Sebelum datang Islam, seluruh umat manusia memandang
hina kaum wanita. Jangankan memuliakannya, menganggapnya sebagai manusia saja
tidak. Orang-orang Yunani menganggap wanita sebagai sarana kesenangan saja.
Orang-orang Romawi memberikan hak atas seorang ayah atau suami menjual anak
perempuan atau istrinya. Orang Arab memberikan hak atas seorang anak untuk
mewarisi istri ayahnya. Mereka tidak mendapat hak waris dan tidak berhak
memiliki harta benda. Hal itu juga terjadi di Persia, Hidia dan negeri-negeri lainnya.
(Lihat al Mar`ah, Qabla wa Ba’da al Islâm, Maktabah Syamilah, Huqûq al
Mar`ah fi al Islâm: 9-14)
Orang-orang Arab ketika itu pun biasa mengubur
anak-anak perempuan mereka hidup-hidup tanpa dosa dan kesalahan, hanya karena
ia seorang wanita! Allah berfirman tentang mereka,
وَإِذَا بُشِّرَ
أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ . يَتَوَارَى
مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ
يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi
kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan
dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan
buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya
dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah
(hidup-hidup)?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.”
(QS. An-Nahl [16]: 58)
Muhammad al Thâhir bin Asyûr mengatakan, “Mereka
mengubur anak-anak perempuan mereka, sebagian mereka langsung menguburnya
setelah hari kelahirannya, sebagian mereka menguburnya setelah ia mampu
berjalan dan berbicara. Yaitu ketika anak-anak perempuan mereka sudah tidak
bisa lagi disembunyikan. Ini adalah diantara perbuatan terburuk orang-orang
jahiliyyah. Mereka terbiasa dengan perbuatan ini dan menganggap hal ini sebagai
hak seorang ayah, maka seluruh masyarakat tidak ada yang mengingkarinya.” (al
Tahrîr wa al Tanwîr: 14/185)
Wanita Pasca Islam
Kemudian cahaya Islam pun terbit menerangi kegelapan
itu dengan risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam, memerangi segala bentuk kezaliman dan menjamin setiap hak manusia tanpa
terkecuali. Perhatikan Allah berfirman tentang bagaimana seharusnya
memperlakukan kaum wanita dalam ayat berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلَا
تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ
بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ
فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal
bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan
mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu
berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata.
Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai
mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal
Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An Nisa [4]: 19)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sering
mengingatkan dengan sabda-sabdanya agar umat Islam menghargai dan memuliakan
kaum wanita. Di antara sabdanya:
اِسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ
خَيْرًا
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik
kepada para wanita.” (HR Muslim: 3729)
خَيْرُكُمْ
خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap
istrinya, dan aku adalah yang paling baik terhadap istriku.” (HR Tirmidzi,
dinyatakan shahih oleh Al Albani dalam “ash-shahihah”: 285)
Dr. Abdul Qadir Syaibah berkata, “Begitulah kemudian
dalam undang-undang Islam, wanita dihormati, tidak boleh diwariskan, tidak
halal ditahan dengan paksa, kaum laki-laki diperintah untuk berbuat baik kepada
mereka, para suami dituntut untuk memperlakukan mereka dengan makruf serta
sabar dengan akhlak mereka.” (Huqûq
al Mar`ah fi al Islâm: 10-11)
Wanita adalah Karunia, Bukan Musibah
Setelah sebelumnya orang-orang jahiliyah memandang
wanita sebagai musibah, Islam
memandang bahwa wanita adalah karunia Allah. Bersamanya kaum laki-laki akan
mendapat ketenangan, lahir maupun batinnya. Darinya akan muncul energi positif
yang sangat bermanfaat berupa rasa cinta, kasih sayang dan motivasi hidup.
Laki-laki dan wanita menjadi satu entitas dalam bingkai rumah tangga. Kedunya
saling membantu dalam mewujudkan hidup yang nyaman dan penuh kebahagian,
mendidik dan membimbing generasi manusia yang akan datang. Allah berfirman,
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا
لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي
ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir.” (QS. Al Rûm [30]: 21)
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ
أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ
أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ
“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis
kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan
cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka
beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?.” (QS. An
Nahl [16]:72)
هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ
“Mereka (istri-istri) adalah pakaian bagimu, dan
kamupun adalah pakaian bagi mereka.” (QS. Al Baqarah [2]: 187)
Hak dan Kedudukan Wanita
Sebagaimana laki-laki, hak-hak wanita juga terjamin
dalam Islam. Pada dasarnya, segala yang menjadi hak laki-laki, ia pun menjadi
hak wanita. Agamanya, hartanya, kehormatannya, akalnya dan jiwanya terjamin dan
dilindungi oleh syariat Islam sebagaimana kaum laki-laki. Diantara contoh yang
terdapat dalam al Qur`an adalah: wanita memiliki hak yang sama dengan laki-laki
dalam beribadah dan mendapat pahala:
وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا
“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik
laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke
dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.” (QS. An
Nisâ [4]: 124)
Wanita juga memiliki hak untuk dilibatkan dalam
bermusyawarah dalam soal penyusuan:
فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ
عَلَيْهِمَا
“Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)
dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas
keduanya.” (QS. Al
Baqarah [2]: 233)
Wanita berhak mengadukan permasalahannya kepada hakim:
قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي
إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita
yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya)
kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu
berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al
Mujâdilah [58]: 1)
Dan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
diriwayatkan beberapa kasus pengaduan wanita kepadanya.
Wanita adalah partner laki-laki dalam peran beramar
makruf nahi munkar dan ibadat yang lainnya:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ
وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ
سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan
zakat dan mereka
taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Taubah [9]: 71)
Allah juga berfirman tentang hak wanita:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ
عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi laki-laki, mempunyai satu
tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (QS. Al
Baqarah [2]: 228)
Ibnu Katsir berkata, “Maksud ayat ini adalah bahwa
wanita memiliki hak atas laki-laki, sebagaimana laki-laki atas mereka. Maka,
hendaknya masing-masing dari keduanya menunaikan hak yang lainnya dengan cara
yang makruf.” (Tafsîr al Qur`ân al Adzîm: 1/609)
Muhammad al Thâhir bin ‘Asyûr berkata, “Ayat ini
adalah deklarasi dan sanjungan atas hak-hak wanita.” (al Tahrîr wa al Tanwîr:
2/399)
Mutiara Yang Harus Dijaga
Selain menjamin hak-hak wanita, Islam pun menjaga kaum
wanita dari segala hal yang dapat menodai kehormatannya, menjatuhkan wibawa dan
merendahkan martabatnya. Bagai mutiara yang mahal harganya, Islam
menempatkannya sebagai makhluk yang mulia yang harus dijaga. Atas dasar inilah
kemudian sejumlah aturan ditetapkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Dan agar
berikutnya, kaum wanita dapat menjalankan peran strategisnya sebagai pendidik
umat generasi mendatang.
Muhammad Thâhir ‘Asyûr rahimahullah berkata,
“Agama Islam sangat memperhatikan kebaikan urusan wanita. Bagaimana tidak,
karena wanita adalah setengah dari jenis manusia, pendidik pertama dalam
pendidikan jiwa sebelum yang lainnya, pendidikan yang berorientasi pada akal
agar ia tidak terpengaruh dengan segala pengaruh buruk, dan juga hati agar ia
tidak dimasuki pengaruh setan…
Islam adalah agama syariat dan aturan. Oleh karena itu
ia datang untuk memperbaiki kondisi kaum wanita, mengangkat derajatnya, agar
umat Islam (dengan perannya) memiliki kesiapan untuk mencapai kemajuan dan
memimpin dunia.” (al Tahrîr wa al Tanwîr: 2/400-401)
Di antara aturan yang khusus bagi wanita adalah aturan
dalam pakaian yang menutupi seluruh tubuh wanita. Aturan ini berbeda dengan
kaum laki-laki. Allah memerintahkan demikian agar mereka dapat selamat dari
mata-mata khianat kaum laki-laki dan tidak menjadi fitnah bagi mereka.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ
الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ
يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnyake seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzâb [33]: 59)
Wanita pun diperintah oleh Allah untuk menjaga
kehormatan mereka di hadapan laki-laki yang bukan suaminya dengan cara tidak
bercampur baur dengan mereka, lebih banyak tinggal di rumah, menjaga pandangan,
tidak memakai wangi-wangian saat keluar rumah, tidak merendahkan suara dan
lain-lain.
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ
الْأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmudan janganlah kamu
berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al
Ahzâb [33]: 33)
Semua syariat ini ditetapkan oleh Allah dalam rangka
menjaga dan memuliakan kaum wanita, sekaligus menjamin tatanan kehidupan yang
baik dan bersih dari prilaku menyimpang yang muncul akibat hancurnya
sekat-sekat pergaulan antara kaum laki-laki dan wanita. Merebaknya perzinahan
dan terjadinya pelecehan seksual adalah diantara fenomena yang diakibatkan
karena kaum wanita tidak menjaga aturan Allah diatas dan kaum laki-laki sebagai
pemimpin dan penanggungjawab mereka lalai dalam menerapkan hukum-hukum Allah
atas kaum wanita.
Bersambung