KARYA ILMIAH PENGARUH BENZENA DALAM BENSIN



KARYA ILMIAH PENGARUH BENZENA DALAM BENSIN

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Kesehatan merupakan salah satu hal yang sangat penting dan diidamkan oleh hampir seluruh masyarakat. Dengan tubuh yang sehat, maka kita dapat menjalankan segala rutinitas dan aktivitas kita sehari-hari. Oleh karena itu, banyak orang yang rela  menghabiskan banyak uang hanya untuk mendapatkan jasmani yang sehat.
Kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya yaitu kebiasaan. Kebiasaan seseorang tentunya berbeda dengan kebiasaan orang yang lainnya. Sebagai contoh, kebiasaan orang yang bekerja di kantor tentunya sangat berbeda dengan kebiasaan orang yang bekerja di SPBU (Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum). Orang yang bekerja di SPBU atau petugas SPBU, tentuya lebih sering berkontak langsung dengan bensin dibandingkan orang yang bekerja di kantor yang hanya berada di SPBU pada saat mengisi bahan bakar kendaraan mereka.
Bensin merupakan bahan bakar transportasi yang masih memegang peranan penting sampai saat ini. Bensin adalah cairan campuran yang berasal dari minyak bumi dan sebagian besar tersusun dari hidrokarbon serta digunakan sebagai bahan bakar dalam mesin pembakaran dalam. Senyawa hidrokarbon terdapat sebagai zat alami yang ada maupun sebagai zat aditif (pelarut). Kadar bensin bervariasi tergantung komposisi minyak mentah dan kualitas yang diinginkan.
Bensin juga mengandung beberapa senyawa tambahan seperti Tetra Etil Led (TEL), Metil Tersier Butil Eter (MTBEL), Led (Timbal), Benzena, Toluena, dan Xylena. Di antara senyawa-senyawa tersebut benzena telah diklasifikasikan sebagai penyebab kanker grup 1 oleh International Agency for Research on Cancer (IARC).
Peningkatan potensi pencemaran senyawa benzena diperkirakan meningkat sejak adanya kebijakan penghapusan bensin tanpa timbal oleh pemerintah. Akibat kebijakan tersebut, untuk menaikkan nilai oktan pada bensin perlu ditambahkan HOMC (high octane migas component). HOMC juga dapat berupa zat aditif. Namun beberapa senyawa tambahan dalam bensin merupakan senyawa yang berbahaya. Bilangan oktan merupakan penentu kualitas bensin. Sehingga apabila bilangan oktan bensin semakin tinggi, maka semakin baik pula kualitas bensin tersebut.

Dari uraian diatas ternyata dapat diketahui bahwa dalam bensin terdapat beberapa senyawa berbahaya, khusnya benzena. Apabila seseorang terlalu sering berkontak langsung dengan bensin, tentunya akan berdampak kurang baik. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai hal tersebut, maka perlu kiranya dilakukan suatu penelitian tentang pengaruh benzena dalam bensin terhadap kesehatan petugas SPBU.

B.  Identifikasi Masalah
Peningkatkan kualitas bensin tentunya sangat diharapkan oleh para konsumen. Namun sangat disayangkan apabila senyawa tambahan yang dicampurkan ke dalam bensin merupakan senyawa yang berbahaya. Karena dalam jangka waktu tertentu akan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan tubuh. Secara umum, timbul pertanyaan pengaruh apa saja yang ditimbulkan oleh benzena yang terdapat dalam bensin terhadap kesehatan petugas SPBU. Hal ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
(1) Apakah Benzena termasuk senyawa tambahan yang berbahaya?
(2) Apakah benzena dalam bensin dapat berpengaruh pada kesehatan tubuh dalam jangka waktu yang pendek?
(3) Apakah pengaruh benzena dalam bensin dalam jangka waktu panjang terhadap kesehatan?
(4) Apakah ada pengaruh kebiasaan petugas SPBU sehingga menyebabkan senyawa dalambensin dapat masuk ke dalam tubuhnya?
(5) Apakah ada penyakit yang disebabkan karena adanya kadar benzena dalam bensin terhadap tubuh?
(6) Apakah ada pengaruh kualitas benzena terhadap penggunaannya sebagai senyawa tambahan pada bensin?


C.  Pembatasan Masalah
Berdasarkan hasil identifikasi di atas terdapat beberapa faktor yang menyebabkan bensin berpengaruh terhadap kesehatan petugas SPBU. Pembatasan masalah ini dilakukan karena keterbatasan waktu, biaya, dan kemampuan peneliti dalam memahami dan mengungkapkan berbagai faktor yang mungkin ada hubungannya dengan pengaruh benzena dalam bensin terhadap kesehatan petugas SPBU. Pembatasan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut : Pengaruh benzena dalam bensin terhadap kesehatan petugas SPBU.



D.  Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah pengaruh benzena dalam bensin terhadap kesehatan tubuh petugas SPBU. Untuk dapat melakukan kajian secara empiris, maka masalah penelitian tersebut dapat dirumuskan dalam masalah penelitian ini sebagai berikut :
(1) Apakah terdapat pengaruh benzena dalam bensin terhadap kesehatan petugas SPBU?
(2) Apakah terdapat pengaruh kebiasaan petugas SPBU sehingga menyebabkan bensin dapat masuk ke dalam tubuhnya?
(3) Apakah terdapat penyakit yang disebabkan karena adanya kadar benzena dalam bensin terhadap tubuh?


E.   Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian pengaruh benzena dalam bensin terhadap kesehatan petugas SPBU diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun praktis.
a.     Secara Teoritis
Kegunaan penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan dalam dunia kesehatan untuk melakukan kajian-kajian yang lebih mendalam terhadap pengaruh bahan-bahan yang terdapat dalam bensin, khususnya benzena.
b.     Secara Praktis
Kegunaan penelitian ini secara praktis diharapkan akan dapat yaitu :
1.     Meningkatkan kualitas bensin tanpa menggunakan senyawa tambahan yang berbahaya seperti benzena.
2.     Memperbaiki cara penanganan yang tepat saat atau setelah berkontak langsung dengan bensin.
3.      Mencegah dampak negatif yang mungkin diakibatkan bensin terhadap kesehatan tubuh.

BAB II
DESKRIPSI TEORI DAN PEMBAHASAN

A.  Deskripsi Teori
1.     Bensin
1.1.         Pengertian Bensin
Bensin atau petrol adalah cairan campuran yang berasal dari minyak bumi dan mengandung lebih dari 500 jenis hidrokarbon yang memiliki rantai C5-C10. Bensin biasa disebut gasoline di Amerika Serikat dan Kanada. Istilah gasoline banyak pula digunakan dalam industri minyak, bahkan dalam perusahaan bukan Amerika. Kadangkala istilah mogas (motor gasoline, digunakan mobil) digunakan untuk membedakannya dengan avgas, gasoline yang digunakan oleh pesawat terbang ringan.

1.2.         Bensin sebagai Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Bensin merupakan salah satu bahan bakar utama di Indonesia khusunya untuk kendaraan bermotor. Bensin hanya terbakar dalam fase uap, maka bensin harus diuapkan dalam karburator sebelum dibakar dalam silinder mesin kendaraan. Energi yang dihasilkan dari proses pembakaran bensin diubah menjadi gerak melalui tahapan seperti ada pada lampiran 1.
Pembakaran bensin yang diinginkan adalah yang menghasilkan dorongan yang mulus terhadap penurunan piston. Hal ini tergantung dari ketepatan waktu pembakaran agar jumlah energi yang ditransfer ke piston menjadi maksimum. Ketepatan waktu pembakaran salah satunya tergantung dari jenis rantai hidrokarbon yang selanjutnya akan menentukan kualitas bensin.
Jenis rantai hidrokarbon yang digunakan yaitu :
·        Alkana, rantai lurus dalam bensin seperti n-heptana, n-oktana, dan n-nonana yang sangat mudah terbakar. Hal ini menyebabkan pembakaran terjadi terlalu awal sebelum piston mencapai posisi yang tepat. Akibatnya timbul bunyi ledakan yang dikenal sebagai ketukan (knocking). Pembakaran terlalu awal juga berarti ada sisa komponen bensin yang belum terbakar sehingga energy yang ditransfer ke piston tidak maksimum.
·        Alkana rantai bercabang atau alisiklik atau aromatik dalam bensin seperti isooktana yang tidak terlalu mudah terbakar. Jadi, lebih sedikit ketukan yang dihasilkan dan energi yang ditransfer ke piston lebih besar.

1.3.         Bilangan Oktan
Kualitas bensin dinyatakan oleh bilangan oktan. Semakin tinggi bilangan oktan, maka semakin tinggi pula kualkitas bensin tersebut. Dalam kata lain bilangan oktan merupakan ukuran dari kemampuan bahan bakar untuk mengatasi ketukan sewaktu terbakar dalam mesin. Nilai bilangan oktan 0 ditetapkan untuk n-heptana yang mudah terbakar, dan nilai 100 untuk isooktana yang tidak mudah terbakar. Struktur dari isooktana dan n-heptana dapat dilihat pada lampiran 2.
Untuk menentukan bilangan oktan dalam bensin, dapat dilihat pada lampiran 3. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menaikkan bilangan oktan pada bensin yaitu :
·        Mengubah hidrokarbon rantai lurus dalam fraksi hidrokarbon menjadi hidrokarbon rantai bercabang melalui proses reforming.
·        Menambahkan hidrokarbon alisiklik atau aromatik ke dalam campuran akhir fraksi bensin.
·        Menambahkan zat aditif anti ketukan ke dalam bensin untuk memperlambat pembakaran bensin. Dahulu digunakan senyawa timbal (Pb). Namun karena Pb bersifat racun, maka penggunaannya sudah dilarang dan diganti dengan senyawa organik, seperti etanol dan MTBE (Methyl Tertiary Butyl Etter). Terkadang penggunaan Pb digantikan oleh senyawa benzena, sehingga kadar benzena dalam bensin semakin meningkat.
Selain itu, untuk menaikkan nilai oktan pada bensin juga perlu ditambahkan HOMC (high octane migas component). HOMC juga dapat berupa zat aditif. Jenis zat aditif dapat dilihat pada lampiran 4.

1.4.         Jenis Bensin
Ada tiga jenis bensin yang diproduksi oleh Pertamina, yaitu Premium, Pertamax, dan Pertamax Plus. Jenis bensin Premium memiliki bilangan oktan yang berkisar antara 80-88, jenis bensin Pertamax memiliki bilangan oktan yang berkisar antara 91-92, sedangkan jenis bensin Pertamax Plus memiliki bilangan oktan sekitar 95.

2.     Benzena
2.1.         Sejarah Benzena
Benzena ditemukan pada tahun 1825 oleh seorang ilmuwan Inggris, Michael Faraday yang mengisolasikan senyawa tersebut dari gas minyak dan menamakannya bikarburet dari hidrogen. Pada tahun 1833, kimiawan Jerman, Eilhard Mitscherlich menghasilkan benzena melalui distilasi asam benzoat (dari benzoin karet atau gum benzoin) dan kapur. Mitscherlich memberinya nama benzin. Pada tahun 1845, kimiawan Inggris, Charles Mansfield, yang sedang bekerja di bawah August Wilhelm von Hofmann, mengisolasikan benzena dari tir (coal tar). Empat tahun kemudian, Mansfield memulai produksi benzena berskala besar pertama menggunakan metode tir tersebut. Senyawa benzena dapat dilihat dalam lampiran 5.

2.2.         Struktur Benzena
Struktur benzena pertama kali diperkenalkan oleh Kekule pada tahun 1865. Menurutnya, keenam atom karbon pada benzena tersusun secara melingkar membentuk segi enam beraturan dengan sudut ikatan masing-masing 120 derajat. Ikatan antara karbon adalah ikatan rangkap dua dan ikatan tunggal yang berselang seling, seperti diperlihatkan gambar di lampiran 6.
Benzena termasuk senyawa aromatik dan memiliki rumus molekul C6H6. Rumus molekul benzena memperlihatkan sifat ketidakjenuhan dengan adanya ikatan rangkap. Tetapi ketika dilakukan uji bromine benzena tidak memperlihatkan sifat ketidakjenuhan karena benzena tidak melunturkan warna dari air bromine. Hal ini membuat benzena istimewa.
 Berdasarkan hasil analisis, ikatan rangkap dua karbon-karbon pada benzena tidak terlokalisasi pada karbon tertentu melainkan dapat berpindah-pindah. Gejala ini disebut resonansi. Adanya resonansi pada benzena ini menyebabkan ikatan pada benzena menjadi stabil, sehingga ikatan rangkapnya tidak dapat diadisi oleh air bromin.
2.2     Sifat Benzena
          Sifat fisik dan sifat kimia senyawa Benzena adalah sebagai berikut.
    Sifat Fisik:
·                     Zat cair tidak berwarna
·                     Memiliki bau yang khas
·                     Mudah menguap
·                     Tidak larut dalam pelarut polar seperti air, tetapi larut dalm pelarut yang kurang polar atau nonpolar seperti eter
·                     Titik lelehnya yaitu 5,5 derajat Celsius
·                     Titik didihnya yaitu 80,1derajat Celsius
Sifat Kimia:
·                     Bersifat kasinogenik (racun)
·                     Merupakan senyawa nonpolar
·                     Tidak begitu reaktif, tapi mudah terbakar
·                     Lebih mudah mengalami reaksi substitusi dari pada adisi

2.3     Sumber Benzena di Lingkungan
    Benzena yang terdapat di alam dapat terbentuk secara alami maupun akibat aktivitas manusia. Pembentukan benzena secara alami biasanya berasal dari letusan gunung berapi, rembesan minyak bumi, dan kebakaran hutan. Benzena tersebut dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna dari material yang kaya karbon. Zat pencemar akibat pembakaran bensin pada kendaraan bermotor dapat dilihat pada lampiran 7.
    Benzena juga merupakan senyawa yang secara alami terkandung dalam minyak mentah, gasoline, dan tembakau rokok. Sumber lainnya adalah hasil buangan industri dan pembakaran batubara. Industri baja dan petrokimia juga merupakan penyumbang benzena yang cukup penting.

2.4     Kegunaan Benzena
Penggunaan benzena antara lain sebagai pelarut, material awal maupun intermediet pada sintesis kimia, dan komponen bahan bakar minyak. Sebelum ditetapkan sebagai penyebab kanker golongan 1, benzena digunakan bebas sebagai pelarut. Akan tetapi sekarang ini telah banyak negara yang melarang penggunaan benzena untuk mengurangi efek karsinogen terhadap manusia. Beberapa kegunaan benzena dalam produksi adalah sebagai berikut:
·        Bahan dasar pembuatan sikloheksana sebagai intermediet senyawa sikloheksanon, yang merupakan bahan baku sintesis poliamida
(nylon). Poliamida digunakan pada industri motor, listrik, alat olahraga, dan pengepakan.
·        Bahan dasar pembuatan kumena. Kumena adalah bahan baku produksi fenol dan propanon (aseton).
·        Benzena dapat direaksikan dengan etena menjadi etilbenzena, yang didehidrogenasi menjadi feniletena (stirena).
·        Bahan dasar pembuatan nitrobenzena.

B.  PEMBAHASAN
1.     Paparan Benzena
Dengan digantikannya fungsi timbal pada bahan bakar bensin dengan poli aromatik hidrokarbon, maka ancaman paparan benzena akibat penguapan langsung maupun emisi kendaraan bermotor semakin meningkat. Paparan merupakan banyaknya jumlah zat dalam tubuh. Benzena telah diklasifikasikan sebagai penyebab kanker pada manusia grup 1 oleh  International Agency for Research on Cancer (IARC) karena sifatnya yang karsinogenik. Semakin sering individu berinteraksi dengan senyawa tersebut, semakin tinggi risiko paparannya. Contohnya adalah petugas SPBU.
Berdasarkan data dari Bapedal dan Lemigas, bahan bakar minyak di DKI Jakarta mengandung benzena (3-14%,v/v), senyawa aromatik lainnya termasuk toluena (26-28%, v/v), dan olefin (3-11%, v/v). Dengan data tersebut berarti pekerja yang berhubungan dengan bahan bakar minyak dan emisi kendaraan memiliki potensi terpapar, salah satunya adalah petugas SPBU. Pada beberapa penelitian sebelumnya terhadap pekerja SPBU dilaporkan bahwa bahan bakar minyak merupakan sumber potensial paparan di lingkungan kerja.
Pada suatu penelitian dilakukan deteksi ada atau tidaknya paparan benzena dengan metode human biomonitoring terhadap metabolit benzena yaitu asam S-fenil merkapturat yang terdapat pada urin. Subjek dari penelitian ini adalah petugas wanita di beberapa SPBU di Jakarta sebanyak 15 orang dan kontrol sebanyak 5 orang. Dapat terlihat bahwa paparan benzena pada petugas beberapa stasiun pengisisan bahan bakar umum di Jakarta lebih tinggi dibandingkan kontrolnya.


2.           Jalur Paparan Benzena
2.1     Absorbsi
Saluran pernafasan atau inhalasi merupakan jalur utama absorbsi benzena, baik pada lingkungan kerja maupun lingkungan sekitar. Pada manusia, absorbsi melalui inhalasi bervariasi antara 70-80% dan kemudian menurun menjadi 50%  pada 5 menit pertama. Benzena yang masuk melalui inhalasi akan sampai ke paru-paru dan melalui membran yang ada di alveoli akan masuk ke aliran darah. Uap benzena lebih berat dibandingkan udara, sehingga dapat menyebabkan asphyxiation pada tempat yang tertutup dan kurang ventilasi. Sebagian besar petugas SPBU tidak menggunakan masker atau penutup hidung lainnya pada saat bekerja. Sehingga kemungkinan masuknya benzena dalam bensin ke dalam tubuh melalui cara inhalasi semakin besar.
Paparan benzena secara ingesti dapat diabsorpsi oleh tubuh, hal ini dibuktikan dengan pengujian pada kelinci yang diberi benzena yang telah diberi label radioaktif pada atom 14 C 9. Hasilnya, total radioaktivitas yang dikeluarkan lewat nafas dan urin sekitar 90% dari dosis yang diberikan. Sehingga dapat diperkirakan absorpsi benzena yang terkandung dalam suatu cairan terhadap paparan ingesti hampir mendekati 100%.
Benzena dapat diabsorpsi lewat kulit, hal ini telah dibuktikan secara in vivo (dalam manusia) dan in vitro (dengan kulit manusia). Perpindahan senyawa ini dari kulit ke darah melalui mekanisme difusi pasif. Interaksi dengan molekul-molekul pada kulit mempengaruhi absorpsi benzena tersebut. Tingkat absorpsi benzena cair yaitu 0.4 mg/cm2/jam (pada kondisi tepat larut). Absorpsi dari uap benzena dapat diabaikan. Tidak ada catatan mengenai toksisitas akut yang disebabkan paparan benzena melalui absorpsi kulit.
Jika seseorang khusunya petugas SPBU terpapar benzena dengan konsentrasi udara sebesar 10 ppm, maka perkiraan absorbsi per jamnya adalah 7,5 μL melalui inhalasi, 1,5 μL melalui kulit keseluruhan, dan 7,0 μL melalui kontak kulit langsung. Kontak benzena dengan kulit pada waktu yang lama akan membuat kulit pecah-pecah dan mengelupas.


2.2     Distribusi
Karena sifatnya yang lipofil, diduga distribusi benzena yang besar terdapat pada jaringan yang banyak mengandung lemak seperti otak dan lemak. Benzena juga dapat melewati plasenta bayi dan dapat berikatan langsung dengan protein. Benzena juga didistribusikan ke ginjal, paru-paru, hati, dan otak. Metabolit benzena yaitu katekol, hidrokuinon, dan fenol terdeteksi dalam darah dan sum-sum tulang setelah 6 jam terpapar benzena.
Kadar dalam sumsum tulang melebihi kadar dalam darah. Kadar fenol dalam darah dan sumsum tulang menurun drastis setelah paparan berhenti. Hal ini tidak terjadi pada katekol dan hidrokuinon, yang berarti kemungkinan kedua zat ini terakumulasi dalam tubuh lebih besar.
Paparan melalui jalur ingesti terdistribusi ke berbagai organ dan jaringan dalam waktu 1 jam setelah terpapar. Terdeteksi kadar hidrokuinon tertinggi terdapat pada hati, ginjal dan darah, sedangkan untuk fenol terdapat paling banyak pada saluran pernapasan, pencernaan, dan ginjal. Metabolit benzena yang terkonjugasi akan terkumpul di darah, sumsum tulang, saluran pencernaan, ginjal, dan hati. Benzena yang terabsorpsi oleh kulit akan terdistribusi paling banyak ke ginjal, hati, dan kulit.



2.3     Metabolisme
Metabolisme benzena sebenarnya terjadi di hampir seluruh jaringan, namun tempat penyimpanan metabolit benzena yang utama ialah pada hati. Metabolit yang dihasilkan di hati selanjutnya dibawa ke sumsum tulang. Tiap metabolit fenolik dari benzena (katekol, hidrokuinon, 1,2,4-benzenetriol, dan fenol) dapat mengalami konjugasi sulfonat ataupun glukuronat. Hasil konjugat dari fenol dan hidrokuinon merupakan metabolit yang paling banyak ditemukan di urin.
Asam trans-trans mukonat, fenol, katekol, hidrokuinon, dan benzokuinon dapat merangsang enzim sitokrom p-450 pada sistem sel darah manusia. Enzim ini mengkatalisis reaksi metabolisme benzena pada sumsum tulang, karena itu benzena dapat menyebabkan efek toksisitas pada sel darah (hematotoxicity). Benzena dapat menembus plasenta, sehingga bila ibu hamil terpapar benzena maka janinnya dapat juga terkena benzena ataupun senyawa metabolitnya.


2.4     Ekskresi
Jalur ekskresi benzena yang tidak dimetabolisme ialah melalui pernapasan. Kecepatan ekskresinya paling besar selama satu jam pertama sejak terpapar. Benzena yang telah mengalami metabolisme akan dikeluarkan melalui urin dalam bentuk fenol, asam mukonat, dan asam S-fenil merkapturat. Hanya sebagian kecil benzena yang ikut dalam metabolisme dieksresikan lewat feses.
Berdasarkan studi yang dilakukan pada manusia, 1,4 – 41,6% dari benzena yang ditahan dalam tubuh (retained benzene) dieliminasi 5-7 jam setelah paparan, melalui paru-paru dan diekskresikan dalam urin. Jika terpapar 63-405 mg/m3 selama 1-5 jam, maka 51-87% akan diekskresikan melalui urin sebagai fenol setelah 23-50 jam14. Sebanyak 30% benzena yang diabsorbsi melalui kulit akan diekskresikan melalui urin sebagai fenol. Belum terdapat penelitian mengenai paparan benzena terhadap manusia akibat paparan secara ingesti. Percobaan yang dilakukan terhadap kelinci dengan memberi dosis paparan 340-500 mg/kg berat badan selama 2-3 hari diperoleh data 43% akan dieliminasi melalui udara pernafasan, 23,5% diekskresi sebagai fenol, 4,8% sebagai quinol, dan 2,2% sebagai katekol serta senyawa fenolik lain16.
Hasil ekskresi benzena dapat digunakan untuk mengetahui indikasi paparannya. Untuk menganalisis kadar benzena yang diekskresikan lewat urin atau feses dapat menggunakan GC dengan ITD (Ion Trap Detector) atau FID (Flame Ionization Detector) atau MS (Mass Spectrometry) dan HPLC atau UV untuk urin. Untuk analisis benzena dalam darah atau ASI dapat menggunakan HRGC (High Resolution Gas Chromatography).


3.     Pengaruh Benzena terhadap Kesehatan
Benzena memiliki sifat racun atau kasinogenik, yaitu zat yang dapat membentuk kanker dalam tubuh manusia jika kadarnya dalam tubuh manusia berlebih. Benzena telah diklasifikasikan sebagai penyebab kanker grup 1 oleh  International Agency for Research on Cancer (IARC).

3.1   Pengaruh Kronis (dalam jangka waktu panjang)
·        Paparan inhalasi Benzena dengan kadar tertentu dapat menyebabkan kerusakan pada sel darah manusia. Benzena secara spesifik mempengaruhi sumsum tulang belakang (jaringan yang menghasilkan sel darah) sehingga dapat menyebabkan anemia aplastik, pendarahan akut, dan kerusakan sel imun.
·        Benzena dapat menyebabkan abrasi kromosomal (pengikisan kromosom) baik struktur maupun jumlah pada manusia.
·        Paparan melalui inhalasi dan ingesti menyebabkan disfungsi sistem imun dengan efek awal berupa lymphocytopenia (kondisi limfosit dalam darah sangat rendah).
·        Paparan dengan kadar tinggi dapat mengganggu kesuburan pada wanita karena dapat menurunkan produksi sel telur, juga mengganggu periode menstruasi.

3.2   Pengaruh Akut (jangka waktu pendek)
Paparan melalui inhalasi dengan kadar yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian. Kadar yang cukup tinggi bahkan dapat menyebabkan gejala neurologik seperti timbul rasa kantuk, pusing, tremor (kelainan gerak), sakit kepala, pingsan, kebingungan, dan detak jantung tidak stabil.
 Paparan melaui ingesti dapat menyebabkan mual, iritasi perut, pusing, kantuk, tremor, detak jantung tidak stabil, bahkan kematian. Kontak terhadap cairan dan uap benzena dapat menyebabkan iritasi kulit, mata, dan saluran pernafasan atas. Paparan melaui kulit dapat menyebabkan bercak-bercak merah.




BAB III
METODE PENELITIAN

A.  Metode Kepustakaan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepustakaan. Penulis mengambil sejumlah artikel dari internet maupun materi yang berhubungan dengan karya ilmiah ini dari buku. Selain itu penulis juga menggunakan metode korelatif. Karena penulis menggabungkan sejumlah artikel maupun materi yang berhubungan dengan penulisan karya ilmiah ini.

B.   Metode Penelitian Lapangan
Metode yang digunakan dalam penilitian lapangan ini adalah survei langsung




















BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan :
·        Benzena menjadi lebih sering digunakan sebagai senyawa tambahan dalam bensin untuk menaikkan nilai oktan bensin setelah adanya penghapusan penggunaan timbal sebagai senyawa tambahan dalam bensin.
·        Benzena dalam bensin memiliki pengaruh akut dan kronis terhadap kesehatan, khususnya kesehatan petugas SPBU yang sering berkontak langsung dengan bensin.
·        Benzena diklasifikasikan sebagai penyebab kanker pada manusia grup 1 oleh  International Agency for Research on Cancer (IARC) karena sifatnya yang karsinogenik.
·        Kebiasaan sebagian besar petugas SPBU yang sering tidak menggunakan masker pada saat bekerja, menyebabkan kemungkinan masuknya kadar benzena dalam bensin melalui jalur inhalasi semakin besar.
Saran :
·      Kebiasaan petugas SPBU yang tidak baik dalam bekerja sebaiknya diperbaiki. Penggunaan masker pada saat bekerja sangat membantu untuk menurunkan kemungkinan paparan benzena.
·      Senyawa tambahan dalam bensin yang digunakan untuk menaikkan bilangan oktan bensin sebaiknya diganti dengan senyawa yang lebih aman, agar tidak berdampak negatif terhadap kesehatan.
·      Sebaiknya penggunaan benzena sebagai senyawa tambahan dalam bensin dihapuskan. Karena benzena merupakan senyawa yang bersifat karsinogenik dan telah diklasifikan sebagai penyebab kanker pada manusia grup 1 oleh  International Agency for Research on Cancer (IARC).