PENGERTIAN PROBLEM BASED LEARNING ( PBL )

Problem Based Learning

PENGERTIAN PROBLEM BASED LEARNING ( PBL )
Problem-Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah metode pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan (Duch, 1995).  Finkle dan Torp (1995) menyatakan bahwa PBM merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan secara simultan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur dengan baik.  Dua definisi di atas mengandung arti bahwa PBL atau PBM merupakan setiap suasana pembelajaran yang diarahkan oleh suatu permasalahan sehari-hari.
PBM bermula dari suatu program inovatif yang dikembangkan di Fakultas Kedokteran Universitas McMaster, Kanada (Neufeld & Barrows, 1974).  Program ini dikembangkan berdasar kenyataan bahwa banyak lulusannya yang tidak mampu menerapkan pengetahuan yang mereka pelajari dalam praktek sehari-hari.  Dewasa ini PBM telah menyebar ke banyak bidang seperti hukum, ekonomi, arsitektur, teknik, dan kurikulum sekolah.
Menurut Boud dan Felleti (1991, dalam Saptono, 2003) menyatakan bahwa “Problem Based Learning is a way of constructing and teaching course using problem as a stimulus and focus on student activity”. H.S. Barrows (1982), sebagai pakar PBL menyatakan bahwa definisi PBL adalah sebuah metode pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah (problem) dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu (knowledge) baru.. PBL adalah metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru (Suradijono, 2004)
Berdasarkan pendapat pakar-pakar tersebut maka dapat disimpulkan bahwa PROBLEM BASED LEARNING (PBL) merupakan metode pembelajaran yang mendorong siswa untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan siswa sebelum mulai mempelajari suatu subyek.PBL menyiapkan siswa untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara tepat sumber-sumber pembelajaran.
Sehingga dapat diartikan bahwa PBL adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata lalu dari masalah ini siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka punyai sebelumnya (prior knowledge) sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru. Diskusi dengan menggunakan kelompok kecil merupakan poin utama dalam penerapan PBL. PBL merupakan satu proses pembelajaran di mana masalah merupakan pemandu utama ke arah pembelajaran tersebut.  Dengan demikian, masalah yang ada digunakan sebagai sarana agar anak didik dapat belajar sesuatu yang dapat menyokong keilmuannya.
  1. LATAR BELAKANG PENTINGNYA  PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
Metode pembelajaran yang kurang efektif dan efisien, menyebabkan tidak seimbangnya kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, misalnya pembelajaran yang monoton dari waktu ke waktu, guru yang bersifat otoriter dan kurang bersahabat dengan siswa, sehingga siswa merasa bosan dan kurang minat belajar. Untuk mengatasi hal tersebut maka guru sebagai tenaga pengajar dan pendidik harus selalu meningkatkan kualitas profesionalismenya yaitu dengan cara memberikan kesempatan belajar kepada siswa dengan melibatkan siswa secara efektif dalam proses pembelajaran.
Keberhasilan pembelajaran dalam arti tercapainya standar kompetensi, sangat bergantung pada kemampuan guru mengolah pembelajaran yang dapat menciptakan situasi yang memungkinkan siswa belajar sehingga merupakan titik awal berhasilnya pembelajaran (Semiawan, 1985). Banyaknya teori dan hasil penelitian para ahli pendidikan yang menunjukkan bahwa pembelajaran akan berhasil bila siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Atas dasar ini munculah istilah Cara Belajar Siswa Aktif ( CBSA ). Salah satu pendekatan pembelajaran yang mengakomodasi CBSA adalah Pembelajaran Berbasis Masalah(PBL) dikembangkan dari pemikiran nilai–nilai demokrasi, belajar efektif perilaku kerja sama dan menghargai keanekaragaman dimasyarakat.
Pembelajaran berbasis masalah(PBL) bermaksud untuk memberikan ruang gerak berpikir yang bebas kepada siswa untuk mencari konsep dan menyelesaikan masalah yang terkait dengan materi yang disampaikan oleh guru. Karena pada dasarnya ilmu Matematika bertujuan agar siswa memahami konsep-konsep Matematika dengan kehidupan sehari-hari. Memiliki ketrampilan tentang alam sekitar untuk mengembangkan pengetahuan tentang proses alam sekitar,mampu menerapkan berbagi konsep matematika untuk menjelaskan gejala alam dan mampu menggunakan teknologi sederhana untuk memecahkan masalah yang ditemukan pada kehidupan sehari-hari(Depdikbud:1994).
Dengan menggunakan pendekatan PBL siswa tidak hanya sekedar menerima informasi dari guru saja, karena dalam hal ini guru sebagai motivator dan fasilitator yang mengarahkan siswa agar terlibat secara aktif dalam seluruh proses pembelajaran dengan diawali pada masalah yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari. Karateristik PBL lebih mengacu pada aliran pendidikan kontruktivmisme, dimana belajar merupakanproses aktif  dari pembelajaran untuk membangun pengetahuan . proses aktif yang dimaksud tidak hanya bersifat secara mental tetapi juga secara fisik. Artinya, melalui aktivitas secara fisik pengetahuan siswa secara aktif dibangun berdasarkan proses asimilasi pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengetahuan  yang telah dimiliki dan ini berlangsung secara mental. Matthews( dalam Suparno.1997:56).
Dalam pembelajaran guru harus dapat menciptakan lingkungan belajar sebagai suatu sistem sosial yang memiliki ciri proses demokrasi dan proses ilmiah. Pembelajaran berbasis masalah merupakan jawaban terhadap praktek pembelajaran kompetensi serta merespon perkembangan dinamika sosial masyarakat.Selain itu pembelajaran berbasis masalah pada dasarnya merupakan pengembangan lebih lanjut dari pembelajaran kelompok.Dengan demikian, metode pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik yang khas yaitu menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks belajar bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan ketrampilan memecahkan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran.
Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dengan situasi berorientasi pada masalah, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar. Menurut Ibrahim dan Nur (2000:2 dalam Nurhadi dkk,2004), “ Pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan nama lain seperti Project-Based Learning (Pembelajaran Proyek), Eksperience-Based Education (Pendidikan Berdasarkan Pengalaman), Authentic learning (Pembelajaran Autentik), dan Anchored instruction (Pembelajaran berakar pada dunia nyata)”. Peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.Pembelajaran berbasis masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka secara garis besar pembelajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukankan penyelidikan secara inkuiri.



  1. UNSUR – UNSUR PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
Pembelajaran Problem Based Learning mempunyai beberapa unsur-unsur yang mendasar  pada pendidikan sebagai berikut:
  1. Integrated Learning
  • Pembelajaran mengintegrasikan seluruh bidang pelajaran
  • Pembelajaran bersifat menyeluruh melibatkan aspek-aspek perkembangan anak
  • Anak membangun pemikiran melalui pengalaman langsung
  1. Contextual Learning
  • Anak belajar sesuatu yang nyata, terjadi, dan dialami dalam kehidupannya
  • Anak merasakan langsung manfaat belajar untuk kehidupannya
  1. Constructivist Learning
  • Anak membangun pemikirannya melalui pengalaman langsung (hand on experience)
  •  Learning by doing
  1. Active Learning
  • Anak sebagai subyek belajar yang aktif menentukan, melakukan dan mengevaluasi (PLAN-DO-REVIEW)
  1. Learning Interesting
  • Pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan bagi anak karena anak terlibat langsung dalam  menentukan masalah.

  1. FASE – FASE PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
PBL berlangsung dalam enam fase, yaitu:
Fase 1: Pengajuan permasalahan. Soal yang diajukan seperti dinyatakan sebelumnya harus tidak terstrktur dengan baik, dalam arti untuk penyelesaiannya diperlukan infoemasi atau data lebih lanjut, memungkinkan banyak cara atau jawaban, dan cukup luas kandungan materinya.
Fase2: Apa yang diketahui diketahui dari permasalahan?  Dalam fase ini setiap anggota akan melihat permasalahan dari segi pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.  Kelompok akan mendiskusikan dan menyepakati batasan-batasan mengenai permasalahan tersebut, serta memilah-memilah isu-isu dan aspek-aspek yang cukup beralasan untuk diselidiki lebih lanjut.  Analisis awal ini harus menghasilkan titik awal untuk penyelidikan dan dapat direvisi apabila suatu asumsi dipertanyakan atau informasi baru muncul kepermukaan.

Fase 3: Apa yang tidak diketahui dari permasalahan?  Disini anggota kelompok akan membuat daftar pertanyaan-pertanyaan atau isu-isu pembelajaran yang harus dijawab untuk menjelas permasalahan.  Dalam fase ini, anggota kelompok akan mengurai permasalahan menjadi komponen-komponen, mendiskusikan implikasinya, mengajukan berbagai penjelasan atau solusi, dan mengembangkan hipotesis kerja.  Kegiatan ini seperti fase “brainstorming” dengan evaluasi; penjelasan atau solusi dicatat.  Kelompok perlu merumuskan tujuan pembelajaran, menentukan informasi yang dibutuhkan, dan bagaimana informasi ini diperoleh.

Fase 4: Alternatif Pemecahan.  Dalam fase ini anggota kelompok akan mendiskusikan, mengevaluasi, dan mengorganisir hipotesis dan mengubah hipotesis.  Kelompok akan membuat daftar “Apa yang harus dilakukan?” yang mengarah kepada sumberdaya yang dibutuhkan, orang yang akan dihubungi, artikel yang akan dibaca, dan tindakan yang perlu dilakukan oleh para anggota.  Dalam fase ini anggota kelompok akan menentukan dan mengalokasikan tugas-tugas, mengembangkan rencana untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan.  Informasi tersebut dapat berasal dari dalam kelas, bahan bacaan, buku pelajaran, perpustakaan, perusahaan, video, dan dari seorang pakar tertentu.  Bila ada informasi baru, kelompok perlu menganalisa dan mengevaluasi reliabilitas dan kegunaannya untuk penyelesaian permasalahan yang sedang dihadapi.

Fase 5: Laporan dan Presentasi Hasil.  Pada fase ini, setiap kelompok akan menulis laporan hasil kerja kelompoknya.  Laporan ini memuat hasil kerja kelompok dalam fase-fase sebelumnya diikuti dengan alasan mengapa suatu alternatif dipilih dan uraian tentang alternatif tersebut.  Pada bagian akhir setiap kelompok menjelaskan konsep yang terkandung dalam permasalahan yang diajukan dan penyelesaian yang mereka ajukan.  Misalnya, rumus apa yang mereka gunakan.  Laporan ini kemudian dipresentasikan dan didiskusikan dihadapan semua siswa.

Fase 6: Pengembangan Materi.  Dalam fase ini guru akan mengembangkan materi yang akan dipelajari lebih lanjut dan mendalam dan memfasilitasi pembelajaran berdasarkan konsep-konsep yang diajukan oleh setiap kelompok dalam laporannya.

Dengan memperhatikan kegiatan pada setiap fase, para peserta didik menggunakan banyak waktunya untuk mendiskusikan masalah, merumuskan hipotesis, menentukan fakta yang relevan, mencari informasi, dan mendefinisikan isi pembelajaran itu sendiri.  Tidak seperti pembelajaran tradisional, tujuan pembelajaran dalam PBM tidak ditetapkan dimuka.  Sebaliknya, setiap anggota kelompok akan bertanggungjawab untuk membangun isi-isu atau tujuan berdasarkan analisa kelompok tentang permasalahan yang diberikan.