Dalil tidak tepat yang di rancukan oleh kaum SUFI.
Mau bilang ini do`a ma`tsurot ? Gak kali ya….
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ أَنَّ رَجُلاً ضَرِيرَ
الْبَصَرِ أَتَى النَّبِيَّ فَقَالَ ادْعُ الهَت أَنْ يُعَافِيَنِي
قَالَ إِنْ شِئْتَ دَعَوْتُ وَإِنْ شِئْتَ صَبَرْتَ فَهُوَ
خَيْرٌ لَكَ
قَالَ فَادْعُهُ
قَالَ فَأَمَرَهُ أَنْ يَتَوَضَّأَ فَيُحْسِنَ وُضُوءَهُ
وَيَدْعُوَ بِهَذَا الدُّعَاءِ
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ
بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ إِنِّي تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّي
فِي حَاجَتِي هَذِهِ لِتُقْضَى لِيَ اللَّهُمَّ فَشَفِّعْهُ
فِيَّ
“ Dari Utsman bin Hunaif, bahwa seorang lelaki
buta mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
lalu berkata: “Berdoalah kepada Allah agar Dia
menyembuhkanku”.
Beliau bersabda: “Jika engkau mau aku akan berdoa,
tetapi jika engkau mau bersabar, itu lebih baik bagimu.”
Lelaki tadi berkata: “Doakanlah kepadaNya”.
Maka beliau memerintahkannya untuk berwudhu’
dengan membaguskan wudhu’nya, (pada riwayat lain: lalu shalat dua raka’at),
lalu berdoa dengan doa ini:
“Wahai Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu,
dan aku menghadapMu dengan NabiMu, Muhammad, Nabi pembawa rahmat. Sesungguhnya
aku menghadap Rabbku denganmu (Nabi Muhammad) di dalam kebutuhanku ini, agar
dipenuhi untukku. Wahai Allah, oleh karena itu terimalah permintaan beliau
(Nabi Muhammad) untukku. (pada riwayat lain: maka lelaki tadi lalu
melaksanakan, kemudian dia sembuh).”
[ Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Tirmidzi
no:3578, Nasa-i di dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no:659, Ibnu Majah, Thabarani
di dalam Al-Kabir, Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak.
Dishahihkan oleh Al-Albani di dalam At-Tawassul
Anwa’uhu wa Ahkamuhu, hal: 75-76 ]
Perkataan di dalam doa lelaki buta tersebut:
“aku menghadap-Mu dengan NabiMu”, bisa memiliki
beberapa kemungkinan makna:
a). Aku menghadapMu dengan –dzat/jasad- NabiMu
Maka ashshobru dhiyaaun berkata : Pernahkan
sahabat bertawassul dengan jasad nabi ? tentu kalo ma`nanya di sini adalah
jasad kenapa kalimat jasad tidak ada ? sungguh aneh orang sufi ya ?
b). Aku menghadapMu dengan –jah (kedudukan)-
NabiMu
Maka ashshobru dhiyaaun berkata : ma`na ini juga
sangat tidak tepat karna tidak ada kalimat “ kedudukan di sini “. Sungguh
tambah aneh sufi ?
c). Aku menghadapMu dengan –doa- NabiMu
Maka ashshobru dhiyaaun berkata : ma`na yang ini
baru tepat , karna ada kalimat doa di hadits ini.. coba lihat kalimat ini
“Beliau bersabda: “Jika engkau mau aku akan berdoa, tetapi jika engkau mau
bersabar, itu lebih baik bagimu.”
Nah jelaskan ? tegaskan ?
Jangan ngeyel lagi yaa… mau tawassul pake jasad
orang mati atau kedudukan orang mati yaa…( kalo kedudukan orang hidup gimana ?
… emang loo tahu kedudukannya di sisi Allah ? tau dong, kan dia orang sholeh…,
kalo ma orang sholeh, tawassulnya dengan doa nya kepada Allah kalo memang dia
punya kedudukan taqwa )
Oleh karena itu harus ditentukan makna yang
dimaksudkan perkataan tersebut berdasarkan dalil-dalil yang ada.
Kesimpulan :
a). Bahwa orang buta itu mendatangi Nabi, agar
beliau mendoakannya, dengan dalil perkataannya di dalam hadits di atas:
“Berdoalah kepada Allah agar Dia menyembuhkanku”.
b). Bahwa Nabi menjanjikan doa untuknya, namun
beliau juga menasehatkan untuk bersabar, yang itu lebih utama. Yaitu sabda
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Jika engkau mau aku akan berdoa, tetapi
jika engkau mau bersabar, itu lebih baik bagimu.”
c). Orang buta itu tetap meminta Nabi untuk
mendoakannya, yaitu dengan perkataannya: “Doakanlah kepadaNya”. Sedangkan
beliau pasti memenuhi janjinya, beliau telah menjanjikan untuk mendoakannya.
d). Bahwa para ulama menyebutkan hadits ini
sebagai mu’jizat beliau dan doa beliau yang mustajab.
e). Bahwa tawassul dengan doa Nabi adalah tawassul
yang disyari’atkan, sesuai dengan nash-nash Al-Kitab dan As-Sunah serta perbuatan
para sahabat. Maka seandainya tawassul dengan dzat atau jah Nabi disyari’atkan,
tentulah para sahabat tidak akan meninggalkannya.