Makalah Hak Kekayaan Intelektual

BAB I
Pendahuluan

1. Latar belakang

Hak Kekayaan Intelektual (Intelectual Property Rights) merupakan topik hangat yang akhir-akhir ini dibicarakan di dalam masyarakat, hal ini dapat dilihat dari banyaknya pemberitaan mengenai pelanggaran-pelanggaran terhadap Hak Kekayaan Intelektual baik di media televisi maupun di media cetak, pemberitaan tersebut misalnya mengenai operasi polisi terhadap penjual compact disc bajakan, penjual barang-barang bermerek yang aspal (asli tapi palsu), hingga adanya penggunaan budaya-budaya daerah oleh pihak asing. Hak Kekayaan Intelektual menjadi suatu hal yang penting untuk dilindungi dikarenakan Hak Kekayaan Intelektual ini memiliki peranan yang “sangat penting untuk menggairahkan laju perekonomian dunia yang pada akhirnya membawa kesejahteraan umat manusia”.[1]

Hak Kekayaan intelektual yang dahulu disebut dengan Hak Milik 
Intelektual , memiliki pengertian sebagai berikut :
Pada Hakekatnya merupakan suatu hak dengan karakteristik khusus dan istimewa, karena hak tersebut diberikan oleh negara. Negara berdasarkan ketentuan Undang-Undang, memberikan hak khusus tersebut kepada yang berhak, sesuai dengan prosedur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Jadi hakikat HKI adalah adanya suatu kreasi(creation).Kreasi ini mungkin dalam bidang kesenian atau dalam bidang industri ataupun dalam bidang ilmu pengetahuan atau kombinasi antara ketiganya.2

Hak Kekayaan Intelektual terbagi dalam 2 bagian besar,yaitu:
1. Hak Cipta (Undang-Undang no. 19 tahun 2002)
2. Hak Milik Perindustrian, yang terdiri dari:
a. Paten ( Undang-Undang no.14 tahun 2001)
b. Merek ( Undang-Undang no.15 tahun 2001)
c. Desain Produk Industri ( Undang-Undang no. 31 tahun 2000 )
d. Desain tata letak sirkuit tepadu( Undang-Undang no.32 tahun 2000 )
e. Rahasia Dagang ( Undang-Undang no.30 tahun 2000 ).

Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual khususnya untuk folklor tercantum di dalam undang-Undang nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta pada pasal 10 ayat (2) dimana tertulis:

Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat , dongeng, legenda, babad , lagu, kerajinan tangan, koreografi , tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.

Pengertian Hak Cipta sendiri menurut ketentuan Undang-Undang nomor 19 tahun 2002 pasal 1 angka 1 adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangu pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Folklor merupakan bagian dari pengetahuan tradisional. Pengetahuan tradisional diartikan sebagai: 

Pengetahuan yang merujuk pada pengetahuan, inovasi, dan praktik dari masyarakat asli dan lokal dari seluruh dunia. Dikembangkan dari pengalaman melalui negara-negara dan diadaptasi ke budaya lokal dan lingkungan, pengetahuan tradisional ditransmisikan secara lisan dari generasi ke generasi. Hal itu menjadi kepemilikan secara kolektif dan mengambil bentuk folklor, peribahasa, nilai-nilai budaya, keyakinan, ritual, hukum masyarakat, bahasa daerah dan praktik pertanian, mencakup pengembangan spesies tumbuhan dan keturunan binatang”3.

Menurut Arif Syamsuddin, Pengetahuan Tradisional dalam bentuk folklor mencakup :
musik tradisional, narasi dan literatur tradisional, seni tradisional, kerajinan tradisional, simbol/nama/istilah tradisional, pertunjukkan tradisional, seni arsitektur tradisional, danlain-lain. Contoh EBT dikelompokkan menjadi ekspresi verbal: berpantun, berpuisi, kata/tanda/simbol, ekspresi musik: instrumen musik, pelantunan lagu, ekspresi gerakan: tari-tarian, bentuk permainan, upacara ritual, sesaji, ekspresi bentuk nyata: produksi seni tradisional (menggambar,memahat patung, kerajinan kayu, kerajinan logam, perhiasan, karpet tradisional, alat-alat musik tradisional, bangunan arsitektur tradisional).4

Kata folklor merupakan pengIndonesiaan dari bahasa Inggris yaitu “folklore”, kata tersebut merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata dasar yakni Folk dan Lore. 

Menurut Alan Dundes kata Folk artinya adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri fisik ,sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya.Ciri pengenal itu diantaranya baik berupa warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian , bahasa, taraf pendidikan, dan agama yang sama. Kata Lore artinya adat (kebiasaan/tradisi) dan pengetahuan atau gambaran tradisi yang dimiliki oleh folk.5

Jadi arti folklore menurut Alan Dundes adalah adat atau kebiasaan maupun tradisi dan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat tertentu yang tinggal secara bersama-sama secara tutun temurun. Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, balai Pustaka, tahun 1990), “Folklor adalah adat istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun tetapi tidak dibukukan” 6, jadi dapat disimpulkan dari kedua definisi tersebut folklor berarti adat (kebiasaan/tradisi) yang dimiliki oleh sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri fisik,sosial,dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri pengenal itu diantaranya baik berupa warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian ,bahasa, taraf pendidikan,dan agama yang sama yang diwariskan secara turun temurun tetapi tidak dibukukan.Folklor merupakan sesuatu yang berwujud menurut Agus Chandra seorang konsultan Hak Kekayaan Intelektual, mengatakan “salah satu hukum dalam hak cipta adalah harus berwujud”7

Folklor pada belakangan ini menjadi suatu masalah hukum hal ini dapat dilihat dari kasus yang muncul belakangan ini salah satunya adalah kasus antara Indonesia dengan Malaysia yang dikarenakan adanya pengakuan lagu-lagu daerah Indonesia yang diakui sebagai lagu daerah Malaysia contohnya adalah lagu Rasa Sayange yang selama ini di kenal sebagai lagu daerah Maluku dan tari Pendet yang berasal dari Bali tiba-tiba saja Malaysia mengakuinya.

Folklor menjadi masalah hukum baru yang disebabkan karena belum adanya instrument hukum domestik yang mampu memberikan perlindungan hukum secara optimal terhadap pengetahuan tradisional yang saat ini banyak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Di samping itu , di tingkat internasional pengetahuan tradisional ini belum menjadi suatu kesepakatan internasional yang memberikan perlindungan hukum , pengaturan Hak kekayaan Intelektual yang terdapat dalam Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights(TRIPs) saat ini juga masih belum bisa optimal mengakomodasi kekayaaan masyarakat tradisional atau masyarakat asli.

Pemberian Perlindungan bagi folklor menjadi penting ketika dihadapkan pada karakteristik dan keunikan yang dimilikinya. Adanya beberapa alasan perlunya dikembangkannya perlindungan bagi folklor adalah :

“ adanya pertimbangan keadilan, konservasi, pemeliharaan budaya dan praktek tradisi, pencegahan perampasan oleh pihak-pihak yang tidak berhak terhadadap komponen-komponen folklor dan pengembangan penggunaan kepentingan pengetahuan tradisional”8. Perlindungan terhadap folklor berperan positif memberikan dukungan kepada komunitas masyarakat tersebut untuk melestarikan tradisinya.

“Indonesia adalah Negara yang memilik kekayaan sumber daya hayati (biodiversity) terbesar kedua setelah Brasil dan memiliki kekayaan tradisional di bidang obat-obatan yang sangat beragam”9.

Dari segi ekosistem Indonesia memiliki 42 ekosistem dengan kelimpahan keanekaragaman hayati yang luar biasa dari mulai padang es dan padang rumput pegunungan di irian jaya hingga di berbagai hutan hujan daratan di Kalimantan. Pengetahuan tradisional Indonesia khususnya folklor apabila dikembangkan terus menerus dan dijamin perlindungan hukumnya maka akan mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi yang tentunya akan mendorong peningkatan perekonomian di Indonesia. Hal ini menjadi peluang yang sangat bagus bagi Indonesia untuk memanfaatkan nilai potensial dari folklor seperti yang telah ditunjukkan melalui berbagai proses misappropriation (penjarahan) oleh perusahaan asing.

2. Rumusan Masalah

Pokok permasalahan yang dikemukakan dalam proposal ini adalah “Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap folklor khususnya lagu Rasa Sayange dan tari Pendet ditinjau dari Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta?”

3. Alasan pemilihan judul

Alasan saya memilih judul “Perlindungan hukum terhadap folklor khususnya lagu Rasa Sayange dan tari Pendet ditinjau dari Undang-Undang nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta”, dikarenakan banyaknya kasus-kasus pelanggaran hak cipta yang berkaitan dengan folklor ini yang merugikan masyarakat Indonesia yang mengakibatkan berkurangnya potensi ekonomi yang dimiliki Indonesia sehingga Indonesia khususnya para masyarakat tradisional mengalami kerugian dan dengan mudahnya folklor bangsa ini dimisspropriation (dijarah) oleh bangsa lain sehingga lambat laun tapi pasti Indonesia selain akan kehilangan potensi ekonomi ,Indonesia akan kehilangan jati diri dan keunikannya karena banyaknya kesenian-kesenian dan baju tradisional Indonesia diakui sebagai milik bangsa lain. Hal ini disebabkan tidak adanya suatu instrument hukum yang mengatur mengenai folklor yang memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap folklor ini dan juga tidak adanya data base untuk pengetahuan tradisional ini semakin menambah kemudahan bagi bangsa lain untuk mengklaim folklor milik Indonesia, selain alasan tersebut alasan lainnya mengapa saya memilih judul ini adalah keinginan saya untuk dapat mengetahui secara mendalam mengenai pengetahuan tradisional atau traditional knowledge khususnya folklor yang selama ini sering dianggap sebagai suatu hal yang tidak bernilai apa-apa tetapi ternyata bisa mempunyai nilai potensi ekonomi yang sangat besar yang sayangnya sudah disadari oleh perusahaan-perusahaan Negara maju tetapi belum disadari oleh masyarakat kita.

4. Tujuan penelitian 

Tujuan penulisan proposal ini meliputi tujuan akademis dan tujuanpraktis

a. Tujuan Akademis 

Tujuan akademisnya adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Hukum Universitas Surabaya.

b. Tujuan Praktis 

Tujuan praktis yang hendak dicapai adalah untuk memecahkan masalah hukum baru yang dikarenakan adanya pemahaman mengenai folklor yang ternyata memiliki potensi ekonomi yang tinggi yang tidak mempunyai perlindungan hukum secara optimal.

5. Metode penelitian

a. Tipe penelitian

Tipe penelitian yang digunakan untuk penyusunan proposal ini adalah tipe penelitian yuriis normatif yang bersifat deskriptif analistis, yaitu penelitian yng didasarkan pada penulisan bahan pustaka

b. Pendekatan Masalah

Pendekatan dalam pembahasan proposal ini menggunakan statute approach dan conceptual approach. Statue approach adalah “pendekatan yang dilakukan dengan mengidentifikasikan serta membahas peraturan perundang-undangan yang berlaku”.10 Sedangkan conceptual approach ialah “suatu pendekatan dengan cara membahas pendapat para sarjana sebagai landasan pendukung”. Kedua pendekatan ini baik statute approach maupun conceptual approach digunakan Karena penulisan skripsi ini mengkaji sebuah fakta yang terjadi di tengah masyarakat dengan menggunakan hukum positif (peraturan perundang-undangan yang berlaku) serta konsep dan pemikiran para penulis dalam buku-buku literarur, doktrin-doktrin dan asas-asas yang terkait.

c. Bahan hukum atau sumber hukum

Bahan hukum dalam penulisan ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat mengikat berupa peraturan perundang-undangan . Dalam penulisan ini adalah perundang-undangan HKI khususnya Undang-Undang nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta sedangkan bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang sifatnya menjelaskan bahan hukum primer yang berupa literature-literatur,karya ilmiah yang ada kaitannya dengan permasalahan dibahas.

d. Langkah Penelitian 

Langkah yang digunakan dalam penulisan ini ada dua langkah ,yaitu langkah pengumpulan bahan hukum dan langkah analisa, sebagai berikut:

Langkah pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara studi pustaka, dimana diawali dengan menginventaris bahan hukum yang terkait, dilanjutkan dengan memilah-milah atau mengklasifikasi bahan bacaan tersebut dan akhirnya disusun secara sistematis untuk mempermudah dalam membaca dan memahami.

Langkah analisis, dalam menjawab permasalahan-permasalahan digunakkan penalaran yang bersifat deduksi yaitu benalaran yang diperoleh secara umum dari peraturan perundang-undangan dalam hal ini adalah perUndang-Undangan HKI dan juga literature kemudian hasil penalaran tersebut diterapkan pada permasalahan yang diajukan secara khusus.

6. Pertanggungjawaban sistematika

Sistematika skripsi ini sengaja disusun dengan sitematis dengan harapan untuk mempermudah pemahaman dan mengetahui maksud dan isi dari skripsi ini.Skripsi ini disusun dalam bentuk bab yang kesemuanya terdiri dari 4 bab , yaitu:

Bab I , Pendahuluan, merupakan titik awal dari penulisan yang berisi penjelasan secara garis besar dari keseluruhan skripsi, yang meliputi: Latar belakang dan permasalahan , alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, metodologi dan pertanggungjawaban sistematika.

Bab II, Landasan teori yang mengatur kajian teoritik yang tertuang dalam literatur-literatur, buku, maupun undang-undang yang terkait dengan permasalahan yang dibahas.sub bab 1 akan membahas pengertian mengenai ruang lingkup Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan dengan peraturan perundang-undangan HKI dan pendapat para sarjana , sub bab 2 akan membahas pengertian mengenai ruang lingkup Hak Cipta berdasarkan dengan peraturan perundang-undangan HKI dan pendapat para sarjana, sub bab 3 akan membahas mengenai folklor dalam beberapa kajian Hak Kekayaan Intelektual, Bab II akan menjadi landasan teoritik yang dipergunakan sebagai dasar dalam menganalisis permasalahan pada Bab III.

Bab III, Pembahasan. Dalam Bab ini akan memberikan pembahasan dengan menguraikan permasalahan secara mendetail yang kemudian dikaji secara lebih lanjut dengan menggunakan landasan teoritik pada Bab II.

Bab IV, Penutup. Bab ini mengakhiri seluruh rangkaian uraian dan keseluruhan materi yang tertuang dalam bab-bab sebelumnya dan pembahasan.Sub babnya terdiri dari Simpulan dan Saran .Sub bab Simpulan memberikan konklusi terhadap seluruh uraian dan pembahasan yang telah dibahas di dalam bab III. Konklusi merupakan perumusan kembali secara singkat jawaban atas pokok permasalahan sebagaimana yang telah dikemukakan. Sub bab Saran sebagai alternatif pemecahan masalah.