BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1.1 Latar Belakang
Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk
melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini
pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme
pasar. Peluang-peluang yang diberikan pemerintah telah memberi kesempatan pada
usaha-usaha tertentu untuk melakukan penguasaan pangsa pasar secara tidak
wajar.
Keadaan tersebut didukung oleh orientasi bisnis yang tidak hanya pada
produk, promosi dan kosumen tetapi lebih menekankan pada persaingan sehingga
etika bisnis tidak lagi diperhatikan dan akhirnya telah menjadi praktek
monopoli, persengkongkolan dan sebagainya. Masalah pelanggaran etika sering
muncul antara lain seperti, dalam hal mendapatkan ide usaha, memperoleh modal,
melaksanakan proses produksi, pemasaran produk, pembayaran pajak, pembagian
keuntungan, penetapan mutu, penentuan harga, pembajakan tenaga professional,
blow-up proposal proyek, penguasaan pangsa pasar dalam satu tangan,
persengkokolan, mengumumkan propektis yang tidak benar, penekanan upah buruh
dibawah standar, insider traiding dan sebagainya. Biasanya faktor keuntungan
merupakan hal yang mendorong terjadinya perilaku tidak etis dalam berbisnis.
BAB II
2.1 Landasan Teori
Etika bisnis merupakan pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam
ekonomi atau bisnis dan semua pihak yang terkait dengan para kompetitor untuk
menghindari penyimpangan-penyimpangan ilmu ekonomi dan mencapai tujuan atau
mendapatkan profit, sehingga kita harus menguasai sudut pandang ekonomi, hukum,
dan etika atau moral agar dapat mencapai target yang dimaksud. Moralitas
berarti aspek baik atau buruk, terpuji atau tercela, dan karenanya
diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia. Moralitas selalu berkaitan
dengan apa yang dilakukan manusia, dan kegiatan ekonomis merupakan suatu bidang
perilaku yang sangat penting. Tetapi belum pernah etika bisnis mendapat begitu
banyak perhatian seperti sekarang.
Perlu diketahui tentang pendekatan diskritif etika dan moral yang meneliti
dan membahas secara ilmiah, kritis, rasional atas sikap dan perilaku pembisnis
sebagai manusia yang bermoral manusiawi. Pendekatan ini menganalisa fakta-fakta
keputusan bisnis dan patokan bermoral serta mampu menggambarkan pengambilan
sikap moral dan menyusun kode etik atau kitab UU berdasarkan keyakinan moral.
Oleh sebab itu didefenisikan secara kritis istilah etika seperti keadilan,
baik, yang utama atau prioritas, tanggung jawab, kerahasiaan perusahaan,
kejujuran dan lain-lain, maka bisnis juga mempunyai kode etik dan moral. Dalam
berbisnis kita juga harus mengetahui tentang deontologi karena deontologi
didasarkan prinsip-prinsip pengelolaan ilmu ekonomi yang berproses pada
kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi sebelum pengambilan keputusan bisnis
dan didasarkan pada aturan-aturan moral atau etika yang mengatur proses yang
berakhir pada keputusan bisnis. Jadi deontologi menilai baik buruknya aturan-aturan
dan prinsip-prinsip yang mendahului keputusan bisnisnya, serta menguji apakah
prinsip-prinsip sudah dijalankan serta merupakan kewajiban bagi pelaku atau
yang terlibat didalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan bisnis
tersebut..
Perilaku tidak etis dalam kegiatan bisnis sering juga terjadi karena
peluang-peluang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang kemudian
disahkan dan disalah gunakan dalam penerapannya dan kemudian dipakai sebagai
dasar untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar etika bisnis.
2.2 Contoh Kasus
Seperti yang kita ketahui bahwa Samsung, Android dan Apple saling
berselisih, diberbagai belahan Dunia saling tuduh menuduh tentang hak paten dan
seakan tak berkesudahaan. Perang Hak paten antara perusahaan Tehnology terbesar
ini ada artikelnya ada pada laman situs Bussinesweek yang amat panjang, tetapi menarik untuk di
baca. Pada atikel BussinesWeek itu memaparkan perang paten antara
Apple dan berbagai produsen yang memproduksi produk-produk Android dan juga
artikel itu memberikan rincian bagaimana Apple terlibat dalam litigasi paten
dengan sejumlah pembuat smartphone Android, termasuk Samsung, Motorola dan HTC.
“Dalam perang paten telepon pintar (smartphone), banyak hal yang
dipertaruhkan. Perusahaan terkait tak akan ragu mengeluarkan uang banyak demi menjadi
pemenang,” kata pengacara dari Latham & Watkins, Max Grant, dikutip dari Bloomberg,
Jumat, 24 Agustus 2012. Menurut dia, ketika persoalan hak cipta sudah sampai di
meja hijau, maka perusahaan tidak lagi memikirkan bagaimana mereka harus
menghemat pengeluaran keuangan.
Sebagai gambaran, Grant mengatakan, pengacara Apple diketahui memperoleh komisi
US$ 1.200 atau sekitar Rp 11,3 juta per jamnya untuk meyakinkan hakim dan juri
bahwa Samsung Electronics Co telah menyontek atau mencuri desain smartphone
Apple. Perusahaan yang dipimpin Tim Cook itu juga sudah menghabiskan total US$
2 juta atau sekitar Rp 18,9 miliar hanya untuk menghadirkan saksi ahli.
Meski kelihatan besar, uang untuk pengacara dan saksi ahli tersebut
sebenarnya tergolong kecil dan masih masuk akal di “kantong” Apple ataupun
Google. Sebagai contoh, biaya US$ 32 juta yang dikeluarkan Apple dalam perang
paten melawan Motorola Mobility setara dengan hasil penjualan Apple iPhone
selama enam jam.
Keduanya diminta menghentikan penjualan produk tertentu. 10 produk Samsung,
termasuk Galaxy SII, tak boleh dijual lagi; 4 produk Apple, termasuk iPad 2 dan
iPhone 4, juga demikian. Oleh pengadilan Korea, Samsung diminta membayar denda
25 juta Won, sedangkan Apple dikenakan denda sejumlah 40 juta Won atau setara
US$ 35.400
BAB III
3.1 Kesimpulan
Upaya hukum pihak Apple pada bulan Februari lalu sempat mengalami kemunduran
saat hakim Koh menolak permintaan Apple untuk melarang penjualan perangkat
Samsung di Amerika Serikat. Menurut Koh, paten desain Apple terlalu luas dan
bahkan beberapa di antaranya memiliki kemiripan dengan konsep yang ada di
serial Knight Rider tahun 1994. Atas putusan tersebut Apple melakukan upaya
banding dan menyewa sebuah firma hukum terkenal di Los Angeles untuk
meningkatkan upaya perang paten yang sedang berlangsung.
Keduanya diminta menghentikan penjualan produk tertentu. 10 produk Samsung,
termasuk Galaxy SII, tak boleh dijual lagi; 4 produk Apple, termasuk iPad 2 dan
iPhone 4, juga demikian. Oleh pengadilan Korea, Samsung diminta membayar denda
25 juta Won, sedangkan Apple dikenakan denda sejumlah 40 juta Won atau setara
US$ 35.400
3.2 Saran
Pelanggaran yang dilakukan kedua perusahaan technology terbesar ini tentu
akan membawa dampak yang buruk bagi perkembangan ekonomi, bukan hanya pada
ekonomi tetapi juga bagaimana pendapat masyarakat yang melihat dan menilai
kedua perusahaan technology ini secara moral dan melanggar hukum dengan saling
bersaing dengan cara yang tidak sehat. Kedua kompetitor ini harusnya
professional dalam menjalankan bisnis, bukan hanya untuk mencari keuntungan
dari segi ekonomi, tetapi harus juga menjaga etika dan moralnya dimasyarakat
yang menjadi konsumen kedua perusahaan tersebut serta harus mematuhi
peraturan-peraturan yang dibuat.
Sumber :
http://www.BussinesWeek.com
http://bestseoeasy.blogspot.com/2012/08/apple-vs-samsung-apple-akhirnya.html