran sistem kependidikan khususnya di perguruan tinggi. Dengan demikian selayaknya pada suatu perguruan tinggi khususnya perguruan tinggi yang menangani bidang kependidikan memiliki berbagai pusat penelitian, berbagai pusat pengembangan, maupun berbagai pusat atau unit konsultansi.
            Berdasarkan pada berbagai jenis kualifikasi tenaga kependidikan tersebut jelas guru adalah termasuk tenaga kependidikan yang memiliki kualifikasi sebagai tenaga pendidik, karena secara fungsional tugas utamanya secara langsung memberikan pela-yanan teknis kependidikan kepada peserta didik.
D. Program Pengembangan Pendidikan Profesi Tenaga Kependidikan
            Pendidikan memiliki posisi yang strategis dan signifikan dalam menunjang upaya keberhasilan pembangunan agar terarah kepada peningkatan tarap mutu kemakmuran, kesejahteraan dan martabat hidup manusia. Oleh karena itu maka pada saat sekarang ini telah banyak dilakukan studi yang intensif dan mendalam yang tertuju kearah penemuan alternatif yang dapat ditempuh dalam pengembangan sumber daya manusia, sehingga pemanfaatannya dan pemberdayaannya dalam pembangunan dapat ditingkatkan.
Harbison dan Myers (1964) menyatakan bahwa pendidikan pada dasarnya meru-pakan sarana dan cara utama yang paling strategis dalam pengembangan sumberdaya manusia baik melalui pendidikan formal maupun nonformal di tingkat sekolah dasar sampai pada pendidikan pada tingkat perguruan tinggi. Demikian pula dengan merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992 dijelaskan bahwa tenaga kependidikan khususnya guru merupakan komponen yang determinan dalam penyelenggaraan pengem-bangan sumberdaya manusia dan menempati posisi kunci dalam system pendidikKan nasional. Dampak mutu kemampuan professional dan kinerja guru tidak hanya akan berkontribusi pada kualitas lulusan yang dihasilkan melainkan juga akan berlanjut pada kualitas kinerja dan jasa para lulusan dalam pembangunan, yang pada gilirannya kemudian akan nampak pengaruhnya terhadap kualitas peradaban dan martabat hidup masyarakat, bangsa serta umat manusia pada umumnya.
Tenaga kependidikan atau guru yang berkualitas seperti yang dimaksud tersebut sudah tentunya dapat direalisasikan dan diwujudkan, oleh karena itu maka penyiapan dan pengembangan seharusnya diupayakan melalui secara berencana dan berkesinambungan. Upaya yang demikian itu merupakan suatu keharusan mengingat tuntutan standar kualitas serta kebutuhan di lapangan terus menerus mengalami perubahan dan perekembangan seirama dengan pesatnya laju perkembangan dan inovasi ilmu pengetahuan serta rekayasa di segala bidang kehidupan secara global.   
Sehubungan dengan begitu strategis peranannya dan sebagai posisi kunci dari tenaga kependidikan khususnya guru untuk berhasilnya suatu system pendidikan, maka dalam pengembangan pendidikan tenaga guru pada saat sekarang di Indonesia dilakukan dengan dua jenis model, yaitu pendidikan prajabatan dan pendidikan dalam jabatan. Dua jenis pendidikan ini berbeda secara essensi dan system pengelolaannya meskipun sifatnya sama yaitu berupaya untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia khususnya guru.
            Pendidikan prajabatan tenaga guru merupakan pendidikan persiapan mahasiswa untuk meniti karir dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Pendidikan prajabatan merupakan suatu istilah yang paling lazim digunakan pada lembaga pendidikan keguruan yang merujuk pada pendidikan pelatihan yang dilakukan oleh lembaga jenjang pendi-dikkan di perguruan tinggi atau iniversitas untuk menyiapkan mahasiswa yang hendak meniti karir dalam bidang pendidikan. Fungsi esensi ini menuntut atmospir yang kondusif dalam lembaga penyelenggara bagi penciptaan sajian-sajian bahan ajar dengan derajat akademik dan kemampuan praktis yang tinggi sebagaimana dipersyarakan untuk calon guru.
Pendidikan dalam jabatan yang sering disebut dengan pendidikan, pelatihan dan pengembangan. Pendidikan, pelatihan dan pengembangan dilandasi oleh asumsi bahwa sungguhpun karyawan telah menjalani proses orientasi ketika mulai meniti karir dan yang sudah lama bekerja telah memhami seluk beluk pekerjaan, dalam praktik tidak jarang muncul kebisaan buruk dan memiliki produktivitas yang rendah. Siagian (1995) menya-takan alasan yang sangat pundamental dari pengembangan personalia bahwa untuk menghadapi tuntutan tugas sekarang terutama untuk menjawab tantangan masa depan.
Sejalan itu Fliffo (1983) menyatakan bahwa setelah ditempatkan pada posisi tertentu, karyawan harus ditingkatkan kemampuan dan keterampilannya agar menampil-kan kinerja yang lebih baik daripada periode sebelumnya. Jadi kegiatan pengembangan personalia tidak hanya untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan melainkan bermanfaat jangka panjang untuk meningkatkan karir karyawan, termasuk tanggungjawab  terhadap pekerjaan yang diembannya. Bahkan secara secara lebih rinci Castetter (1981) menjelaskan bahwa manfaat pengembangan sumberdaya manusia adalah: (1) Meningkat-kan performasi personalia sesuai dengan posisinya saat ini, (2) Pengembangan kemam-puan personalia untuk mengantisipasi tugas-tugas baru yang bersifat reformasi, (3) Merangsang pertumbuhan diri personalia bagi penciptaaan kepuasan kerja secaa indivi-dual.
Dari kutipan di atas tampaknya menunjukkan bahwa pendidikan, pelatihan dan pengembangan sangat bermanfaat bagi keperluan organisasi. Demikian juga halnya dengan organisasi pendidikan. Kecendrungan yang ada pada saat ini menunjukan bahwa rendahnya komitmen pada esesnsi dan eksitensi sumberdaya manusia masih tampak, dan hal tersebut merupakan salah satu masalah yang dihadapi dalam kegiatan pengembangan tenaga kependidikan khsusunya guru. Demikian juga telah disadari betul bahwa rendah-nya komitmen terhadap esesnsi dan eksistensi tenaga kependidikan khususnya guru tidak jarang akan mengakibatkan guru hanya menerima sedikit rangsangan dalam mengimple-mentasikan ide-ide dan keterampilan-keterampilan baru dalam proses pembelajaran.

E. Tahap-tahapan dalam Pengadaan Tenaga Kependidikan yang Profesional
            Dalam rangka pengadaan tenaga kependidikan yang berkualitas khususnya guru dilihat dari dimensi sifat dan substansinya, alur tahapan dalam pembentukannya yang benar-benar berkualitas dan profesional, maka seharusnya melalui beberapa tahapan.
Pertama adalah berkaitan dengan system pengadaan atau penyediaan guru menurut Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2008 tentang Guru telah menggariskan bahwa pengadaan guru menjadi kewenangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan. Sistem pengadaan guru yang dilakukan oleh lembaga pendidikan tenaga kependidikan tersebut kemudian disebut dengan kebijakan penyediaan guru yang berbasis perguruan tinggi (Badan PSDMPK-PMK. 2012). Demikian juga lembaga pendidikan tenaga kependidikan yang dimaksud adalah perguruan tinggi yang diberikan kewenangan sebagai penyelenggara dan pengadaan guru yang mencakup pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan non kependidikan. Dengan demikian guru harus memiliki dan memenuhi persyaratan kualifikasi akademik minimal S1/D-IV dalam bidang kependidikan atau nonkependidikan dan telah menempuh dan dinyatakan lulus dalam pendidikan profesi atau bersertifikat pendidik. Guru yang memenuhi kedua persyaratan tersebut kemudian oleh pemerintah statusnya diakui sebagai guru yang professional. Lebih lanjut dari peraturan pemerintah tersebut dapat diketahui bahwa jumlah peserta pendidikan profesi guru akan ditetepkan oleh menteri, yang ada kemungkinannnya didasari atas kuota kebutuhan formasi. Beberapa hal lainnya yang dapat diketahui tentang pendidikan profesi guru tersebut, pertama adalah calon peserta pendidikan profesi guru berkualitas S1 dan/D-4, kedua sertifikat pendidik bagi calon guru harus diperoleh dari perguruan tinggi yang memiliki dan menyelengarakan program tenaga kependidikan yang terakreditasi, ketiga sertifikasi pendidik bagi calon guru harus dilakukan secara obyektif, transfaran, dan akuntabel, keempat jumlah peserta didik program pendidikan profesi guru setiap tahun ditetapkan oleh menteri, kelima program pendidikan profesi guru diakhiri dengan ujian kompetensi pendidik, keenam uji kompetensi pendidik dilakukan melalui ujian tertulis dan kinerja sesuai dengan standar kompetensi, ketujuh ujian tertulis dilaksanakan secara komperehensif yang mencakup  (1) wawasan atau landasan kependidikaan, pemahaman terhadap anak didik, pengembangan kurikulum dan silabus, rancangan pembelajaran dan evaluasi hasil belajar, (2) materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi mata pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program yang diampunya, dan (3) konsep-konsep disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang secara konsepsional menaungi materi pelajaran, kelompok ma pelajaran, dan/atau program yang diampunya, kedelapan ujian kinerja dilakukan secara holistic dalam bentuk ujian praktik pembelajaran yang mencerminkan penguasaan kompetensi pendagogik, kepribadian, professional dan social pada satuan pendidikan yang relevan.
Tahapan yang kedua dalam proses pengadaan tenaga kependidikan khususnya guru adalah setelah calon guru tersebut direkrut mereka belum bisa langsung bertugas secara penuh ketika pertama kali memasuki di sekolah, melainkan mereka harus memasuki masa atau fase prakondisi yang disebut dengan induksi. Fase induksi tersebut sebenarnya tidak saja dikenal dalam bidang pendidikan tetapi secara teori manjemen adalah merupakan suatu tahapan yang memang harus dilalui di dalam penerimaan pegawai baru.  Demikian pula istilah induksi tersebut kadang kala disebut pula dengan istilah yang lainnya seperti fase perkenalan, fase orientasi. Kemudian titik tolak yang digunakan untuk menyusun suatu program pengenalan adalah adanya suatu pandangan yang menyatakan bahwa para pegawai baru pada dasarnya ingin diterima sebagai anggota yang baru. Sebagai anggota yang baru ingin diperlakukan sebagai anggota secara baik, bertanggungjawab dan ingin memberi kontribusi yang optimal kepada kepentingan orgnanisasi (Manulang1988., 1994., Siagian 1999). Kemudian beberapa hal yang menjadi bahan induksi tersebut adalah berkaitan dengan sejarah perusahaan, barang yang dihasilkan, kesejahteraan pegawai, struktur organisasi, peraturan-peraturan kerja, hak dan kewajiban pegawai, peraturan gaji, dan peraturan promosi (Manulang1988). Sesuai dengan program induksi dalam bidang pendidikan terutama dalam tahapan pengadaan guru program induksi diidealisasikan guru akan dibimbing dipandu oleh mentor terpilih untuk kurun waktu sekitar satu tahun, agar calon guru tersebut benar-benar siap menjalani tugas-tugas profesional. Perlu pula ditegaskan bahwa program induksi ini dilakukan terhadap calon guru yang direkrut yang sudah memiliki kualifikasi minimum dan sertifikat pendidik yang secara hukum juga sudah memiliki kewenangan penuh.
Setelah guru selesai menjalani proses induksi  dan kemudian secara rutin keseharian menjalankan tugas-tugas profesional, profesionalisasi atau proses penumbuhan dan pengembangannya tidak berhenti disitu saja melainkan perlu upaya secara terus menerus untuk  perlu mendapatkan pembinaan dan pengembangan profesinya yang bisa dilakukan atas insiatif sekolah dan inisiatif secara pribadi.

F. Rangkuman
Tenaga kependidikan memiliki pengertian yang sangat luas karena di samping pendidik, seperti guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, dan fasilitator, di dalamnya juga termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, penguji dan yang lainnya.
            Semua jenis tenaga kependidikan tersebut sangat penting bagi pencapaian tujuan suatu organisasi khususnya dalam bidang pendidikan. Menyadari begitu pentingnya sumberdaya manusia tersebut, maka dalam penjelasan Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 1992 dijelaskan bahwa tenaga kependidikan merupakan komponen yang determinan dan menempati posisi kunci dalam sistem pendidikan nasional. Pengembangan sumberdaya manusia atau tenaga kependidikan yang memiliki kualitas kemampuan yang profesional dan kinerja yang baik, tidak saja akan mengkontribusi terhadap kualitas lulusan yang dihasilkan, melainkan juga berlanjut pada kualitas kinerja dan jasa para lulusan dalam pembangunan, yang pada gilirannya kemudian akan berpengaruh pada kualitas peradaban dan martabat hidup masyarakat, bangsa, serta umat manusia pada umumnya.

G. Evaluasi
1.  Jelaskan pengertian Tenaga Kependidikan.
2.  Sebutkan jenis-jenis dan Kualifikasi Profesi Tenaga Kependidikan.
3. Jelaskan Program Pengembangan Pendidikan Profesi Tenaga Kependidikan
4. Jelaskan tahap-tahapan dalam Pengadaan Tenaga Kependidikan yang Profesional













BAB. III
HAKEKAT  MAKNA, DAN CIRI-CIRI
PROFESI TENAGA KEPENDIDIKAN
A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya

Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaiannya
Memahami Pengertian Profesi Tenaga Kependidikan.
Dapat menjelaskan pengertian tenaga pro-fesi kependidikan.
Memahami Ciri-ciri Profesi Tenaga Kepen-didikan.
Mampu membandingkan antara ciri-ciri profesi guru dengan sepuluh indikator yang dievaluasi sebagai syarat seorang guru yang profesi.
Memahami Sejarah dan Petumbuhan Pro-fesi Tenaga Kependidikan
Dapat menjelaskan profesi guru sebagai profesi yang sangat dihargai, dihormati, dan sangat mulia sejak jaman dahulu.


B. Pengertian Profesi Tenaga Kependidikan
Dalam kehidupan kita sehari-hari akan sering dihadapkan dengan istilah profesi. Demikian pula tampaknya istilah profesi tersebut mempunyai hubungan dengan berbagai istilah yang lainnya, seperti profesional, profesionalisasi, profesionalisme, dan profesi-onalitas. Untuk mengetahui bagaimana pengertian profesi tenaga kependidikan berserta ciri-cirinya, serta bagaimana perbedaan pengertiannya dengan istilah-istilah yang lainnya, sehingga tidak terjadi kesalah pahaman terhadap pengertian profesi, maka dalam bab dua ini pembahasannya akan difokuskan pada pengertian tenaga profesi kependidikan, dan istilah-istilah lainnya tersebut.
Profesi merupakan suatu pekerjaan yang meminta pendidikan yang lebih tinggi, dan biasanya meliputi pekerjaan mental, bukan pekerjaan kasar yang mengandalkan tenaga secara fisik. Contoh profesi yang dapat disebutkan dalam tulisan ini, seperti mengajar, keinsinyuran, kedokteran, hukum dan lain sebagainya. Dokter dan insinyur harus melalui pendidikan tinggi yang cukup lama, dan menjalankan pelatihan berupa pemagangan yang juga memerlukan waktu yang cukup lama sebelum memangku jabatannya. Demikian juga setelah memangku jabatannya mereka juga dituntut untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan tujuan untuk dapat meningkatkan kualitas layananannya kepada masyarakat. Demkian juga hasil pertemuan tim Pascasarjana LPTK Negeri se Indonesia 2007 yang diselenggarakan di Undiksha Singaraja, merumuskan profesi tersebut sebagai spesialisasi pekerjaan dan keahlian yang menuntut kemampuan terus-menerus berkembang dan menyesuaikan diri terhadap tuntut-an kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Dengan demikian sebenarnya tidak semua pekerjaan itu bisa disebut dengan profesi, seperti halnya dalam keseharian sering kita temukan yang memaknai pengertian profesi itu secara salah, bahkan konotasinya negatif, seperti misalnya perampok yang profesional, pencuri yang profesional, tukang becak yang profesional, dan lain-lainnya. Contoh-contoh perbuatan atau pekerjaan seperti merampok, mencuri, pencopet profesi-onal tersebut, bukan sebagai pekerjaaan yang dapat ditekuni karena sebagai hasil yang dicapai melalui proses pendidikan yang lama dan pendidikan tinggi, bukan sebagai hasil-hasil pelatihan atau pemagangan, bukan pekerjaan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat secara baik, tetapi justru bertentangan dengan nilai-nilai, dan bertentangan dengan berbagai etika sosial dan norma-norma, seperti norma agama, norma hukum, norma kesusilaan dan norma kesopanan yang ada yang hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat. Profesi merupakan suatu pekerjaan yang meminta spesialisasi dan pendidikan yang relatif lama di perguruan tinggi dan diatur oleh suatu kode etik khusus (Sutisna, 1983. Sanusi dkk, 1990, Situmorang, 1990. Makmun.1996). Profesi merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan persyaratan khusus, seperti: menuntut adanya kete-rampilan berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam, menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya, menuntut adanya tigkat pendidikan yang memadai, adanya kepekaan terhadap dampak kemasya-rakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya, memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan (Ali.1985). Kemudian Makmun lebih lanjut dengan mengutip pendapat Vollmer bahwa profesi sesungguhnya merupakan suatu jenis model atau tipe pekerjaan ideal, yang dalam realitasnya bukanlah hal yang mudah untuk dapat diwujudkan, namun demikian, bukanlah merupakan suatu yang mustahil pula untuk dapat mencapainya, asalkan ada upaya yang sungguh-sungguh kepada pencapaiannya.
Merujuk pada kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa profesi itu merupakan suatu bidang pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratan khusus sehingga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukannya. Persyaratan khusus yang dimaksudkan kalau mengikuti uraian dari Sanusi dkk (1991) yang menyebut dengan istilah ciri-ciri profesi, maka ciri-cirinya adalah meliputi:
1.      Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan.
2.      Jabatan yang menuntut memiliki keterampilan/keahlian tertentu.
3.      Keterapilan/keahlian yang dimiliki dan dituntut oleh suatu jabatan tersebut didapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode.
4.      Suatu jabatan yang didasarkan pada batang tubuh disiplin keilmuan yang jelas, sistematik, eksplsit, yang bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.
5.      Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
6.      Proses jabatan untuk pendidikan itu merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri.
7.      Dalam memberikan layanan kepada masyarakat anggota profesi berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
8.      Tiap organisasi profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terha-dap permasalahan profesi yang dihadapinya.
9.      Dalam perakteknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas dari campur tangan orang luar.
10.  Jabatan itu memiliki prestise yang tinggi dalam masyarakat dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.
Pendapat yang lain tentang ciri-ciri profesi yang dapat dikutif sebagai perban-dingnya adalah seperti yang dikemukakan oleh Ornsetein dan Levine (1984) sebagai berikut di bawah ini.
1.      Melayani masyarakat merupakan karier yang dilaksanakan sepanjang hajat, jadi tidak berganti-ganti.
2.      Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tetentu di luar jangkauan khalayak ramai yang tidak bisa dilakukan oleh setiap orang. 
3.      Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori keperaktek.
4.      Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
5.      Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk.
6.      Otonomi dalam mebuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu.
7.      Menerima tanggungjawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan berhubungan dengan layanan yang diberikan. Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
8.      Mempunyai kometmen terhadap jabatan dan klien, dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan.
9.      Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya, relatif bebas dari super-visi dalam jabatan.
10.  Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota organisasi profesi sendiri.
11.  Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok elit untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya, keberhasilan tugas dokter dievaluasi dan dihargai oleh organisasi IDI, bukan oleh Depkes. 
12.  Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.
13.  Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap anggotanya.
14.  Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi bila dibandingkan dengan jabatan yang lainnya.
Demikianlah secara umum gambaran pengertian tentang profesi. Di samping pengertian profesi secara umum, tampaknya perlu juga dijelaskan isitilah-istilah lainnya yang mempunyai keterkaitan langsung dengan profesi tersebut, karena walaupun mempunyai hubungan langsung tetapi cukup memiliki pengertian dan makna yang berbeda. Beberapa istilah yang mempunyai hubungan langsung dengan profesi yang disajikan dalam pembahasan ini pertama tentang istilah profesional.
Istilah profesional merupakan kata sifat yang bercirikan suatu pekerjaan yang dilengkapi dengan keahlian yang memenuhi persyaratan khusus tertentu, sesuai dengan yang dituntut oleh profesi yang bersangkutan. Hal demikian ini digunakan secara terkait dengan formalitas wewenang melakukan profesi secara profesional, sebagai kebalikan dari pekerjaan yang amatir. Jadi profesonal adalah terkait dengan pemenuhan akan keahlian/kempetensi, kriteria, dan kualifikasi. Kompetensi, kriteria yang harus dipenuhi dan kualifikasi yang dimiliki oleh seorang guru yang profesional akan berbeda dengan seorang pengacara atau adpokat, demikian juga akan berbeda dengan seorang arsitektur.
Kemudian yang kedua adalah istilah profesionalisme. Istilah profesonalisme sebenarnya adalah menunjuk pada suatu aliran penganut kualifikasi pekerjaan yang menuntut keterpenuhan persyaratan profesional, sehingga istilah profesionalisme mengandung unsur mutu atau kualitas serta wewenangnya sekaligus. Jadi profesionalisme tersebut menunjuk pada orang atau sekelompok orang yang memiliki pemikiran-pemikiran tentang suatu profesi dan lebih dari itu juga mencoba merumuskan kriteria yang harus dipenuhi, sehingga juga memiliki kewenangan tetentu. Dengan demikian profesionalisme dalam bidang keguruan atau kependidikan akan berbeda dengan profesionalisme dalam bidang kenotariatan, demikian juga akan berbeda dengan profesionalisme dalam bidang kedokteran. Karena pada dasarnya setiap orang atau kelompok memiliki pemikiran-pemikiran yang berbeda terhadap suatu profesi tersebut.
 Kemudian yang ketiga adalah istilah profesionalisasi. Istilah profesionalisasi adalah menunjuk pada segala upaya yang dijiwai tanggungjawab untuk memberi isi atau membentuk kualitas maupun kekhususan kepada suatu pekerjaan yang profesional. Dalam hubungan ini dapat diberikan contoh, seperti, misalnya profesi guru. Bagaimana calon guru tersebut dibentuk, dibina, dan diproses oleh lembaga pendidikan tinggi kependidikan atau keguruan yang dilandasi oleh profesionalisasi, semestinya dilakukan dengan penuh dijiwai dan rasa tanggungjawab, dibentuk dan dibina melalui proses yang cukup lama. Sehingga calon guru yang dibentuk dapat melaksnakan tugasnya dengan profesional.
 Demikian pula tampaknya dalam hubungan dengan istilah lainnya yang lazim dan sering kita temukan dalam keseharian kita, yaitu profesionalitas. Profesionalitas yang dimaksudkan di sini adalah menunjuk pada kualitas hasil perkerjaan yang dilakukan oleh seseorang secara profesional. Jadi lulusan atau autput suatu sekolah itu misalnya memiliki profesionalitas yang tinggi.
Dengan adanya penjelasan tentang berbagai istilah yang berkaitan dengan istilah profesi tenaga kependidikan tersebut, tampaknya akan menambah dan memperkaya perbendaharaan pemahaman bagi calon guru tentang profesi tersebut, dan sekaligus akan dapat menggunakan istilah-istilah tersebut dikemudian hari secara baik dan lebih tepat, sehingga pemaknaannya juga akan lebih benar.
Kemudian permasalahan lain yang juga muncul dalam pembahasan tentang pengertian profesi ini adalah jenis-jenis atau bidang-bidang pekerjaan yang bagaimana atau yang mana saja secara akademik yang telah ada, atau yang sedang bekembang dalam masyarakat yang bisa disebut sebagai suatu profesi. Dalam hubungan ini Richey (1974) menjelaskan dan mengkategorikan profesi tersebut sebagai berikut: (1) profesi yang telah mapan, (2) profesi baru, (3) profesi yang sedang tumbuh, (4) semi profesi, dan (5) jabatan atau tugas atau pekerjaan yang belum jelas tuntutan status keprofesiannya. Namun Richey tidak menjelaskan lebih jauh secara lengkap tentang contoh-contoh, maupun dasar-dasar yang digunakan untuk mengelompokan dari masing-masing jenis keprofesian tersebut. Richey hanya memberi contoh-contoh pekerjaan yang dikategorikan profesi yang semi profesional, seperti: keperawatan, dan guru khususnya guru untuk sekolah dasar. Kemu-dian penjelasan tentang jenis-jenis profesi tersebut tampaknya juga dapat mengikuti uraian dari pakar yang lainnya, seperti Makmun (1996) misalnya menjelaskan pekerjaan yang dapat digolongkan dengan profesi yang sudah mapan adalah seperti: hukum, dan kedokteran, kemudian profesi baru seperti: akuntan, dan arsitek, bahkan kemeliteran khusushya ABRI juga menyatakan dirinya sebagai prajurit yang profesional. Sutisna (1983) menjelaskan bahwa yang termasuk profesi yang sedang tumbuh dan berkembang adalah bidang kependidikan khususnya bidang administrasi pendidikan.
Jadi dari uraian di atas walaupun sepintas ada pendapat yang menjelaskan bahwa guru tersebut hanya sebagai salah satu contoh dari pekerjaan yang dikategorikan semi profesinal, kemudian bidang administrasi pendidikan sebagai profesi yang sedang tumbuh dan berkembang, paling tidak dapat dijadikan salah satu petunjuk bahwa pekerjaan di bidang kependidikan adalah secara universal telah dikenali secara akademik sebagai salah satu jenis keprofesian. Lebih dikuatkan lagi pada kenyataannya sekarang ini secara kebijakan dan legal bahwa di Indonesia khususnya pekerjaan guru dan dosen telah diakui sebagai profesi seperti yang diatur dalam Undang-undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Mudah-mudahan pengakuan secara kebijakan dan legal tersebut juga akan diberlakukan terhadap pekerjaan kependidikan yang lainnya, seperti pengawas, kepala sekolah, maupun guru BP misalnya.

C. Ciri-ciri Profesi Tenaga Kependidikan
Setelah dibahas ciri-ciri profesi secara umum, maka dalam pembahasan di bawah ini disajikan ciri-ciri dari profesi tenaga kependidikan khususnya profesi guru. Di bawah ini disajikan ciri-ciri profesi guru menurut National Education Association (NEA.1984) sebagai berikut:
1.      Jabatan yang melibatkan kegiatan intektual.
2.      Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
3.      Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama.
4.      Jabatan yang memerlukan yang latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
5.      Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
6.      jabatan yang menentukan standarnya sendiri.
7.      Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
8.      Jabatan yang memiliki organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
Kemudian ada juga pendapat yang menyatakan bahwa syarat-syarat profesi guru tersebut adalah mencakup: memiliki kualifikasi pendidikan yang memadai, memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuninya, memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan anak didiknya, mempunyai jiwa kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen yang tinggi terhadap profesinya, melakukan pengembangan diri secara terus menerus melalui organisas profesi, internet, buku, seminar, dan semacamnya (Kunandar. 2007).
Berbeda dengan Undang-undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tidak secara jelas menyebut dengan istilah kriteria atau ciri-ciri profesi guru, tetapi disebutkan guru sebagai suatu profesi dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
1.      Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.
2.      Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan keimanan, ketaqwaan, dan ahklak mulia.
3.      Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
4.      Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
5.      Memiliki tanggungjawab atas pelaksaaan tugas keprofesioanalan.
6.      Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
7.      Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan sesuai secara berkelan-jutan dengan belajar sepanjang hayat.
8.      Memiliki jaminan perlindungan hukum dala melaksanakan tugas keprofesionalan, dan
9.      Memiliki oganisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionlan guru.
Demkian juga hasil pertemuan tim Pascasarjana LPTK Negeri se Indonesia 2007 yang diselenggarakan di Undiksha Singaraja, menjelaskan bahwa profesi guru menuntut dimiliki kemampuan: (1) kompetensi paedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kom-petensi sosial, (4) kompetensi profesional. Berdasarkan pada beberapa ciri dan prinsip dari profesi guru tersebut, lebih lanjut juga dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan profesi guru adalah merupakan pekerjaan bidang pendidikan yang menuntut memiliki kemampuan tertentu. Pengertian profesi guru yang agak lebih lengkap dapat dirumuskan sebagai suatu pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, keahlian dan ketelatenan untuk menciptakan anak memiliki perilaku sesuai dengan yang diharapkan (Yamin. 2007). Bahkan lebih lanjut ada yang menyatakan profesi guru adalah suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan, walaupun pada kenyataannya masih terdapat hal-hal tersebut di luar bidang kependidikan (Uno. 2007).
Berdasarkan kutipan kriteria profesi guru yang dimaksudkan oleh NEA dan prinsip profesi guru yang diatur dalam undang-undang guru dan dosen tersebut tampak-nya kriteria profesi guru begitu luas dan komplek, sedangkan kriteria profesi yang dirumuskan oleh tim Pascasarjana se Indonesia tahun 2007 di Undiksha Singaraja tampaknya mempersempit makna kriteria profesi tersebut hanya dilihat dari sisi kemampuan profesionalnya saja, karena hanya melihat dari kriteria kompetensinya saja, yaitu: (1) kompetensi paedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi sosial, (4) kompetensi profesional, padahal kriteria dari profesi begitu luas dan kompleksnya. Kemudian pembahasan tentang kompetensi guru tersebut akan dikaji secara lebih dalam dan lebih luas dalam bagian khusus dari suatu bab dalam buku ini, khususnya bagian yang membahas kompetensi profesional guru.

D.  Sejarah dan Petumbuhan Profesi Tenaga Kependidikan
Perkembangan posisi dan eksestensi profesi tenaga kependidikan pada jaman dahulu khususnya guru mempunyai pengakuan status, kedudukan dan martabat yang sangat tinggi dan sangat dihormati dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari sebutan guru yang dikaitkan dengan nama Tuhan, seperti, misalnya Shang Hyang Batara Guru, yang tiada lain dianggap sebagai Sang Hyang Widhi Wasa yang menciptakan segala alam semesta. Di samping hal tersebut di dalam masyarakat Hindu di Bali istilah guru juga dikaitkan dengan ajaran agama yang disebut istilah Catur Guru, yang artinya empat penuntun yang mengemban tugas berat, dan sangat mulia yang harus dihormati sehari-hari, yang terdiri dari Guru Swadhyaya, Guru Rupaka, Guru Pengajian, dan Guru Wisesa. Guru Swadhyaya atau Ida Shang Hyang Widhi Wasa yang telah menciptakan mahluk terutama manusia yang termulia yang dibekali bayu, sabda, dan idep sudah tentu akan dapat berpikir merasa bersyukur kehadapannya, karena berkat jasa beliaulah manusia ini ada, dan dalam keadaan selamat sehingga dapat berbuat baik untuk meningkatkan derajat hidup sekala niskala. Guru Rupaka yang dimaksudkan di sini adalah bapak dan ibu kandung yang berjasa secara langsung melahirkan, memelihara dan mendidik dengan rasa tanggugjawab sehingga kita sebagai keturunannya menjadi orang yang suputra. Guru Pengajian yang dalam ini dimaksudkan adalah guru yang mendidik dan mengajarkan segala macam ilmu pengetahuan yang sangat berguna dalam hidup dan meningkatkan derajat hidup untuk mencapai tujuan hidup manusia. Demikian juga yang dimaksudkan dengan Guru Wisesa yaitu dalam hal ini pemerintah yang mengatur dan membimbing masyarakat berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. Demikianlah begitu sangat tingginya penghormatan yang diberikan oleh masyarakat terhadap guru tersebut, karena guru berat dan sarat dengan ilmu pengetahuan (Amir. 2006), sehingga tampaknya digunakan untuk menunjukkan segala sesuatu yang harus sangat kita hormati dikaitkan dengan istilah guru.
Kemudian untuk menunjukkan rasa penghormatan terhadap profesi guru karena memiliki peranan, status, kedudukan, derajat dan martabat yang begitu  penting dan tinggi tersebut, maka sebutan guru sering juga dikaitkan dengan Kiyai, Ustadz, Resi, Bagawan, Pendeta dan lain sebagainya.
Pada jaman penjajahan Belanda, Inggris, dan Jepang mulai ada keccndrungan untuk membedakan posisi tenaga kependidikan khususnya guru tersebut. Ada yang diposisikan sebagai pengemban misisonaris keagamaan, seperti, misalnya dalam agama Kristiani. Demikian juga ada yang diposisikan sebagai pegawai sipil dengan sebutan sebagai guru yang disiapkan melalui sekolah guru, seperti Normalschool (NS) untuk sekolah dasar, van Deventer School (VDS) untuk guru sekolah dasar putri, Kweekschool (KS) untuk guru sekolah dasar, dan Curssus Operleiding voor Volks Onderwyzer (OVVO) atau Curssus voor Onderwyzer (CVO ) bagi anak-anak di desa (SD) dan Bumi Putra (Supriadi 2003). Guru pada jaman Belanda tersebut sebagai misionaris maupun sebagai pegawai sipil pada masa itu tetap dihormati seperti halnya pada jaman sebelumnya. Lebih-lebih para guru Bumi Putra pada waktu itu merupakan kaum inte-lektual yang ikut sebagai penggerak tumbuhnya perkumpulan perjuangan bersama para politisi dan pejuang yang lainnya. Demikian pula pada jaman Jepang Danshi Shikan Gakko yaitu sekolah guru laki-laki, Zyooshi Shikan Gakko sekolah gru perempuan, Kooto Shikan Gakko sekolah guru tinggi, dan Kantei Shikan yaitu kursus guru darurat. Pada waktu itu pula, yaitu tanggal 25 Nopember 1945 PGRI didirikan yang karakteristiknya lebih condong sebagai organisasi perjuangan ketimbang sebagai suatu oragnisasi profesi.
Pada masa setelah perang kemerdekaan, tingkat pendidikan masyarakat Indonesia ternyata sangat memperihatinkan, karena lebih dari 90 % penduduk yang berjumlah 70 juta jiwa itu masih buta hurup. Sedangkan di sisi lain pada saat itu jumlah guru yang berkualifikasi lulusan Normalschool (NS) ke atas jumlahnya hanya sekitar ratusan saja, serta guru lulusan OVVO atau CVO jumlahnya sekitar ribuan saja. Karena itu pada saat itu dapat dimaklumi siapa saja yang merasa terpanggil untuk membantu sesamanya belajar tentang tulis-baca-hitung sangat dianjurkan oleh pemerintah untuk memberantas buta hurup. Kemudian barulah setelah Undang-undang No. 4 Tahun 1950 dan Undang-undang No. 12 Taun 1954 tentang Dasar-dasar Pengajaran di Sekolah diberlakukan, pendirian KPKPPB, SGB, dan SGA diselenggarakan secara meluas ditanah air, demikian juga beberapa PTPG serta B.I, dan B.II yang kemudian berkembang menjadi IKIP. Sementara itu untuk membantu mereka yang telanjur terpanggil melibatkan diri menjadi guru namun belum sempat memperoleh pendidikan prajabatannya yang relevan, KLP-SGB, KGB dan KGA serta RBB dan RBA dan beberapa perguruan tinggi  LPTK swasta juga mulai dikembangkan secara luas.
Kemudian pada awal pembangunan jangka panjang yang kedua, secara tentatif tercatat sekitar 1,8 juta guru dari sekitar 4,5 juta pegawai negeri sipil yang latar belakang pendidikannya dan kualifikasinya berbeda-beda. Mereka yang bertugas di SD saja baru sekitar kurang dari 10 % yang sudah berkualifikasi lulusan D.II yang dijadikan standar minimal kewenangannya sejak awal 1990 an dari jumlah total sekitar 1,2 juta. Perlu juga dicatat bahwa sekitar diperkirakan masih banyak lulusan SPG hingga kini masih tidak menentu nasibnya karena yang dapat diangkat menjadi guru dalam jumlah terbatas dan itupun hanya lulusan D.II.
            Sungguh kontradiktif keadaannya antara harapan dengan tuntutan terhadap sistem pendidikan nasional yang harus mampu mempersiapkan sumberdaya manusia yang berkualitas guna menghadapi globalisasi dan milinium ketiga, dengan kebijakan yang cendrung kurang menguntungkan perkembangan guru. Berbagai upaya sebenarnya telah banyak dilakukan oleh pemerintah selama ini, tetapi tampaknya masih kurang berhasil. Perkembangan LPTK tampaknya masih asyik dengan fokus kegiatan pada pendidikan prajabatan guru juga terus digoyang isu eksestensinya yang dinyatakan kurang jelas secara konseptual dan arahnya. Sementara itu PGRI sebagai perkumpulan guru masih tetap berkutat mengurus sekolahnya sendiri sementara kegiatan yang menunjang ke arah pengembangan kualitas kemampuan profesionalnya cendrung terabaikan.
            Peluang untuk melakukan pengembangan profesi guru itu tampaknya cukup terbuka ketika mulai diberlakukannya Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tetang Sistem Pendidikan Nasional, dan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992 yang mengatur tentang Tenaga Kependidikan, khususnya dalam hubungan ini guru. Lahirnya dan diberlakukannya Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tersebut sebenarnya merupakan keberhasilan yang besar dan luar biasa, karena mulai sejak itu sistem pendidikan di Indonesia memiliki landasan konstitusional yang konsisten sesuai dengan UUD 1945, yang seyogianya harus dilakukan secara sinergi dari semua pihak mulai dari pemakai dalam hal ini penyelenggara dan pengelola satuan pendidikan, LPTK, organisasi profesi, dan tenaga kependidikan, dan tenaga pendidik khususnya guru. Ternyata peluang untuk mengembangkan tenaga kependidikan khususnya guru untuk menjadi tenaga profesional masih rendah, hal ini secara jelas dapat dilihat dari mutu pendidikan di Indonesia masih tetap menghasilkan sumberdaya manusia yang mutunya masih rendah. Banyak faktor yang menyebabkan keprofesionalan guru tidak dapat dikembangkan, diantaranya karena sistem pendidikan guru pada saat itu kurang mengarah dan mengaplikasikan kaidah-kaidah dan prisip-prinsip keprofesionalan.
            Dengan diberlakukannya Undang-undang No. 20 Tahun 2003 sebagai pengganti Undang-undang No. 2 Tahun 1989 yang mengatur tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-undang No. 14 Tahun 2005 yang mengatur tentang Guru dan Dosen, yang kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2007 tentang Sertfikasi Guru, hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan keprofesionalan guru tersebut. Sertifikasi guru dalam jabatan telah dimulai sejak tahun 2007 dan akan terus bergulir sampai semua guru yang ada sekitar 2,7 juta orang memperoleh sertifikat pendidik. Demikian pula bagi mereka yang sedang mempersiapkan diri untuk dapat menjadi guru dan memiliki sertifikat pendidik, harus mengikuti program Pendidikan Profesi Guru (PPG) sebagai wadah para lulusan S1 dan D4 untuk menempuh pendidikan profesi dan bidang keahlian keguruan yang bermuara pada penganugrahan sertifikat pendidik kepada mereka yang telah menamatkan program PPG. Setifikat Pendidik ini kemudian dapat digunakan sebagai salah satu dasar syarat untuk dapat melamar dan diangkat menjadi guru, baik pada lembaga pendidikan formal, jalur pendidikan nonformal, atau informal dengan status pendidik bersertifikat. Lebih dari itu pendidik yang bersertifikat akan memperoleh perlindungan dari pemerintah atas haknya berkenaan dengan dimilikinya sertifikat pendidik tersebut.  
E.     Rangkuman

Profesi merupakan suatu bidang pekerjaan yang ideal tertentu yang menuntut persyaratan khusus sehingga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukannya. Profesi tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut: (1) profesi yang telah mapan, (2) profesi baru, (3) profesi yang sedang tumbuh, (4) semi profesi, dan (5) jabatan atau tugas atau pekerjaan yang belum jelas tuntutan status keprofesiannya. Contoh-contoh pekerjaan yang dikategorikan sebagai profesi yang semi profesional, misalnya adalah keperawatan, dan guru khususnya guru untuk sekolah dasar, profesi yang  dapat digolongkan mapan adalah seperti: hukum, dan kedokteran, kemudian profesi baru seperti misalnya akuntan, dan arsitek, dan kemeliteran khusushya ABRI  juga menyatakan dirinya sebagai prajurit yang profesional. Guru di Indonesia yang pada saat sekarang ini secara legalnya sudah diatur sebagai profesi, walaupun secara teori ada pendapat yang menyatakan sebagai suatu profesi yang sedang tumbuh.

F.     Evaluasi

1.   Jelaskan pengertian tenaga profesi kependidikan.
2.  Bandingkanlah antara ciri-ciri profesi guru dengan sepuluh indikator yang dievaluasi  sebagai syarat seorang guru yang profesi.

3.  Jelaskan profesi guru sebagai profesi yang sangat dihargai, dihormati, dan sangat mulia sejak jaman dahulu.