DALIL PENGHARAMAN ALAT MUSIK
Oleh: Syeikh Nashiruddin Al-AlBany
عن أبي عامر
أو أبي مالك الأشعري قال ليكونن من أمتي أقوام يستحلون الحِرَ والحرير والخمر والمعازف
ولينزلن أقوام إلى جنب عَلَم ، يروح عليهم بسارحة لهم ، يأتيهم لحاجة ، فيقولون: ارجع
إلينا غداً ، فيُبَيِّتُهم الله ، ويضع العلم ، ويمسخ آخرين قردة وخنازير إلى يوم القيامة
“Akan ada
sebahagian dari antara umatku yang menghalalkan zina, sutera dan minuman keras
serta alat-alat musik. kemudian sebahagian dari ummatku akan ada yang turun
dari gunung. Lalu datang orang yang membawa ternak-ternak mereka dan mendatangi
untuk satu keperluan. Mereka berkata, “Datanglah lagi kemari besok.” Maka malam
itu Alloh menghancurkan mereka, Allah meruntuhkan gunung itu dan merubah
sebahagian mereka menjadi kera dan babi hingga hari kiamat.” [Diriwayatkan
secara mua'llaq oleh Bukhary dalam shahihnya dengan ungkapan tegas dan
menjadikanya sebagai hujjah dalam Al-Asyribah X : 51: 5590, Fathul Bari]
عن أنس بن
مالك رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم صوتان ملعونان في الدنيا
والآخرة: مزمار عند نعمة ، ورنة عند مصيبة
أخرجه البزار في ” مسنده ” 1 / 377 / 795 - كشف الأستار
Dari Anas
bin Malik Radhiallohu ‘anhu, berkata, “Telah bersabda Rosululloh shallallohu
‘alaihi wasallam, “Ada dua Suara yang dilaknat ; Suara Seruling ketika ada
kenikmatan, dan Suara Merintih/meratap ketika ada musibah.” [Dikeluarkan oleh
AlBazzar dalam Musnadnya, I : 377 : 795 - Kasyful Astar] Syeikh AlBany berkata
: Para perawinya dapat dipercaya sebagaimana dikatakan oleh AlMundziri ( IV :
177), Hadits tersebut Hasan, bahkan shahih setelah melalui proses penyertaan.
عن عبد الله
بن عباس رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إن الله
حرّم عليّ - أو حرم - الخمر ، والميسر ، والكوبة ، وكل مسكر حرام
Dari
Abdullah bin Abbas Radhiallohu ‘anhuma, berkata, “Telah bersabda Rosululloh
Shallallohu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya Alloh telah mengharamkan atas
diriku (telah mengharamkan) Minuman Keras, Judi, AlKubah/Gendang, dan segala
yang memabukkan adalah haram.” [Diriwayatkan oleh Qais bin Jubtur An-Nahsyuli,
dengan dua jalur periwayatan ;
1. Dari Ali
bin Budzaimah diriwayatkan bahwa ia berkata : Telah menceritakan kepada kami
Qais bin Jubtur An-Nahsyuli. Dikeluarkan oleh Abu Daud (3696), AlBaihaqi
(X:221), Ahmad bin Hanbal dalam Almusnad (I : 274)
2. Dari
Abdulkarim Al-Jazri dari Qais bin Jubtur dengan lafadz : "Sesungguhnya
Alloh telah mengharamkan kepada mereka Khamar, Judi, Gendang (Alkubah), dan
beliau shallallohu 'alaihi wasallam bersabda, "Setiap yang memabukkan
adalah haram." [dikeluarkan oleh Imam Ahmad (1/289). dan bahwa Al-Kubbah
adalah segala yang digandrungi seperti Gendang, termasuk juga Dadu dan
Seruling.
عن عبد الله
بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: إن الله
عز وجل حرم الخمر والميسر ، والكوبة ، والغبيراء ، وكل مسكر حرام
Dari
Abdullah bin Amr bin Al-Ash Radhiallohu 'anhu, bahwa Rosululloh shallallohu
'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Alloh Azza wa jalla mengharamkan
Khamar, Judi, Gendang, Minuman Keras, dan setiap yang memabukkan adalah
Haram." [dikeluarkan oleh Abu Daud (3685), At-Thahawi dalam Syarhul Ma'ani
(II:325).]
عن أبي أمامة
قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لا يحل بيع
المغنيات ، ولا شراؤهنّ ، ولا تجارة فيهنّ ، وثمنهنّ حرام
Dari Abu
Umamah, bersabda Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam, “Tidak Halal
menjualbelikan Penyanyi, atau memperdagangkannya, dan hasil jual beli mereka
adalah haram.” kemudian beliau melanjutkan, “inilah yang menyebabkan turunnya
ayat berikut ;
ومن الناس
من يشتري لهو الحديث
‘Dan
diantara Manusia ada yang mempergunakan perkataan yang sia-sia untuk
menyesatkan (manusia)” [QS. Luqman : 6] Kemudian beliau shallallohu ‘alaihi
wasallam bersabda,
والذي بعثني
بالحق ما رفع رجل عقيرته بالغناء ، إلا بعث الله عز وجل عند ذلك شيطانين يرتقيان على
عاتقيه ، ثم لا يزالان يضربان بأرجلهما على صدره - وأشار إلى صدر نفسه - حتى يكون هو
الذي يسكت
“Demi dzat
yang mengutusku dengan kebenaran, Tidaklah seseorang mengangkat suaranya dengan
nyanyian, kecuali Alloh utus kepadanya dua syeithan yang menaiki bahunya,
kemudian terus saja keduanya menendang-nendang dadanya dengan kedua kaki mereka
-Beliau menunjukkan ke dadanya sendiri- hingga orang tersebut terdiam.”
[Dikeluarkan oleh Thabrani dalam Mu'jamul Kabir (VIII/7749)]
Sumber :
Tahrim Alatuth Thorb, Syeikh
Nashiruddin Al-Albany Rahimahullohu Ta’ala ‘anhu
Artikel Islami
23 Maret 2005 - 09:37
HUKUM MUSIK DAN LAGU
"Dan di antara manusia (ada) yang mempergunakan lahwul hadits untuk
menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan
Allah itu bahan olok-olokan." (Luqman:
6)
Sebagian
besar mufassir berkomen-tar, yang dimaksud dengan lahwul hadits dalam ayat
tersebut adalah nyanyian. Hasan Al Basri berkata,ayat itu turun dalam masalah
musik dan lagu. Allah berfirman kepada setan:
"Dan
hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan suaramu."
Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah bersabda: "Kelak akan ada dari
umatku beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutera, minuman keras dan
musik." (HR. Bukhari dan Abu Daud)
Dengan kata
lain, akan datang suatu masa di mana beberapa golongan dari umat Islam
mempercayai bahwa zina, memakai sutera asli, minum-minuman keras dan musik
hukumnya halal, padahal semua itu adalah haram.
Adapun yang
dimaksud dengan musik di sini adalah segala sesuatu yang menghasilkan bunyi dan
suara yang indah serta menyenangkan. Seperti kecapi, gendang, rebana, seruling,
serta berbagai alat musik modern yang kini sangat banyak dan beragam. Bahkan
termasuk di dalamnya jaros (lonceng, bel, klentengan).
"Lonceng
adalah nyanyian setan ." (HR. Muslim)
Padahal di
masa dahulu mereka hanya mengalungkan klentengan pada leher binatang. Hadits di
atas menun-jukkan betapa dibencinya suara bel tersebut. Penggunaan lonceng juga
ber-arti menyerupai orang-orang nasrani, di mana lonceng bagi mereka merupakan
suatu yang prinsip dalam aktivitas gereja.
Nyanyian di masa kini:
Kebanyakan
lagu dan musik pada saat ini di adakan dalam berbagai pesta juga dalam tayangan
televisi dan siaran radio. Mayoritas lagu-lagunya berbicara tentang asmara,
kecantikan, ketampanan dan hal lain yang lebih banyak mengarah kepada
problematika biologis, sehingga membangkitkan nafsu birahi terutama bagi kawula
muda dan remaja. Pada tingkat selanjutnya membuat mereka lupa segala-galanya
sehingga terjadilah kemaksiatan, zina dan dekadensi moral lainnya.
Lagu dan
musik pada saat ini tak sekedar sebagai hiburan tetapi sudah merupakan profesi
dan salah satu lahan untuk mencari rizki. Dari hasil menyanyi, para biduan dan
biduanita bisa mem-bangun rumah megah, membeli mobil mewah atau berwisata
keliling dunia, baik sekedar pelesir atau untuk pentas dalam sebuah acara pesta
musik.
Tak
diragukan lagi hura-hura musik --baik dari dalam atau manca negara-- sangat
merusak dan banyak menimbul-kan bencana besar bagi generasi muda. Lihatlah
betapa setiap ada pesta kolosal musik,selalu ada saja yang menjadi korban. Baik
berupa mobil yang hancur, kehilangan uang atau barang lainnya, cacat fisik
hingga korban meninggal dunia. Orang-orang berjejal dan mau saja membayar meski
dengan harga tiket yang tinggi. Bagi yang tak memiliki uang terpaksa mencari
akal apapun yang penting bisa masuk stadion, akhirnya merusak pagar, memanjat
dinding atau merusak barang lainnya demi bisa menyaksikan pertunjukan musik
kolosal tersebut. Jika pentas dimulai, seketika para penonton hanyut bersama
alunan musik. Ada yang menghentak, menjerit histeris bahkan pingsan karena
mabuk musik.
Para pemuda
itu mencintai para penyanyi idola mereka melebihi kecintaan mereka kepada Allah
Ta'ala yang menciptakannya, ini adalah fitnah yang amat besar.
Semua
nyanyian itu hampir sama, bahkan hingga nyanyian-nyanyian yang bernafaskan
Islam sekalipun tidak akan lepas dari kemungkaran. Bahkan di antara sya'ir
lagunya ada yang berbunyi:
"Dan
besok akan dikatakan, setiap nabi berada pada kedudukannya ... Ya Muhammad
inilah Arsy, terimalah ..."
Bait
terakhir dari sya'ir tersebut adalah suatu kebohongan besar terhadap Allah dan
RasulNya, tidak sesuai dengan kenyataan dan termasuk salah satu bentuk
pengkultusan terhadap diri Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam, padahal hal
semacam itu dilarang.
"Hai
manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan sebagai
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta
rahmat bagi orang-orang yang beriman." (Yunus: 57)
Kiat Mengobati virus nyanyian dan musik :
Di antara
beberapa langkah yang dianjurkan adalah:
Jauhilah
dari mendengarnya baik dari radio, televisi atau lainnya, apalagi jika berupa
lagu-lagu yang tak sesuai dengan nilai-nilai akhlak dan diiringi dengan musik.
Di antara
lawan paling jitu untuk menangkal ketergantungan kepada musik adalah dengan
selalu mengingat Allah dan membaca Al Qur'an, terutama surat Al Baqarah. Dalam
hal ini Allah Ta'ala telah berfirman: "Sesungguhnya setan itu lari dari
rumah yang di dalamnya dibaca surat Al Baqarah."( HR. Muslim)
"Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu
dan sebagai penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman." (Yunus: 57)
Membaca
sirah nabawiyah (riwayat hidup Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam) , demikian
pula sejarah hidup para sahabat beliau.
Nyanyian yang diperbolehkan:
Ada
beberapa nyanyian yang diperbolehkan yaitu:
Menyanyi
pada hari raya. Hal itu berdasarkan hadits A'isyah: "Suatu ketika Rasul
Shallallahu 'Alaihi Wasallam masuk ke bilik 'Aisyah, sedang di sisinya ada dua
orang hamba sahaya wanita yang masing-masing memukul rebana (dalam riwayat lain
ia berkata: "...dan di sisi saya terdapat dua orang hamba sahaya yang
sedang menyanyi."), lalu Abu Bakar mencegah keduanya. Tetapi Rasulullah
malah bersabda: "Biarkanlah mereka karena sesungguhnya masing-masing kaum
memiliki hari raya, sedangkan hari raya kita adalah pada hari ini."
(HR. Bukhari)
Menyanyi
dengan rebana ketika berlangsung pesta pernikahan, untuk menyemarakkan suasana
sekaligus memperluas kabar pernikahannya. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda:
"Pembeda
antara yang halal dengan yang haram adalah memukul rebana dan suara (lagu) pada
saat pernikahan." (Hadits shahih riwayat Ahmad). Yang dimaksud di sini
adalah khusus untuk kaum wanita.
Nasyid
Islami (nyanyian Islami tanpa diiringi dengan musik) yang disenandungkan saat
bekerja sehingga bisa lebih membangkitkan semangat, terutama jika di dalamnya
terdapat do'a. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyenandungkan sya'ir
Ibnu Rawahah dan menyemangati para sahabat saat menggali parit. Beliau
bersenandung: "Ya Allah tiada kehidupan kecuali kehidupan akherat maka
ampunilah kaum Anshar dan Muhajirin." Seketika kaum Muhajirin dan Anshar
menyambutnya dengan senandung lain: "Kita telah membai'at Muhammad, kita
selamanya selalu dalam jihad."
Ketika
menggali tanah bersama para sahabatnya, Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga
bersenandung dengan sya'ir Ibnu Rawahah yang lain:
"Demi Allah, jika bukan karena Allah, tentu kita tidak mendapat
petunjuk, tidak pula kita bersedekah, tidak pula mengerjakan shalat. Maka
turunkanlah ketenangan kepada kami, mantapkan langkah dan pendirian kami jika
bertemu (musuh) Orang-orang musyrik telah mendurhakai kami, jika mereka
mengingin-kan fitnah maka kami menolaknya." Dengan suara koor dan tinggi
mereka balas bersenandung "Kami menolaknya, ... kami menolaknya." (Muttafaq 'Alaih)
Nyanyian
yang mengandung pengesaan Allah, kecintaan kepada Rasululah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam dengan menyebutkan sifat-sifat beliau yang terpuji; atau mengandung
anjuran berjihad, teguh pendirian dan memper-baiki akhlak; atau seruan kepada
saling mencintai, menolong di antara sesama; atau menyebutkan beberapa kebaikan
Islam, berbagai prinsipnya serta hal-hal lain yang bermanfaat buat masyarakat
Islam, baik dalam agama atau akhlak mereka.
Di antara
berbagai alat musik yang diperbolehkan hanyalah rebana. Itupun penggunaannya
terbatas hanya saat pesta pernikahan dan khusus bagi para wanita. Kaum
laki-laki sama sekali tidak dibolehkan memakainya. Sebab Rasul Shallallahu
'Alahih Wasallam tidak memakainya, demikian pula halnya dengan para sahabat
beliau Radhiallahu 'Anhum Ajma'in.
Orang-orang
sufi memperbolehkan rebana, bahkan mereka berpendapat bahwa menabuh rebana
ketika dzikir hukumnya sunnat, padahal ia adalah bid'ah, Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda:
"Jauhilah perkara-perkara yang diada-adakan, karena sesungguhnya
setiap perkara yang diada-adakan adalah bid'ah. dan setiap bid'ah adalah
sesat." (HR. Turmudzi, beliau berkata: hadits hasan shahih).
__________________________________
Sumber dari: Rasa'ilut Taujihat Al Islamiyah, 1/ 514 - 516.
Oleh: Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
Sumber dari: Rasa'ilut Taujihat Al Islamiyah, 1/ 514 - 516.
Oleh: Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
Lagi, Dalil-dalil yang
Mengharamkan Nyanyian dan Musik
Penulis : Ibnul Qayyim Al-Jauziyah
Di bawah
ini akan kami tampilkan hadits-hadits Nabi yang menunjukkan pengharaman secara
jelas (sharih) terhadap berbagai macam alat hiburan dan musik.
Diriwayatkan
bahwa Abdurrahman bin Ghanam berkata : Abu Amir atau Abu Malik Al
Asy’ari Radiyallahu ‘anhu telah menceritakan kepadaku bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Di kalangan umatku nanti akan ada suatu kaum yang menghalalkan perzinaan, sutera, khamr dan alat-alat musik.”
Ini adalah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Shahihnya, meskipun diriwayatkan secara mu’allaq, namun tetap dijadikan hujjah yang beliau masukkan dalam bab tersendiri, yaitu Bab tentang Orang yang menghalalkan Khamr dan Menamainya dengan Nama Lain. “Hisyam bin Ammar berkata : telah menceritakan kepada kami Shadaqah bin Khalid dari Abdurrahman bin Yazid bin Jabir, dari Athiyah bin Qais Al Kilabi, dari Abdurrahman bin Ghanm Al Asy’ari bahwa ia berkata : Amir atau Abu Malik Al Asy’ari, - Demi Allah dia tidak membohongiku - menceritakan kepada bahwa ia pernah mendengar Rasulullah bersabda : ” Sungguh akan ada suatu kaum dari umatku yang menghalalkan perzinaan, sutera, khamr dan alat-alat musik.”
Asy’ari Radiyallahu ‘anhu telah menceritakan kepadaku bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Di kalangan umatku nanti akan ada suatu kaum yang menghalalkan perzinaan, sutera, khamr dan alat-alat musik.”
Ini adalah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Shahihnya, meskipun diriwayatkan secara mu’allaq, namun tetap dijadikan hujjah yang beliau masukkan dalam bab tersendiri, yaitu Bab tentang Orang yang menghalalkan Khamr dan Menamainya dengan Nama Lain. “Hisyam bin Ammar berkata : telah menceritakan kepada kami Shadaqah bin Khalid dari Abdurrahman bin Yazid bin Jabir, dari Athiyah bin Qais Al Kilabi, dari Abdurrahman bin Ghanm Al Asy’ari bahwa ia berkata : Amir atau Abu Malik Al Asy’ari, - Demi Allah dia tidak membohongiku - menceritakan kepada bahwa ia pernah mendengar Rasulullah bersabda : ” Sungguh akan ada suatu kaum dari umatku yang menghalalkan perzinaan, sutera, khamr dan alat-alat musik.”
Orang-orang
yang mencacatkan keshahihan hadits ini tidak dapat beralasan apa-apa, seperti
Ibnu Hazm, kecuali hanya untuk membela madzhabnya yang batil dalam hal
membolehkan hiburan atau musik dengan menganggap hadits Al Bukhari di atas
adalah munqathi’ (terputus -red), karena Al Bukhari tidak menyambungkan sanad
hadits tersebut.
Jawaban
mengenai kerancuan ini adalah sebagai berikut:
Sesungguhnya Al Bukhari telah bertemu Hisyam bin Ammar dan telah mendengarkan hadits dirinya. Maka jika Al Bukhari mengatakan, “Hisyam telah berkata. ” itu berarti sama artinya dengan mengatakan, :Dari Hisyam.” Seandainya Al Bukhari belum pernah mendengar hadits itu darinya, maka sudah tentu dia tidak akan membolehkan untuk meyakini hadits itu darinya, kecuali memang shahih bahwa ia (Hisyam) benar-benar pernah mengatakannya. Hal semacam ini banyak digunakan saking banyaknya rawi yang meriwayatkannya hadits dari syaikh tersebut dan karena kemasyhurannya. Lagi pula yang namanya Al Bukhari itu adalah rawi yang paling jauh dari perbuatan tadlis (pemalsuan). Al Bukhari sendiri memasukkan hadits tersebut dalam kitabnya yang diberi nama Shahih, yang dijadikan hujah oleh beliau. Seandainya hadits ini tidak dianggap shahih oleh beliau, tentu beliau tidak akan memasukkannya dalam kitab Shahih beliau.
Sesungguhnya Al Bukhari telah bertemu Hisyam bin Ammar dan telah mendengarkan hadits dirinya. Maka jika Al Bukhari mengatakan, “Hisyam telah berkata. ” itu berarti sama artinya dengan mengatakan, :Dari Hisyam.” Seandainya Al Bukhari belum pernah mendengar hadits itu darinya, maka sudah tentu dia tidak akan membolehkan untuk meyakini hadits itu darinya, kecuali memang shahih bahwa ia (Hisyam) benar-benar pernah mengatakannya. Hal semacam ini banyak digunakan saking banyaknya rawi yang meriwayatkannya hadits dari syaikh tersebut dan karena kemasyhurannya. Lagi pula yang namanya Al Bukhari itu adalah rawi yang paling jauh dari perbuatan tadlis (pemalsuan). Al Bukhari sendiri memasukkan hadits tersebut dalam kitabnya yang diberi nama Shahih, yang dijadikan hujah oleh beliau. Seandainya hadits ini tidak dianggap shahih oleh beliau, tentu beliau tidak akan memasukkannya dalam kitab Shahih beliau.
Al Bukhari
menta’liqnya dengan shighar jazm, bukan shighat tamridh. Ia juga mengambil
sikap tawaquf mengenai suatu hadits atau jika hadits yang ada itu tidak
memenuhi persyratannya, maka Al Bukhari biasanya mengatakan, “Wa yurwa’an
Rasulullah wa yudzkaru’anhu.” (Diriwayatkan dari Rasulullah dan disebutkan
darinya), atau ungkapan yang sejenisnya.
Namun jika
Al Bukhari sudah mengatakan, “Qola Rasulullah ” (Rasulullah telah bersabda),
maka berarti ia telah menetapkan dan memastikan bahwa hal itu benar-benar dari
Nabi. Kalau saja kita buang alasan di atas, maka hadits ini tetap dianggap
shahih dan muttasil oleh hadits lainnya. Abu Dawud dalam kitab Al Libas
mengatakan : telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab bin Najdah, katanya :
Bisyr bin Bakar telah menceritakan kepada kami Athiyah bin Qais yang mengatakan
: Aku telah mendengar Abdurrahman bin Ghanm Al Asy’ari berkata : Abu Amir atau
Abu Malik telah menceritakan kepada kami, lalu disebutkan hadits seperti di
atas secara ringkas.
Abu Bakar
Al Ismaili juga meriwayatkan dalam kitabnya As Shahih, secara musnad.
Ia mengatakan : Abu Amir tidak dapat diragukan.
Ia mengatakan : Abu Amir tidak dapat diragukan.
Nalarnya,
bahwa segala alat musik merupakan alat hiburan atau permainan, dan hal ini
tidak diperselisihkan di antara para ahli bahasa. Seandainya hal itu halal
(dibolehkan), tentu Rasul tidak akan mencela tindakan menghalalkan hal
tersebut, dan tidak mensandingkan dengan khamr dan perzinaan.
Ibnu Majah
di dalam kitab Sunannya mengatakan : Abdullah bin Said telah menceritakan
riwayat hadits kepada kami dan Muawiyah bin Shalih, dari Hatim bin Huraits dari
Abi Maryam, dari Abdurrahman bin Ghanm Al Asy’ari, dari Abu Malik Al Asy’ari
Radhiyallahu’anhu bahwa ia berkata : Rasulullah telah bersabda : ” Sungguh akan
ada manusia-manusia dari umatku yang meminum khamr yang mereka namakan dengan
nama lain, kepalanya dipenuhi dengan musik dan penyanyi-penyanyi wanita. Maka
Allah akan menenggelamkan mereka ke dalam bumi dan menjadikan di antara mereka
aa kera dan babi.’ (sanad hadits ini shahih).
Orang-orang
yang menghalalkan musik - dalam hadits tersebut- diancam bahwa Allah akan
menenggelamkan mereka ke dalam bumi dan merubah bentuk mereka menjadi kera dan
babi. Meskipun ancaman ini untuk seluruh perbuatan yang tersebut dalam hadits
itu, namun masing-masingnya mendapatkan bagian dari celaan dan ancaman ini.
Dalam hal
ini terdapat berbagai riwayat hadits, yaitu hadits dari Sahl bin Sa’ad As
Saidi, Imron bin Hushain, Abdullah bin Amru, Abdullah bin Abbas, Abu Hurairah,
Abu Umamah Al Bahli, ‘Aisyah, Ali bin Abi Thalib, Anas bin Malik, Abdurrahman
bin Sabith dan hadits Al Ghazi bin Rabi’ah. Kami sengaja mengungkapkannya agar
para Ahlul Qur’an mendapat kepuasan, di samping agar orang-orang yang suka
mendengarkan suara setan itu dapat tergugah hatinya.
1. Hadits
Sahal bin Sa’id
Ibnu Abi Dunya berkata : Al Haitsam bin Kharijah telah menceritakan kepada
kami, katanya : telah mencertiakan kepada kami Abdurrahman bin Zaid bin Aslam
dari Abu Hazim, dari Sahl bin Sa’ad As Saidi bahwa ia telah berkata : Rasulullah bersabda : “Di dalam umatku ini akan ada (siksaan yang berupa) pembenaman, pelemparan dan pengubahan bentuk. “Ditanyakan, ” Kapan hal itu terjadi ya Rasulullah?” Beliau Menjawab, “Jika telah tampak berbagai alat musik, qainah (budak wanita yang menjadi penyanyi) serta dihalalkannya khamr.”
Ibnu Abi Dunya berkata : Al Haitsam bin Kharijah telah menceritakan kepada
kami, katanya : telah mencertiakan kepada kami Abdurrahman bin Zaid bin Aslam
dari Abu Hazim, dari Sahl bin Sa’ad As Saidi bahwa ia telah berkata : Rasulullah bersabda : “Di dalam umatku ini akan ada (siksaan yang berupa) pembenaman, pelemparan dan pengubahan bentuk. “Ditanyakan, ” Kapan hal itu terjadi ya Rasulullah?” Beliau Menjawab, “Jika telah tampak berbagai alat musik, qainah (budak wanita yang menjadi penyanyi) serta dihalalkannya khamr.”
2. Hadits
Imran bin Hushain
Hadits ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari hadits Al A’masy, dari Hilal bin Yisaf, dari Imran bin Hushain yang berkata : Rasulullah telah bersabda : “Pada umatku nanti akan ada (siksaan atau bencana yang berupa) pembenaman, pelemparan dan pengrubahan bentuk.” Lalu salah seorang di antara kaum muslimin ada yang bertanya. “Kapan hal itu terjadi, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Jika telah tampak berbagai qainah, alat-alat musik dan diminumnya khamr.” At Tarmidzi mengatakan bahwa hadits ini gharib.
Hadits ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari hadits Al A’masy, dari Hilal bin Yisaf, dari Imran bin Hushain yang berkata : Rasulullah telah bersabda : “Pada umatku nanti akan ada (siksaan atau bencana yang berupa) pembenaman, pelemparan dan pengrubahan bentuk.” Lalu salah seorang di antara kaum muslimin ada yang bertanya. “Kapan hal itu terjadi, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Jika telah tampak berbagai qainah, alat-alat musik dan diminumnya khamr.” At Tarmidzi mengatakan bahwa hadits ini gharib.
3. Hadits
Abdullah bin Amru
Imam Ahmad di dalam Musnadnya dan juga Abu Dawud sama-sama meriwayatkan hadits
dari Abdullah bin Amru bahwa Rasulullah telah bersabda, “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkan atas umatku : khamr, judi, kubah (kartu atau dadu; dapat pula diartikan at thibl (genderang; juga termasuk jenis alat musik lainnya) -pent.) dan ghubaira’ (minuman keras yang diperas dari jagung yang biasa dibuat oleh orang-orang Habasyah); dan setiap yang memabukkan itu haram. ” Dalam lafal Ahmad yang lain disebutkan : “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkan atas umatku khamr, judi, mizr (sejenis ghubaira’, namun ada yang mengatakan terbuat dari gandum), kubah dan qinnin (jenis permainan judi yang dipraktekkan bangsa Romawi; namun ada pula yang mengartikan genderang yang biasa ditabuh oleh orang-orang Habasyah).”
Imam Ahmad di dalam Musnadnya dan juga Abu Dawud sama-sama meriwayatkan hadits
dari Abdullah bin Amru bahwa Rasulullah telah bersabda, “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkan atas umatku : khamr, judi, kubah (kartu atau dadu; dapat pula diartikan at thibl (genderang; juga termasuk jenis alat musik lainnya) -pent.) dan ghubaira’ (minuman keras yang diperas dari jagung yang biasa dibuat oleh orang-orang Habasyah); dan setiap yang memabukkan itu haram. ” Dalam lafal Ahmad yang lain disebutkan : “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkan atas umatku khamr, judi, mizr (sejenis ghubaira’, namun ada yang mengatakan terbuat dari gandum), kubah dan qinnin (jenis permainan judi yang dipraktekkan bangsa Romawi; namun ada pula yang mengartikan genderang yang biasa ditabuh oleh orang-orang Habasyah).”
4. Hadits
Ibnu Abbas
Di dalam Musnad Ahmad juga disebutkan riwayat dari Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah telah bersabda : “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkan khamr, judi dan kubah. Setiap yang memabukkan itu haram.”
Di dalam Musnad Ahmad juga disebutkan riwayat dari Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah telah bersabda : “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkan khamr, judi dan kubah. Setiap yang memabukkan itu haram.”
5. Hadits
Abu Hurairah
At Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah telah bersabda :
“Jika harta hanya diedarkan pada kalangan terbatas, amanat jadi barang rampasan, zakat sebagai utang, ilmu dipelajari untuk selain agama, seorang lelaki (suami) mentaati istrinya dan mendurhakai ibunya, mendekatkan temannya dan menjauhkan ayahnya, tampak suara-suara di dalam masjid, orang yang fasik tampil memimpin kabilah, orang yang paling hina menjadi pimpinan suatu kaum, seorang dimuliakan karena ditakui kejahatannya, muncul penyanyi-penyanyi dari budak-budak wanita dan berbagai alat musik, diteguknya khamr dan orang-orang akhir dari umat ini telah melaknat (mengutuk) umat terdahulu; maka ketika itu tunggulah angin merah, gempa, amblesnya bumi, perubahan bentuk, penjerumusan serta tanda-tand lain yang beruntun seperti sebuah jaring tua (usang) yang jika kawatnya terputus maka akan terus merembet.” At Tirmidzi mengatakan hadits ini
hasan gharib.
At Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah telah bersabda :
“Jika harta hanya diedarkan pada kalangan terbatas, amanat jadi barang rampasan, zakat sebagai utang, ilmu dipelajari untuk selain agama, seorang lelaki (suami) mentaati istrinya dan mendurhakai ibunya, mendekatkan temannya dan menjauhkan ayahnya, tampak suara-suara di dalam masjid, orang yang fasik tampil memimpin kabilah, orang yang paling hina menjadi pimpinan suatu kaum, seorang dimuliakan karena ditakui kejahatannya, muncul penyanyi-penyanyi dari budak-budak wanita dan berbagai alat musik, diteguknya khamr dan orang-orang akhir dari umat ini telah melaknat (mengutuk) umat terdahulu; maka ketika itu tunggulah angin merah, gempa, amblesnya bumi, perubahan bentuk, penjerumusan serta tanda-tand lain yang beruntun seperti sebuah jaring tua (usang) yang jika kawatnya terputus maka akan terus merembet.” At Tirmidzi mengatakan hadits ini
hasan gharib.
Ibnu Abi
Dunya berkata : Abdullah bin Umar Al Jusyami menceritakan kepada kami,
katanya : telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Salim yaitu Abu Dawud, katanya : Hasan bin Abi Sinan telah menceritakan kepada kami dari seorang laki-laki, dan Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu yang berkata bahwa Rasulullah telah bersabda : “Suatu kaum dari umat ini pada akhir zaman akan diubah menjadi kera dan babi”. “Para sahabat bertanya. “Ya Rasulullah, bukankah mereka itu bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah?” Beliau menjawab. “Ya, bahkan mereka juga menunaikan shalat, puasa dan haji”. “Ditanya lagi. “Apa pasalnya mereka itu?” Beliau menjawab, “Mereka hanyut oleh musik, rebana dan qainah (budak yang menjadi biduanita) dan mereka begadang dengan suguhan minuman dan hiburan, lalu pada esok harinya mereka diubah bentuknya menjadi kera dan babi.” (hadits dha’if - ed.)
katanya : telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Salim yaitu Abu Dawud, katanya : Hasan bin Abi Sinan telah menceritakan kepada kami dari seorang laki-laki, dan Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu yang berkata bahwa Rasulullah telah bersabda : “Suatu kaum dari umat ini pada akhir zaman akan diubah menjadi kera dan babi”. “Para sahabat bertanya. “Ya Rasulullah, bukankah mereka itu bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah?” Beliau menjawab. “Ya, bahkan mereka juga menunaikan shalat, puasa dan haji”. “Ditanya lagi. “Apa pasalnya mereka itu?” Beliau menjawab, “Mereka hanyut oleh musik, rebana dan qainah (budak yang menjadi biduanita) dan mereka begadang dengan suguhan minuman dan hiburan, lalu pada esok harinya mereka diubah bentuknya menjadi kera dan babi.” (hadits dha’if - ed.)
6. Hadits
Abu Umamah Al Bahili
Hadits ini dikemukakan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya dan juga oleh At Tirmidzi bahwa Rasulullah telah bersabda. “Ada sekelompok dari umatku yang begadang dengan suguhan makanan dan minuman serta hiburan dan permainan, kemudian esok harinya mereka menjadi kera dan babi, lalu dikirimkan angin terhadap orang-orang yang hidup di antara mereka, kemudian angin itu menghamburkan mereka sebagaimana telah menghamburkan orang-orang sebelum kalian lantaran mereka telah menghalalkan khamr, menabuh rebana, dan mengambil budak-budak wanita untuk menyanyi.”
Hadits ini dikemukakan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya dan juga oleh At Tirmidzi bahwa Rasulullah telah bersabda. “Ada sekelompok dari umatku yang begadang dengan suguhan makanan dan minuman serta hiburan dan permainan, kemudian esok harinya mereka menjadi kera dan babi, lalu dikirimkan angin terhadap orang-orang yang hidup di antara mereka, kemudian angin itu menghamburkan mereka sebagaimana telah menghamburkan orang-orang sebelum kalian lantaran mereka telah menghalalkan khamr, menabuh rebana, dan mengambil budak-budak wanita untuk menyanyi.”
Di dalam
sanad hadits ini terdapat Farqad As Sabakhi yang termasuk pembesar kaum Shalih,
namun demikian ia tidaklah kuat dalam hal hadits. At Tirmidzi mengatakan :
“Yahya bin Asa’id melemahkannya naumn ada juga rawi-rawi yang mengambil riwayat
darinya.”
Ibnu Abi
Dunya berkata : Abdullah bin Umar Al Jusyami menceritakan kepada kami,
katanya : telah menceritakan kepada kami Ja’far bin Sulaiman, katanya ” Farqad As Sabakhi menceritakan kepada kami : telah menceritakan kepada kami Qatadah dari Sa’id bin Al Musayyab, katanya : telah menceritakan kepadaku Ashum bin Amru Al Bajali dari Abu Umamah dari Rasulullah bahwa beliau bersabda : “Akan ada suatu kaum dari umat ini yang menghabiskan malamnya di atas makanan, minuman dan hiburan. Lalu pada pagi harinya mereka telah diubah bentuknya menjadi kera dan babi. Dan pasti mereka itu akan ambles ditelan bumi, sehingga pada esok harinya orang-orang pun bercerita, “Kampung si fulan ambles (terbenam) tadi malam, Bani Fulan ambles ditelan bumi tadi malam!” Dan pasti akan dikirimkan (dijatuhkan) bebatuan dari langit terhadap mereka sebagaimana pernah dijatuhkan terhadap kaum Nuh, atas kabilah-kabilah yang ada di dalamnya dan atas kampung-kampung (rumah) yang ada di dalamnya. Pasti akan dikirimkan pula kepada mereka angin pemusnah yang pernah membinasakan bangsa ‘Ad, karena mereka meminum khamr, memakan ribaa, menjadikan budak-budak wanita untuk menyanyi, dan memutuskan tali kekeluargaan.” (Hadits dha’if - ed.).
katanya : telah menceritakan kepada kami Ja’far bin Sulaiman, katanya ” Farqad As Sabakhi menceritakan kepada kami : telah menceritakan kepada kami Qatadah dari Sa’id bin Al Musayyab, katanya : telah menceritakan kepadaku Ashum bin Amru Al Bajali dari Abu Umamah dari Rasulullah bahwa beliau bersabda : “Akan ada suatu kaum dari umat ini yang menghabiskan malamnya di atas makanan, minuman dan hiburan. Lalu pada pagi harinya mereka telah diubah bentuknya menjadi kera dan babi. Dan pasti mereka itu akan ambles ditelan bumi, sehingga pada esok harinya orang-orang pun bercerita, “Kampung si fulan ambles (terbenam) tadi malam, Bani Fulan ambles ditelan bumi tadi malam!” Dan pasti akan dikirimkan (dijatuhkan) bebatuan dari langit terhadap mereka sebagaimana pernah dijatuhkan terhadap kaum Nuh, atas kabilah-kabilah yang ada di dalamnya dan atas kampung-kampung (rumah) yang ada di dalamnya. Pasti akan dikirimkan pula kepada mereka angin pemusnah yang pernah membinasakan bangsa ‘Ad, karena mereka meminum khamr, memakan ribaa, menjadikan budak-budak wanita untuk menyanyi, dan memutuskan tali kekeluargaan.” (Hadits dha’if - ed.).
Di dalam
Musnad Imam Ahmad disebutkan riwayat hadits dari Ubaidillah bin Zahr, dari Ali
bin Yazid, dari Al Qasim, dari Abu Umamah, dari Rasulullah bahwa beliau
bersabda : “Sesungguhnya Allah mengutusku sebagai rahmat dan petunjuk bagi
seluruh alam, dan memerintahku untuk membinasakan seruling, genderang,
alat-alat musik senar dan patung-patung (berhala) yang disembah di masa
jahiliyah.” (Hadits dha’if - ed.).
Al Bukhari
mengatakan : “Ubaidillah bin Zahr itu tsiqat (sekian banyak ulama menyatakan
dha’if. Lihat At Tahdzib, VII/13 - ed.). Ali bin Yazid adalah dha’if dan Al
Qasim bin Abdurrahman Abu Abdurrahman adalah tsiqat.
At Tirmidzi
dan Imam Ahmad dalam Musnadnya juga meriwayatkan dengan sanad yang persis
seperti ini bahwa Nabi telah bersabda, “Janganlah engkau jual qainah (budak
wanita menjadi biduanita), jangan membelinya dan jangan mengajarinya. Tiada
kebaikannya dalam memperdagangkannya dan harganya itu haram. Berhubungan dengan
hal ini maka turunlah ayat : “Di antara manusia ada orang yang membeli lahwul
hadits untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah.” (Luqman : 6). (Hadits ini
dha’if karena kedha’ifan perawinya, yaitu Abdullah bin Zahr dan Ali bin Yazid.
Al Albani mendha’ifkannya dalam Dha’iful Jami’ (6189) hal. 893 -894.
7. Hadits
Aisyah radhiallahu ‘anha
Ibnu Abi Dunya berkata : Al Hasan bin Mahbub menceritakan kepada kami, katanya : telah menceritakan kepada kami Abu An Nadhar yaitu Hasyim bin Al Qasim, katanya : telah menceritakan kepada kami Abu Ma’syar dari Muhammad bin Al Munkadir dari “Aisyah radhiallahu’anha bahwa ia berkata : Rasulullah telah bersabda : “Pada umatku nanti akan terjadi pengamblesan, pengubahan bentuk dan pelemparan”,”Aisyah bertanya, “Ya Rasulullah, sedangkan kaum itu masih mengatakan Laa ilaaha ilallah?” Beliau menjawab, “Jika telah tampak biduanita-biduanita, telah muncul perzinaan, diteguknya khamr dan dipakainya kain sutera,maka di sinilah hal itu terjadi.” (Ibnu Abi Dunya meriwayatkan hadits ini dalam Dzammul Malalhi, hadits no. 3. Pensanadan hadits ini dha’if, namun banyak syawahid (bukti atau penguat dari hadits lain) yang mengangkat derajat hadits ini ke tingkat hasan lighairihi - ed.).
Ibnu Abi Dunya berkata : Al Hasan bin Mahbub menceritakan kepada kami, katanya : telah menceritakan kepada kami Abu An Nadhar yaitu Hasyim bin Al Qasim, katanya : telah menceritakan kepada kami Abu Ma’syar dari Muhammad bin Al Munkadir dari “Aisyah radhiallahu’anha bahwa ia berkata : Rasulullah telah bersabda : “Pada umatku nanti akan terjadi pengamblesan, pengubahan bentuk dan pelemparan”,”Aisyah bertanya, “Ya Rasulullah, sedangkan kaum itu masih mengatakan Laa ilaaha ilallah?” Beliau menjawab, “Jika telah tampak biduanita-biduanita, telah muncul perzinaan, diteguknya khamr dan dipakainya kain sutera,maka di sinilah hal itu terjadi.” (Ibnu Abi Dunya meriwayatkan hadits ini dalam Dzammul Malalhi, hadits no. 3. Pensanadan hadits ini dha’if, namun banyak syawahid (bukti atau penguat dari hadits lain) yang mengangkat derajat hadits ini ke tingkat hasan lighairihi - ed.).
Ibnu Abi
Dunya juga meriwayatkan : telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Nashih,
katanya : Baqiyyah bin Al Walid telah menceritakan kepada kami Yazid bin
Abdullah Al Juhani, katanya : telah menceritakan kepadaku Abul A’la dari Anas
bin Malik bahwa ia pernah mengunjungi ‘Aisyah radhiallahu’anha beserta seorang
teman. Orang itu berkata, “Ya Ummul Mukminin, ceritakanlah kami tentang gempa!”
‘Aisyah radhiallu’anha menjawab, “Itu merupakan nasehat (pelajaran),rahmat dan
berkah bagi orang-orang mukmin serta merupakan hukuman, adzab serta kemurkaan
terhadap orang-orang kafir,” Anas berkata, “Aku tiada mendengar satu hadits pun
setelah Rasulullah (wafat) yang membuatku sangat bergembira daripada hadits
ini.” (Sanad hadits ini dha’if).
8. Hadits
Ali Radhiyallahu’anhu.
Ibnu Abi Dunya berkata : telah menceritakan kepada kami Ar Rabi’ bin Tsaqlab, katanya : Farj bin Fadhalah menceritakan kepada kami riwayat dari yahya bin Sa’id, dari Muhammad bin Ali, dari Ali ra, katanya Rasulullah telah bersabda : “Jika umatku telah melakukan lima belas perilaku, maka ia layak mendapatkan bala’ (bencana),” Ditanyakan, “Apa saja kelima belas perilaku itu ya Rasulullah” Beliau menjawab, “Jika kekayaan hanya berputar pada kalangan tertentu, amanat menjadi barang rampasan, zakat menjadi utang; seorang lelaki (suami) menurut pada istrinya dan mendurhakai ibunya; berbuat baik kepada teman namun kasar terhadap ayahnya sendiri; ditinggikannya suara-suara di masjid; yang menjadi pemimpin suatu kaum adalah orang yang paling hina di antara mereka; seseorang dimuliakan karena ditakuti kejahatannya; diminumnya khamr; dipakainya kain sutera, mengambil para biduanita; dan orang-orang akhir dari umat ini telah melaknat orang-orang terdahulu. Maka kalau sudah demikian, tunggulah datangnya angin merah, pengamblesan bumi dan pengubahan bentuk.” (Di dalam sanad hadits ini terdapat Al Farj bin Fadhalah yang oleh sebagian ahli hadits dinyatakan dha’if mengenai hafalannya, namun Al Albani menshahihkan hadits ini dalam Takhrijul Misykat (5451) - ed.).
Ibnu Abi Dunya berkata : telah menceritakan kepada kami Ar Rabi’ bin Tsaqlab, katanya : Farj bin Fadhalah menceritakan kepada kami riwayat dari yahya bin Sa’id, dari Muhammad bin Ali, dari Ali ra, katanya Rasulullah telah bersabda : “Jika umatku telah melakukan lima belas perilaku, maka ia layak mendapatkan bala’ (bencana),” Ditanyakan, “Apa saja kelima belas perilaku itu ya Rasulullah” Beliau menjawab, “Jika kekayaan hanya berputar pada kalangan tertentu, amanat menjadi barang rampasan, zakat menjadi utang; seorang lelaki (suami) menurut pada istrinya dan mendurhakai ibunya; berbuat baik kepada teman namun kasar terhadap ayahnya sendiri; ditinggikannya suara-suara di masjid; yang menjadi pemimpin suatu kaum adalah orang yang paling hina di antara mereka; seseorang dimuliakan karena ditakuti kejahatannya; diminumnya khamr; dipakainya kain sutera, mengambil para biduanita; dan orang-orang akhir dari umat ini telah melaknat orang-orang terdahulu. Maka kalau sudah demikian, tunggulah datangnya angin merah, pengamblesan bumi dan pengubahan bentuk.” (Di dalam sanad hadits ini terdapat Al Farj bin Fadhalah yang oleh sebagian ahli hadits dinyatakan dha’if mengenai hafalannya, namun Al Albani menshahihkan hadits ini dalam Takhrijul Misykat (5451) - ed.).
Abdul
Jabbar bin Ashim menceritakan kepada kami, katanya : telah menceritakan kepada
kami Ismail bin Asysy dari Abdurrahman At Tamimi, dari Abbad bin Abu Ali,dari
Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu dari Nabi bahwa beliau telah bersabda :
“Segolongan dari umatmu nanti akan ada yang diubah menjadi kera, ada yang
dihantam oleh angin yang membinasakan. Itu semua disebabkan karena mereka
meneguk khamr, memakai kain sutera, mengambil biduanita-biduanita, dan bermain
musik.” (Di dalam sanad hadits ini terdapat Abbad bin Abi Ali yang sebagaimana
dikomentari oleh Ibnu Al Qatthan disangsikan adalahnya (Al Mizan, 2 : 370),
Ibnu Hajar dalam At Taqrib (7137) hal. 290 menyatakan maqbul (dapat diterima)
jika ada penguatnya, dan jika tidak maka ia lemah haditsnya. Juga terdapat
Ismail bin Asyasy di mana riwayatnya selain dari ulama Syam adalah dha’if (An
Nizab, 1:240), sedangkan dalam riwayat ini bukan dari ulama Syam. Dengan
demikian dha’if, - ed.).
9. Hadits
Anas Radhiyallahu’anhu
Ibnu Abi Dunya berkata : Abu Amru harun bin Umar Al Qursyi menceritakan kepada
kami, katanya : telah menceritakan kepada kami Al Khasib bin Katsir dari Abu Bakar Al Hudzali, dari Qatadah, dari Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu yang berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam telah bersabda : “Pada umatku ini akan terjadi pembenaman, pelemparan dan pengubahan bentuk. Itu terjadi jika umat tersebut telah meneguk khamr, mengambil biduanita-biduanita dan bermain musik.” (Sanad hadits ini rusak karena ada Abu Bakar Al Hudzali. Disebutkan bahwa namanya adalah Sulami bin Abdullah dan ada yang mengatakannya namanya Rauh. Ia adalah seorang yang haditsnya ditinggalkan (matrukul hadits) sebagaimana disebutkan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar dalam At Taqrib (8002) hal. 625 - ed.).
Ibnu Abi Dunya berkata : Abu Amru harun bin Umar Al Qursyi menceritakan kepada
kami, katanya : telah menceritakan kepada kami Al Khasib bin Katsir dari Abu Bakar Al Hudzali, dari Qatadah, dari Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu yang berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam telah bersabda : “Pada umatku ini akan terjadi pembenaman, pelemparan dan pengubahan bentuk. Itu terjadi jika umat tersebut telah meneguk khamr, mengambil biduanita-biduanita dan bermain musik.” (Sanad hadits ini rusak karena ada Abu Bakar Al Hudzali. Disebutkan bahwa namanya adalah Sulami bin Abdullah dan ada yang mengatakannya namanya Rauh. Ia adalah seorang yang haditsnya ditinggalkan (matrukul hadits) sebagaimana disebutkan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar dalam At Taqrib (8002) hal. 625 - ed.).
Ibnu Abi
Dunya juga mengatakan : Abu Ishaq Al Azdi telah memberitahukan kepada
kami, katanya : telah menceritakan kepada kami Ismail bin Uwais, katanya : telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari salah satu putera Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu dan juga dari yang lainnya, dari Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu bahwa ia berkata : Rasulullah Radhiyallahu’anhu telah bersabda : “Pada umat ini kelak ada orang-orang yang menghabiskan malamnya dengan makanan, minuman dan musik. Lalu esok harinya mereka diubah bentuk menjadi kera dan babi.” (Di dalam sanad hadits ini terdapat Abdurrahman bin Zaid bin Aslam yang dha’if seperti disebutkan dalam Taqribut Tahdzib (3867) hal. 340. Juga terdapat rawi yang tidak jelas, karena tidak ada namanya. Dengan demikian sanad hadits ini dha’if. Namun dengan syawahid yang ada, ia dapat naik derajat menjadi hasan lighairihi - ed.).
kami, katanya : telah menceritakan kepada kami Ismail bin Uwais, katanya : telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari salah satu putera Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu dan juga dari yang lainnya, dari Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu bahwa ia berkata : Rasulullah Radhiyallahu’anhu telah bersabda : “Pada umat ini kelak ada orang-orang yang menghabiskan malamnya dengan makanan, minuman dan musik. Lalu esok harinya mereka diubah bentuk menjadi kera dan babi.” (Di dalam sanad hadits ini terdapat Abdurrahman bin Zaid bin Aslam yang dha’if seperti disebutkan dalam Taqribut Tahdzib (3867) hal. 340. Juga terdapat rawi yang tidak jelas, karena tidak ada namanya. Dengan demikian sanad hadits ini dha’if. Namun dengan syawahid yang ada, ia dapat naik derajat menjadi hasan lighairihi - ed.).
10. Hadits
Abdurrahman bin Sabith
Ibnu Abi Dunya berkata : Ishaq bin Ismail telah menceritakan kepada kami, katanya : telah menceritakan kepada kami Jarir : dari Aban bin Taghlab, dari Amru bin Murrah, dari Abdurrahman bin Sabith, bahwa ia berkata : Rasulullah telah bersabda : “Pada umatku nanti akan terjadi pembenaman (pengamblesan bumi), penglemparan dan pengubahan bentuk.”Para sahabat bertanya : “Kapan hal itu terjadi, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Jika mereka telah merajalelakan musik dan menghalalkan khamr.” (Hadits ini mursal, karena yang membawakan hadits ini adalah seorang dari kalangan Tabi’in (yang tidak pernah bertemu Nabi), yaitu Abdurrahman bin Sabith, meskipun ia sebenarnya tsiqat. Ia banyak meriwayatkan hadits secara mursal, sebagaimana dikatakan Al Hafidz Ibnu Hajar
dalam At Taqrib (3867) hal. 340 - ed.).
Ibnu Abi Dunya berkata : Ishaq bin Ismail telah menceritakan kepada kami, katanya : telah menceritakan kepada kami Jarir : dari Aban bin Taghlab, dari Amru bin Murrah, dari Abdurrahman bin Sabith, bahwa ia berkata : Rasulullah telah bersabda : “Pada umatku nanti akan terjadi pembenaman (pengamblesan bumi), penglemparan dan pengubahan bentuk.”Para sahabat bertanya : “Kapan hal itu terjadi, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Jika mereka telah merajalelakan musik dan menghalalkan khamr.” (Hadits ini mursal, karena yang membawakan hadits ini adalah seorang dari kalangan Tabi’in (yang tidak pernah bertemu Nabi), yaitu Abdurrahman bin Sabith, meskipun ia sebenarnya tsiqat. Ia banyak meriwayatkan hadits secara mursal, sebagaimana dikatakan Al Hafidz Ibnu Hajar
dalam At Taqrib (3867) hal. 340 - ed.).
11. Hadits
Al Ghazi bin Rabi’ah
Ibnu Abi Dunya berkata : Abdul Jabbar bin Ashim telah menceritakan kepada kami, katanya : telah menceritakan kepada kami Ismail bin Ayasy, dari Ubaidullah bin Ubaid, dari Abul Abbas Al Hamdani, dari Umarah bin Rasyid, dari Al Ghazi bin Rabi’ah - yang mengangkat (menyambungkan) hadits ini kepada Nabi - bahwa ia mengatakan, “Suatu kaum nanti pasti akan berubah menjadi kera dan babi sedang mereka masih berada di atas dipan-dipan mereka. Itu disebabkan karena mereka meneguk khamr, bermain musik dan mengambil biduanita.” (Hadits mursal, karena Al Ghazi adalah seorang dari kalangan Tabi’in - ed.).
Ibnu Abi Dunya berkata : Abdul Jabbar bin Ashim telah menceritakan kepada kami, katanya : telah menceritakan kepada kami Ismail bin Ayasy, dari Ubaidullah bin Ubaid, dari Abul Abbas Al Hamdani, dari Umarah bin Rasyid, dari Al Ghazi bin Rabi’ah - yang mengangkat (menyambungkan) hadits ini kepada Nabi - bahwa ia mengatakan, “Suatu kaum nanti pasti akan berubah menjadi kera dan babi sedang mereka masih berada di atas dipan-dipan mereka. Itu disebabkan karena mereka meneguk khamr, bermain musik dan mengambil biduanita.” (Hadits mursal, karena Al Ghazi adalah seorang dari kalangan Tabi’in - ed.).
Ibnu Abi
Dunya berkata : Abul Jabbar bin Ashim telah menceritakan kepada kami, katanya :
telah menceritakan kepada kami Al Mughirah bin Al Mughirah dari Shalih bin
Khalid - yang mengangkat hadits tersebut kepada Nabi - bahwa ia berkata, “Akan
ada manusia dari umatku ini yang menghalalkan sutera, khamr dan musik. Dan
pasti Allah akan mendatangkan gunung yang besar sehingga gunung itu
melalap mereka, dan sebagian dari mereka diubah bentuk menjadi kera dan babi.” (Hadits mursal - ed.).
melalap mereka, dan sebagian dari mereka diubah bentuk menjadi kera dan babi.” (Hadits mursal - ed.).
Ibnu Abi
Dunya berkata : Harun bin Ubaid telah menceritakan kepada kami, katanya : Yazid
bin Harun telah menceritakan kepada kami, katanya : telah menceritakan kepada
kami Asyras Abu Syaiban Al Hudzali yang berkata : aku pernah berkata kepada
Farqad As Sabakhi : Beritahukan kepadaku wahai Abu Ya’qub mengenai
kejadian-kejadian aneh yang aku baca dalam Taurat, bahwa akan ada pengubahan
bentuk, pembenaman dan penglemparan pada uamt Muhammad ini yang termasuk ahlu
kiblat! Wahai Abu Ya’qub, apa sebenarnya perbuatan mereka itu?” Ia
menjawab,”Itu disebabkan karena mereka mengambil biduanita- biduanita untuk
menyanyi, menabuh rebana (bermain musik) serta memakai pakaian sutera dan emas.
Jika kamu hidup hingga dapat melihat tiga perbuatan, maka yakinlah,
bersiap-siaplah dan berhati-hatilah!” Aku bertanya,”Apa itu?” Ia menjawab,
“Jika kaum laki-laki sama kaum laki-laki dan kaum perempuan sama kaum perempuan
dan bangsa Arab sudah suka terhadap bejanan orang A’jam, maka itulah saatnya!”
Aku bertanya kepadanya, “Apakah khusus orang Arab?” Ia menjawab, “Tidak, namun
seluruh ahlu kiblat.” elanjutnya ia berkata : “Demi Allah, orang-orang seperti
itu pasti akan dilempari batu dari langit yang akan menghancurkan mereka dalam
keadaan sedang di jalanan dan di tengah-tengah kabilah mereka seperti yang
pernah menimpa kaum Luth; yang lain diubah bentuk mereka menjadi kera dan babi
seperti yang pernah terjadi pada Bani Israil; dan sebagian lagi dari mereka
dibenamkan ke dalam bumi seperti yang pernah menimpa Qarun.
Banyak
sekali khabar (hadits) yang menjelaskan tentang adanya al maskh (pengubahan
bentuk) pada umat ini yang bersifat muqayyad, namun kebanyakan hadits
menyebutkan akan menimpa orang-orang yang bergelimang dengan nyanyian dan para
peminum khamr, dan sebagaimana bersifat muthlaq.
Salim bin
Abu Al Ja’d mengatakan : Sungguh akan datang kepada manusia suatu zaman di mana
ketika itu orang-orang berkumpul di depan pintu rumah seorang laki-laki untuk
menunggu keluarnya lelaki dari dalam rumahnya untuk menemui mereka lalu mereka
eminta keperluan kepadanya, lalu laki-laki itupun keluar dalam keadaan sudah
berubah bentuk menjadi kera atau babi. Dan seorang laki-laki akan lewat dan
bertemu dengan aki-laki lain di kedainya yang sedang berjualan,lalu ia kembali
sudah berubah menjadi kera atau babi.”
Malik bin
Dinar berkata :”Telah sampai kepadaki bahwa pada akhir zaman nanti akan ada
badai dan kegelapan, lalu orang-orang pun meminta tolong kepada ulama-ulama
mereka, namun ternyata para ulama itu mendapati mereka telah berubah bentuk.”
Sebagian
ulama mengatakan,”Jika hati itu telah bersifat dengan makar, tipuan dan
kefasikan serta telah tercelup dengan hal itu secara sempurna, maka orangnya
telah berperilaku seperti perilaku hewan yang disifati dengan sifat tersebut,
diantaranya adalah kera, babi dan sejenisnya. Selanjutnya pensifatan itu terus
meningkat sehingga tampaklah di raut mukanya secara remang-remang. Selanjutnya
semakin menguat dan bertambah terus sehingga tampak secara jelas di raut muka.
Kemudian menguat lagi sehingga paras yang tampak itu terbalik (berubah bentuk)
sebagaimana unsur batinnya pun sudah terlebih dahulu
terbalik.”
terbalik.”
Barangsiapa
yang memiliki pandangan yang jeli, maka ia akan dapat melihat behwa
sebenarnya paras manusia itu merupakan metamorfosis dari paras hewan di mana secara batin mereka berakhlak dan berperilaku seperti perilaku hewan tersebut. Maka jika engkau melihat seorang yang curang, suka mengelabuhi, penipu dan pengkhianat, tentu di wajahnya terlihat adanya hasil metamorfosis dari kera. Di raut muka orang-orang Rafidhah (Syi’ah) akan anda lihat wajahnya terlihat adanya hasil metamorfosis dari wajah anjing.
sebenarnya paras manusia itu merupakan metamorfosis dari paras hewan di mana secara batin mereka berakhlak dan berperilaku seperti perilaku hewan tersebut. Maka jika engkau melihat seorang yang curang, suka mengelabuhi, penipu dan pengkhianat, tentu di wajahnya terlihat adanya hasil metamorfosis dari kera. Di raut muka orang-orang Rafidhah (Syi’ah) akan anda lihat wajahnya terlihat adanya hasil metamorfosis dari wajah anjing.
Yang lahir
(zhahir) itu selalu terkait dengan yang batin. Maka jika sifat-sifat tercela
itu mendominasi jiwa,maka paras yang lahir pun akan kentara pula. Oleh karena
itu Nabi menakut-nakuti makmum yang mendahului imam dalam shalat berjama’ah
bahwa Allah akan menjadikan parasnya sebagai paras keledai, karena secara batin
ia memang menyerupai keledai. Sebab, jika ia mendahului imam, maka shalatnya
akan rusak dan pahalanya akan gugur. Maka makmum yang seperti itu, bodohnya
seperti keledai.
Jika hal
ini sudah dapat dimengerti, maka sebenarnya manusia yang paling layak untuk
dimetamorfosis adalah manusia-manusia yang disinyalir oleh hadits-hadits di
atas. Merekalah manusia yang paling cepat dimetamorfosis menjadi kera dan babi
karena adanya keserupaan batin antara mereka dengan binatang itu.
Hukuman-hukuman
Allah Subhanahu wa Ta’ala - na’udzu billah - berjalan sesuai dengan
kebijaksanaan dan keadilan-Nya. Telah kami kupas masalah keserupaan orang-orang
yang menyanyi serta yang terfitnah dengan mendengarkan lagu-lagu setan serta
telah kami hantam habisan- habisan dalam kitab kami yang cukup besar yang
mengupas masalah ini. Kami sebutkan pula perbedaan antara apa yang cukup besar
bisa digerakkan dari mendengarkan bait-bait dan apa yang bisa digerakkan dari
mendengarkan ayat-ayat. Barangsiapa yang ingin lebih jauh lagi memahami hal
ini, maka silakan baca buku tersebut. Masalah ini memang sengaja kami kupas
sedikit dalam buku ini, karena hal ini termasuk di antara perangkap setan.
Wabillahit
taufiq. (Buku yang dimaksud Ibnul Qayyim tersebut sekarang sudah diterbitkan
dengan judul “Al Kalam ‘ala Masalitis Sama” yang ditahqiq oleh Syaikh Rasyid
Abdul Haziz Al Hamd, - ed.). (Dikutip dari terjemah kitab Ighotsatul Lahfan,
Edisi Indonesia Menyelamatkan Hati dari Tipu Daya, karya Ibnul Qayyim
Al-Jauziyah.)
Menghalalkan Nyanyian Dan
Musik
Berkata
Qaradhawi :
Dan di
antara hiburan yang menenangkan jiwa, menyenangkan hati, dan dinikmati oleh
telinga adalah nyanyian. Islam telah membolehkannya selama tidak mengandung
unsur-unsur fahisy (keji), kata-kata kotor atau mendorong perbuatan dosa. Dan
tidak apa-apa pula jika diiringi musik (yang tidak terlalu keras) dan mustahab
diadakan dalam acara-acara ceria, untuk menunjukkan suka cita dan ketenangan
jiwa seperti hari raya, pengantin, menyambut kedatangan, saat pesta, nikah,
akikah, dan kelahiran anak. (Al Halaal wal Haraam halaman 391)
Dalam
kesempatan lain Qaradhawi menambahkan : Sesungguhnya nyanyian tersebut pada
dasarnya tidaklah haram, baik memakai alat musik ataupun tidak memakai alat
(musik). (Sayidatii 678)
Ketika
diwawancarai oleh wartawan sebuah koran dengan pertanyaan : “Apa pendapatmu
tentang musik?” Qaradhawi menjawab : Apabila tidak terlalu keras dan tidak
merangsang pemikiran yang ditolak oleh Islam maka tidak ada halangan. (Harian
Adibbarul Usybu’ nomor 401, 5 Maret 1994)
Pembaca
yang budiman, pernyataan tersebut mempunyai beberapa kejanggalan, antara lain :
Pertama, batasan tidak terlalu keras dan tidak merangsang perasaan. Hal ini dikomentari oleh Syaikh Al Albani rahimahullah sebagai berikut :
Pertama, batasan tidak terlalu keras dan tidak merangsang perasaan. Hal ini dikomentari oleh Syaikh Al Albani rahimahullah sebagai berikut :
“Batasan
ini hanyalah teori yang tidak mungkin dipraktikkan karena yang membangkitkan
perasaan adalah relatif berbeda seiring dengan perbedaan watak dan karakter
seseorang laki-laki dan perempuan, tua dan muda, panas dan dingin, dan
sebagainya. Ini tidak tersamar lagi bagi orang pandai. Sungguh demi Allah, aku
sangatlah heran dengan ulama Al Azhar yang selalu mendakwahkan batasan teoritis
ini, di samping menyelisihi hadits-hadits yang shahih, madzhab imam yang empat,
perkataan para ulama Salaf, mereka juga menciptakan alasan-alasan dari diri
mereka sendiri yang belum pernah diucapkan oleh seorang pun dari imam yang
diikuti. Maka dampak akhirnya adalah membolehkan apa yang diharamkan (seperti
musik dan lagu) ini menurut mereka juga.” (Tahriimu Aalaat Ath Tharb halaman 7)
Kedua,
perkataannya dan mustahab diadakan dalam acara-acara ceria, aku tidak mengerti
apa yang dimaksud dengan disenangi (istihbab). Apakah ini secara syar’i
sehingga orang yang mendengarnya dalam acara-acara pesta, resepsi, dan
lain-lain mendapatkan pahala? Seandainya ini yang dimaksud sungguh Qaradhawi
telah mengada-ada atas nama Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan kedustaan atau
yang dimaksudkannya sesuai dengan apa yang disenangi syaithan. Karena nyanyian
adalah seruling mereka yang menyampaikan kepada zina dan fahisyah (perbuatan
keji). Maka hendaknya dia memilih salah satu di antara keduanya.
Sebenarnya,
pembolehan nyanyian oleh Qaradhawi adalah hal yang berlawanan dengan Al Qur’an
dan As Sunnah serta perkataan para imam Muslimin yang terdahulu dan sekarang.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Dan di
antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna
untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan
Allah itu olok-olokkan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan. Dan
apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami dia berpaling dengan menyombongkan
diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua
telinganya maka beri kabar gembiralah dia dengan adzab yang pedih.” (QS. Luqman
: 6-7)
Ibnu Abbas,
Ibnu Mas’ud, Mujahid, dan Ikrimah menafsirkan lafadh lahwal hadits (perkataan
yang tidak berguna) dengan nyanyian.
Bahkan Ibnu
Mas’ud telah bersumpah bahwa yang dimaksud dengan al lahwu adalah nyanyian.
Bahkan beliau mengulangi sumpahnya tiga kali. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman :
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqan : 72)
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqan : 72)
Sebagaimana
yang ditafsirkan oleh Muhammad bin Al Hanafiyah, Mujahid, dan Ibnul Qayyim
rahimahullah, makna az zuur dalam ayat ini adalah nyanyian. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman : “Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini dan
kamu mentertawakan dan tidak menangis sedang kamu melengahkan(nya).” (QS. An
Najm : 59-61)
Ibnu Abbas
menjelaskan bahwa as samuud adalah nyanyian, dari bahasa Himyar (nama satu
kabilah di Arab). Dikatakan samada lana, berarti menyanyi untuk kami. Dalam Ash
Shihhah disebutkan bahwa as samuud adalah al lahwu (nyanyian) dan as samiid
adalah al lahiy (orang yang bernyanyi). Dikatakan pada Luqainah asmidiina
berarti lalaikanlah kami dengan nyanyian. Ibnul Jauzi menyebutkan arti as
samuud itu ada 5, yaitu al lahwu (lalai), al i’raadh (berpaling), al ghinaa’
(nyanyian), al ghiflah (lupa), dan al asyir wal bathr (sombong). (Zaadul
Muyassar VIII:86)
Aku berkata, siapa yang mencermati masalah ini maka ia akan mendapatkannya dalam nyanyian karena bisa memalingkan kita dari Allah serta menimbulkan kelalaian, kesombongan, dan takabur.
Aku berkata, siapa yang mencermati masalah ini maka ia akan mendapatkannya dalam nyanyian karena bisa memalingkan kita dari Allah serta menimbulkan kelalaian, kesombongan, dan takabur.
Dalam
Shahih Al Bukhari disebutkan hadits Abu ‘Amir atau Abu Malik Al Asy’ari, dia
mendengar Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Akan ada dari umatku
kaum yang menghalalkan zina dan sutera, khamr dan alat musik.”
Dalam hadits
tersebut alat-alat musik dikaitkan dengan khamr dari sisi keharamannya. Karena
khamr mengotori jasad dan akal pikiran dan nyanyian mengotori ruh (jiwa)
sehingga mabuklah seseorang karenanya. Apabila telah tergabung dalam diri
seseorang kotoran jasad, akal pikiran, dan jiwa maka tercipta sebuah kejahatan
yang besar yang menakutkan.
Menjelaskan
hadits tersebut, Ibnul Qayyim berkata : “Dari sisi pendalilan dari hadits ini
bahwa alat musik ini adalah alat-alat yang melalaikan semuanya, tidak ada
perselisihan di antara ahli bahasa tentang hal itu. Andaikata nyanyian itu
halal maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak akan mencela orang
yang menghalalkannya dan tidak pula menyamakannya dengan orang yang
menghalalkan khamr.
Al Harru
mempunyai makna penghalalan kemaluan yang sebenarnya diharamkan. Sedangkan al
khazzu adalah sejenis sutera yang tidak dipakai oleh para shahabat (karena al
khazzu ada dua macam, yang terbuat dari sutera dan dari bulu domba). Hadits ini
telah diriwayatkan dengan dua bentuk.” (Ighaatsatul Lahafan I:291)
Qaradhawi
telah tertipu dengan pendhaifan hadits ini oleh Ibnu Hazm rahimahullah. Padahal
para ulama telah menjelaskan kesalahan Ibnu Hazm dalam masalah tersebut. Ibnu
Shalah berkata :
“Tidak usah diperhatikan penolakan Abu Muhammad bin Hazm terhadap hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari dari Abu ‘Amir atau Abu Malik Al Asy’ari dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam: ‘Akan ada dari umatku kaum yang menghalalkan zina dan sutera, khamr dan alat musik.’
“Tidak usah diperhatikan penolakan Abu Muhammad bin Hazm terhadap hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari dari Abu ‘Amir atau Abu Malik Al Asy’ari dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam: ‘Akan ada dari umatku kaum yang menghalalkan zina dan sutera, khamr dan alat musik.’
Dari sisi
bahwa ketika Bukhari menyebutkan hadits ini ia berkata, berkata Hisyam bin
Ammar dan menyebutkannya dengan sanadnya. Maka Ibnu Hazm menyangka bahwa hadits
ini munqathi’ (terputus) antara Bukhari dan Hisyam dan menjadikannya sebagai
bantahan terhadap hadits ini sebagai dalil atas diharamkannya alat-alat musik.
Ia telah salah dalam berbagai sisi sedangkan hadits ini adalah shahih karena
telah diketahui ittishal-nya (tersambungnya) berdasarkan syarat hadits shahih.”
(Al Fath I:52)
Ibnul Qayyim berkata : “Siapa yang mengomentari (melemahkan) hadits ini, tidak bisa berbuat apapun (seperti Ibnu Hazm) dalam mendukung madzhabnya yang bathil dalam membolehkan hal-hal yang melalaikan dan tuduhan bahwa hadits tersebut munqathi’ karena Bukhari tidak menyambung sanadnya. Jawabannya adalah, ini hanyalah wahm (sangkaan yang lemah) dilihat dari berbagai sisi.”
Kemudian ia
menyebutkan bantahannya. (Ighaatsatul Lahafan I:290)
Setelah menyebutkan pendapat Ibnu Hazm tentang hadits ini, Syaikh Al Albani mengatakan :
“Dan tidak tersamar lagi bagi para thalabul ilmi lebih-lebih para ulama tentang pemaksaan yang berlebih-lebihan karena terputusnya sanad jikalau benar tidak harus menghukumi bahwa matan hadits tersebut palsu. Apalagi sanad hadits tersebut tersambung dari jalan lain dari Bukhari sendiri dan jalan yang ketiga ada pada kami sebagaimana telah disebutkan dan yang akan datang.
Setelah menyebutkan pendapat Ibnu Hazm tentang hadits ini, Syaikh Al Albani mengatakan :
“Dan tidak tersamar lagi bagi para thalabul ilmi lebih-lebih para ulama tentang pemaksaan yang berlebih-lebihan karena terputusnya sanad jikalau benar tidak harus menghukumi bahwa matan hadits tersebut palsu. Apalagi sanad hadits tersebut tersambung dari jalan lain dari Bukhari sendiri dan jalan yang ketiga ada pada kami sebagaimana telah disebutkan dan yang akan datang.
Meski
demikian, Qaradhawi dan Al Ghazali serta para pengikutnya tetap saja menutup
mata mereka dan bertaklid kepada Ibnu Hazm. Apakah hal tersebut timbul dari
kejahilan mereka ataukah karena hawa nafsu saja. Wal ‘iyaadzubillah.” (Al
Albani, Tahriimu Aalati Ath Tharb halaman 82-83)
Dan di
antara dalil yang menunjukkan haramnya nyanyian adalah hadits Anas bin Malik
radliyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Ada
dua buah suara yang dilaknat di dunia dan akhirat yaitu seruling ketika
mendapat nikmat dan lonceng tatkala terkena musibah.” (Dikeluarkan oleh Al
Bazzar dan dihasankan oleh Al Albani, Tahriimu Aalati Ath Tharb halaman 52)
Dan hadits
Ibnu Abbas, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Sesungguhnya
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengharam khamr, judi, dan gendang.” (HR. Abu Daud,
Baihaqi, Ahmad, dan sebagainya. Dishahihkan oleh Al Albani, Tahriimu Aalath Ath
Tharb halaman 56)
Hadits
Imran bin Husain, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Akan
datang dalam umat ini kehinaan, keburukan, dan fitnah.” Maka berdirilah salah
seorang Muslim : “Wahai Rasulullah, kapankah itu terjadi?” Beliau menjawab :
“Apabila telah muncul biduanita dan alat-alat musik dan khamr diminum.”
(Dikeluarkan oleh Tirmidzi dan dihasankan oleh Al Albani, Tahriimu Aalati Ath
Tharb halaman 56)
Berdasarkan
hadits-hadits tersebut maka para Salaf rahimahumullah benar-benar mengharamkan
nyanyian dan sangat menjauhinya. Diantaranya riwayat Ibnu Abbas radliyallahu
‘anhu, beliau berkata : “Rebana itu haram, alat-alat musik haram, gendang itu
haram, dan seruling itu haram.” (Dikeluarkan oleh Baihaqi dan dihasankan oleh
Al Albani, Tahriimu Aalati Ath Tharb halaman 92)
Riwayat
Said bin Al Musayyab radliyallahu ‘anhu, ia berkata : “Sesungguhnya aku
membenci nyanyian dan menyenangi kata-kata yang indah (pantun).” (Dikeluarkan
oleh Abdurrazzaq dalam Mushannaf dan dihasankan oleh Al Albani, Tahriimu Aalati
Ath Tharb halaman 99 dan 101)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah telah menukil kesepakatan keempat imam atas diharamkannya
nyanyian. Syaikh berkata : “Sesungguhnya mereka bersepakat atas dilarangnya
alat-alat musik yang merupakan alat-alat yang melalaikan seperti kecapi dan
lain sebagainya dan seandainya ada orang yang merusaknya maka ia tidak perlu
menggantinya bahkan dilarang menuntut mereka menggantinya.” (Minhaj Sunnah
III:439)
Berikut ini
beberapa riwayat dari selain imam yang empat, Abu Amr bin As Shalah berkata :
“Adapun dibolehkannya mendengar (nyanyian) ini dan menghalalkannya maka ketahuilah apabila rebana, seruling, dan nyanyian telah berkumpul maka mendengarkannya adalah haram menurut para ulama mazhab dan ulama Islam lainnya. Dan tidak ada satupun riwayat yang shahih dari ulama yang mu’tabar (diakui) dalam hal ijma’ dan ikhtilaf bahwa ada yang memperbolehkan mendengar nyanyian ini.” (Fataawaa Ibnu Shalaah, Ighatsatul Lahafan I:257)
“Adapun dibolehkannya mendengar (nyanyian) ini dan menghalalkannya maka ketahuilah apabila rebana, seruling, dan nyanyian telah berkumpul maka mendengarkannya adalah haram menurut para ulama mazhab dan ulama Islam lainnya. Dan tidak ada satupun riwayat yang shahih dari ulama yang mu’tabar (diakui) dalam hal ijma’ dan ikhtilaf bahwa ada yang memperbolehkan mendengar nyanyian ini.” (Fataawaa Ibnu Shalaah, Ighatsatul Lahafan I:257)
Dari ulama
zaman ini yang juga mengharamkan nyanyian adalah Syaikh Abdurrahman As Sa’di,
Al Albani, Bin Baz, Ibnu ‘Utsaimin, Al Fauzan, Syaikh Muqbil bin Hadi hafidhahumullah,
dan lain-lain. Pembaca yang budiman, telah jelas bagi kita hukum nyanyian dalam
syariat dan ijma’ para ulama sebagaimana diriwayatkan oleh Syaikhul Islam dan
Ibnu Shalah. Hal ini membuktikan bahwa Qaradhawi sama sekali tidak menerima Al
Qur’an dan As Sunnah. Dia juga tidak mengagungkan para imam dan ulama.
Qaradhawi
juga tidak menerapkan kaidah yang telah ditetapkannya sendiri ketika mengatakan
:
Sesungguhnya kesepakatan seluruh manusia atas satu perkara adalah hal yang tidak mungkin terjadi (mustahil) hingga mereka tidak bersepakat atas hakikat yang paling tinggi (agung) yaitu iman kepada Allah saja.
Sesungguhnya kesepakatan seluruh manusia atas satu perkara adalah hal yang tidak mungkin terjadi (mustahil) hingga mereka tidak bersepakat atas hakikat yang paling tinggi (agung) yaitu iman kepada Allah saja.
Oleh karena
itu cukup apabila orang kebanyakan bersepakat dalam satu perkara.
Lantas dimanakah kaidah ini dalam masalah nyanyian yang telah disepakati keharamannya? yang penting baginya adalah mengerjakan apa yang diinginkan oleh hawa nafsunya.
Lantas dimanakah kaidah ini dalam masalah nyanyian yang telah disepakati keharamannya? yang penting baginya adalah mengerjakan apa yang diinginkan oleh hawa nafsunya.
Wahai
pembaca yang budiman, kiranya tidak terlalu berlebihan apabila aku mengatakan
kepadamu bahwa Qaradhawi ini hanya mengikuti hawa nafsunya. Jika tidak,
pastilah ia menerima dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah. Allah berfirman
:
“Siapakah yang paling sesat jalannya dari orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa petunjuk dari Allah?” (QS. Al Qashash : 50)
Senang Terhadap Nyanyian Dan Mengidolakan Artis Wanita Faizah Ahmad
Pembaca yang budiman, bisa jadi Anda terkejut dengan judul ini. Mungkin saja Anda meragukan, tidak percaya, dan bisa jadi membuang jauh-jauh tudingan tersebut dari sosok Qaradhawi seraya menuduh penulis buku ini dengan tuduhan yang tidak-tidak. Ini wajar karena Qaradhawi saat ini sedang dipuja-puja oleh pers dan media massa dengan julukan faqihul Islam (ahli fiqih) sehingga orang menyangka bahwa dia adalah satu-satunya ulama di zamannya.
“Siapakah yang paling sesat jalannya dari orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa petunjuk dari Allah?” (QS. Al Qashash : 50)
Senang Terhadap Nyanyian Dan Mengidolakan Artis Wanita Faizah Ahmad
Pembaca yang budiman, bisa jadi Anda terkejut dengan judul ini. Mungkin saja Anda meragukan, tidak percaya, dan bisa jadi membuang jauh-jauh tudingan tersebut dari sosok Qaradhawi seraya menuduh penulis buku ini dengan tuduhan yang tidak-tidak. Ini wajar karena Qaradhawi saat ini sedang dipuja-puja oleh pers dan media massa dengan julukan faqihul Islam (ahli fiqih) sehingga orang menyangka bahwa dia adalah satu-satunya ulama di zamannya.
Tetapi
Qaradhawi sendiri membantah keraguan tersebut dengan pengakuannya sendiri
kepada wartawan Harian Ar Raayah edisi 597, 20 Jumadil Ula 1419 H ketika
mengadakan wawancara dengan Qaradhawi. Dalam wawancara tersebut sang wartawan
berkata :
[ Terdengar olehku suara nyanyian yang berasal dari dalam rumah sakit Qaradhawi maka aku tertawa dan berkata, untuk siapa Dr. Qaradhawi mendengarkan nyanyian? Qaradhawi menjawab :
“Sebenarnya aku tidak mempunyai waktu untuk mendengar nyanyian, akan tetapi aku mendengarkan nyanyian Abdul Wahhab, antara lain Al Bulbul, Yaa Samaa’as Syarq Juduudi bidh Dhiyaa’ ataupun Akhii Jaawazadh Dhaalimuunal Madaa. Dan kadang-kadang aku mendengarkan nyanyian Ummu Kultsum antara lain Nahjil Burdah, Saluu Lubbii Ghadaata Salaa Wa Taabaa. Dan aku senang sekali mendengarkan dan sangat terkesan dengan suara Faizah Ahmad. Dia melantunkan nyanyian keluarga yang berjudul Sittul Habaayib, Yaa Habiibii Yaa Khuuyaa wa Yaa Buu’iyaalii dan Baitul ‘Izzi Yaa Bitnaa ‘Alaa Baabaka ‘Inibitnaa. Ini semua adalah lagu yang sangat merdu sekali.
Suara Faizah Ahmad yang tengah mendendangkan lagu Sittul Habaayib tidak ada pengaruh buruknya. Demikian pula dengan suara Syadiyah yang melantunkan lagu Yaa Dibilatul Khuthuubah dan Uqba Lanaa Kullinaa Yaa Ma’abbaanii Yaa Ghaalii, ini adalah nyanyian yang kita dengarkan pada pesta-pesta pernikahan. Aku juga mendengar lagu Al Quds dan Makkah yang dinyanyikan Fairuz. Akan tetapi aku tidak mengikuti lagu-lagu cinta. Bukan karena itu haram tetapi karena sibuk. Dan aku tidak bisa mengikuti lagu-lagu cintanya Ummu Kultsum secara lengkap karena terlalu panjang dan butuh orang yang benar-benar menghabiskan waktu untuknya.”
Kemudian Syaikh tersenyum seraya berkata :
“Dan jangan tanyakan kepada siapa aku mendengarkan nyanyian dari generasi muda karena aku adalah termasuk generasi lama. Dan menurutku, para penyanyi laki-laki dan perempuan dari generasi lama lebih dekat di hatiku daripada penyanyi generasi baru.” (Harian Ar Raayah edisi 597, 20 Jumadil Ula 1419 H) ]
[ Terdengar olehku suara nyanyian yang berasal dari dalam rumah sakit Qaradhawi maka aku tertawa dan berkata, untuk siapa Dr. Qaradhawi mendengarkan nyanyian? Qaradhawi menjawab :
“Sebenarnya aku tidak mempunyai waktu untuk mendengar nyanyian, akan tetapi aku mendengarkan nyanyian Abdul Wahhab, antara lain Al Bulbul, Yaa Samaa’as Syarq Juduudi bidh Dhiyaa’ ataupun Akhii Jaawazadh Dhaalimuunal Madaa. Dan kadang-kadang aku mendengarkan nyanyian Ummu Kultsum antara lain Nahjil Burdah, Saluu Lubbii Ghadaata Salaa Wa Taabaa. Dan aku senang sekali mendengarkan dan sangat terkesan dengan suara Faizah Ahmad. Dia melantunkan nyanyian keluarga yang berjudul Sittul Habaayib, Yaa Habiibii Yaa Khuuyaa wa Yaa Buu’iyaalii dan Baitul ‘Izzi Yaa Bitnaa ‘Alaa Baabaka ‘Inibitnaa. Ini semua adalah lagu yang sangat merdu sekali.
Suara Faizah Ahmad yang tengah mendendangkan lagu Sittul Habaayib tidak ada pengaruh buruknya. Demikian pula dengan suara Syadiyah yang melantunkan lagu Yaa Dibilatul Khuthuubah dan Uqba Lanaa Kullinaa Yaa Ma’abbaanii Yaa Ghaalii, ini adalah nyanyian yang kita dengarkan pada pesta-pesta pernikahan. Aku juga mendengar lagu Al Quds dan Makkah yang dinyanyikan Fairuz. Akan tetapi aku tidak mengikuti lagu-lagu cinta. Bukan karena itu haram tetapi karena sibuk. Dan aku tidak bisa mengikuti lagu-lagu cintanya Ummu Kultsum secara lengkap karena terlalu panjang dan butuh orang yang benar-benar menghabiskan waktu untuknya.”
Kemudian Syaikh tersenyum seraya berkata :
“Dan jangan tanyakan kepada siapa aku mendengarkan nyanyian dari generasi muda karena aku adalah termasuk generasi lama. Dan menurutku, para penyanyi laki-laki dan perempuan dari generasi lama lebih dekat di hatiku daripada penyanyi generasi baru.” (Harian Ar Raayah edisi 597, 20 Jumadil Ula 1419 H) ]
Saudaraku
pembaca yang budiman, jelaslah sekarang siapa Qaradhawi sejatinya. Ternyata dia
adalah orang yang tidak mengindahkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sabda
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam serta tidak menghargai wasiat para
imam dan ulama. Dia hanya menjadikan akalnya sebagai petunjuk dan hawa nafsunya
sebagai kendaraan.
Seorang
yang di rumahnya terdapat berbagai fasilitas yang merusak seperti televisi,
video ataupun kaset-kaset nyanyian. Sedangkan keluarganya turut mendengar dan
menyaksikannya sebagaimana disebutkan oleh wartawan Ar Raayah dengan penuh
keheranan. Betapa banyaknya seniman laki-laki maupun perempuan yang ia
dengarkan. Terlebih lagi dia hafal berbagai judul lagu mereka di luar kepala.
Pembaca yang budiman, lihatlah betapa tipisnya rasa malu yang dimiliki Qaradhawi ketika mengatakan :
“ … dan terlebih lagi aku senang sekali mendengarkan dan sangat terkesan dengan suara Faizah Ahmad.”
Ucapan Qaradhawi ini tidak pantas disampaikan oleh seorang abangan, terlebih lagi oleh seorang intelektual yang bergelar doktor, syaikh, faqihul Islam, dan seterusnya. Begitu pula dengan ucapannya :
“… aku tidak mengikuti lagu-lagu cinta bukan karena itu haram tetapi karena sibuk dan aku tidak bisa mengikuti lagu-lagu cintanya Ummu Kultsum secara lengkap karena terlalu panjang dan butuh orang yang benar-benar menghabiskan waktu untuknya.”
Seandainya Qaradhawi mengharapkan ganjaran dari syaithannya dan menghabiskan waktunya untuk itu, yang demikian lebih baik daripada menghabiskan waktu untuk menulis sesuatu yang mengaburkan perkara din dan umat Islam.
Dan perhatikan ucapannya :
“… dan menurutku, para penyanyi laki-laki dan perempuan dari generasi lama lebih dekat di hatiku daripada penyanyi generasi baru.”
Pembaca yang budiman, lihatlah betapa tipisnya rasa malu yang dimiliki Qaradhawi ketika mengatakan :
“ … dan terlebih lagi aku senang sekali mendengarkan dan sangat terkesan dengan suara Faizah Ahmad.”
Ucapan Qaradhawi ini tidak pantas disampaikan oleh seorang abangan, terlebih lagi oleh seorang intelektual yang bergelar doktor, syaikh, faqihul Islam, dan seterusnya. Begitu pula dengan ucapannya :
“… aku tidak mengikuti lagu-lagu cinta bukan karena itu haram tetapi karena sibuk dan aku tidak bisa mengikuti lagu-lagu cintanya Ummu Kultsum secara lengkap karena terlalu panjang dan butuh orang yang benar-benar menghabiskan waktu untuknya.”
Seandainya Qaradhawi mengharapkan ganjaran dari syaithannya dan menghabiskan waktunya untuk itu, yang demikian lebih baik daripada menghabiskan waktu untuk menulis sesuatu yang mengaburkan perkara din dan umat Islam.
Dan perhatikan ucapannya :
“… dan menurutku, para penyanyi laki-laki dan perempuan dari generasi lama lebih dekat di hatiku daripada penyanyi generasi baru.”
Padahal
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Seseorang akan dikumpulkan bersama orang-orang yang dicintainya.”
Saudaraku pembaca yang budiman, dimanakah sifat ulama rabbani dari sosok Qaradhawi ini? Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Tepatlah apa yang dikatakan oleh seorang penyair :
Dia ditugaskan untuk memperbaiki manusia padahal dia sendiri yang menyimpang
Maka bagaimana mungkin bayangan bisa menjadi tegak lurus jikalau batangnya sudah bengkok?
“Seseorang akan dikumpulkan bersama orang-orang yang dicintainya.”
Saudaraku pembaca yang budiman, dimanakah sifat ulama rabbani dari sosok Qaradhawi ini? Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Tepatlah apa yang dikatakan oleh seorang penyair :
Dia ditugaskan untuk memperbaiki manusia padahal dia sendiri yang menyimpang
Maka bagaimana mungkin bayangan bisa menjadi tegak lurus jikalau batangnya sudah bengkok?
HUKUM MENDENGARKAN MUSIK DAN LAGU SERTA MENGIKUTI SINETRON
Oleh
Syaikh Muhamamd bin Shalih Al-Utsaimin
Oleh
Syaikh Muhamamd bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan
Syaikh Muhamamd bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum mendengarkan musik dan lagu ? Apa hukum menyaksikan sinetron yang di dalamnya terdapat para wanita pesolek ?
Jawaban
Mendengarkan musik dan nyanyian haram dan tidak disangsikan keharamannya. Telah diriwayatkan oleh para sahabat dan salaf shalih bahwa lagu bisa menumbuhkan sifat kemunafikan di dalam hati. Lagu termasuk perkataan yang tidak berguna. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan".[Luqman : 6]
Ibnu Mas'ud dalam menafsirkan ayat ini berkata : "Demi Allah yang tiada tuhan selainNya, yang dimaksudkan adalah lagu".
Syaikh Muhamamd bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum mendengarkan musik dan lagu ? Apa hukum menyaksikan sinetron yang di dalamnya terdapat para wanita pesolek ?
Jawaban
Mendengarkan musik dan nyanyian haram dan tidak disangsikan keharamannya. Telah diriwayatkan oleh para sahabat dan salaf shalih bahwa lagu bisa menumbuhkan sifat kemunafikan di dalam hati. Lagu termasuk perkataan yang tidak berguna. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan".[Luqman : 6]
Ibnu Mas'ud dalam menafsirkan ayat ini berkata : "Demi Allah yang tiada tuhan selainNya, yang dimaksudkan adalah lagu".
Penafsiran
seorang sahabat merupakan hujjah dan penafsirannya berada di tingkat tiga dalam
tafsir, karena pada dasarnya tafsir itu ada tiga. Penafsiran Al-Qur'an dengan
ayat Al-Qur'an, Penafsiran Al-Qur'an dengan hadits dan ketiga Penafsiran
Al-Qur'an dengan penjelasan sahabat. Bahkan sebagian ulama menyebutkan bahwa
penafsiran sahabat mempunyai hukum rafa' (dinisbatkan kepada Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam). Namun yang benar adalah bahwa penafsiran sahabat tidak
mempunyai hukum rafa', tetapi memang merupakan pendapat yang paling dekat
dengan kebenaran.
Mendengarkan musik dan lagu akan menjerumuskan kepada suatu yang diperingatkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam haditsnya.
Mendengarkan musik dan lagu akan menjerumuskan kepada suatu yang diperingatkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam haditsnya.
"Artinya
: Akan ada suatu kaum dari umatku menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat
musik".
Maksudnya,
menghalalkan zina, khamr, sutera padahal ia adalah lelaki yang tidak boleh
menggunakan sutera, dan menghalalkan alat-alat musik. [Hadits Riwayat Bukhari
dari hadits Abu Malik Al-Asy'ari atau Abu Amir Al-Asy'ari]
Berdasarkan
hal ini saya menyampaikan nasehat kepada para saudaraku sesama muslim agar
menghindari mendengarkan musik dan janganlah sampai tertipu oleh beberapa
pendapat yang menyatakan halalnya lagu dan alat-alat musik, karena dalil-dalil
yang menyebutkan tentang haramnya musik sangat jelas dan pasti. Sedangkan
menyaksikan sinetron yang ada wanitanya adalah haram karena bisa menyebabkan
fitnah dan terpikat kepada perempuan. Rata-rata setiap sinetron membahayakan,
meski tidak ada wanitanya atau wanita tidak melihat kepada pria, karena pada
umumnya sinetron adalah membahayakan masyarakat, baik dari sisi prilakunya dan
akhlaknya.
Saya memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar menjaga kaum muslimin dari keburukannya dan agar memperbaiki pemerintah kaum muslimin, karena kebaikan mereka akan memperbaiki kaum muslimin. Wallahu a'lam.
[Fatawal Mar'ah 1/106]
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan Penerbitan Darul Haq. Penerjemah Amir Hamzah Fakhrudin]
Saya memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar menjaga kaum muslimin dari keburukannya dan agar memperbaiki pemerintah kaum muslimin, karena kebaikan mereka akan memperbaiki kaum muslimin. Wallahu a'lam.
[Fatawal Mar'ah 1/106]
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan Penerbitan Darul Haq. Penerjemah Amir Hamzah Fakhrudin]
HARAMKAH NYANYIAN DAN MUSIK?
Apabila kita menyimak Al-Qur`an, Hadits Rasulullah dan keterangan ‘ulama Salaf serta ‘ulama Ahlus Sunnah yang mengikuti jejak mereka dengan baik niscaya kita dapati bahwa nyanyian dan musik adalah haram. Di antara dalil-dalilnya adalah:
1. Allah
Ta’ala berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ
مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ
وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا
“Dan di
antara manusia (ada) orang yang mempergunakan “perkataan yang tidak berguna”
untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikan jalan
Allah itu olok-olokan.” (Luqmaan:6)
Kebanyakan ahli tafsir menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “perkataan yang tidak berguna” adalah nyanyian.
Kebanyakan ahli tafsir menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “perkataan yang tidak berguna” adalah nyanyian.
Berkata
Ibnu Mas’ud: “Itu adalah nyanyian. Demi Allah, yang tidak ada Tuhan yang berhak
diibadahi kecuali Dia.” Beliau mengulanginya tiga kali. Dan berkata Al-Hasan
Al-Bashriy: “Ayat ini turun berkaitan dengan nyanyian dan alat musik.” (Lihat
Tafsiir Ibni Katsiir 6/145 cet. Maktabah Ash-Shafaa)
2. Allah Ta’ala berfirman mengajak bicara syaithan:
2. Allah Ta’ala berfirman mengajak bicara syaithan:
وَاسْتَفْزِزْ
مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ
“Dan
hasunglah siapa saja yang kamu sanggupi di antara mereka dengan suaramu.”
(Al-Israa`:64) “dengan suaramu” maksudnya adalah nyanyian dan alat musik.
3.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيَكُوْنَنَّ
مِنْ أُمَّتِيْ أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّوْنَ الْحِرَ وَالْحَرِيْرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ
“Sungguh,
benar-benar akan ada dari ummatku kaum-kaum yang menghalalkan zina, sutera,
khamr (minuman keras) dan ma’aazif.” Ma’aazif adalah musik. (HR. Al-Bukhariy
dan Abu Dawud)
Makna hadits ini adalah akan datang dari kalangan muslimin kaum-kaum yang berkeyakinan bahwa zina, memakai sutera murni, meminum khamr (yaitu segala sesuatu yang memabukkan) dan musik adalah halal, padahal semuanya itu adalah haram.
Sedangkan ma’aazif adalah semua alat musik yang mempunyai nada dan suara yang teratur seperti kecapi, gitar, piano, seruling, drum, gendang, rebana dan lain-lainnya. Bahkan lonceng pun termasuk ma’aazif, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Makna hadits ini adalah akan datang dari kalangan muslimin kaum-kaum yang berkeyakinan bahwa zina, memakai sutera murni, meminum khamr (yaitu segala sesuatu yang memabukkan) dan musik adalah halal, padahal semuanya itu adalah haram.
Sedangkan ma’aazif adalah semua alat musik yang mempunyai nada dan suara yang teratur seperti kecapi, gitar, piano, seruling, drum, gendang, rebana dan lain-lainnya. Bahkan lonceng pun termasuk ma’aazif, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
اَلْجَرَسُ
مَزَامِيْرُ الشَّيْطَانِ
“Lonceng
adalah seruling syaithan.” (HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa lonceng tersebut dibenci karena suaranya dan dahulu orang-orang mengalungkannya di leher-leher binatang. Sesungguhnya lonceng ini serupa dengan An-Naaquus (semacam kentongan atau gong) yang dipergunakan orang-orang Nashara. Dan penggunaan lonceng di rumah, sekolah-sekolah dan selainnya dapat digantikan dengan suara bul-bul (nama burung) yaitu suatu alat yang dijual di pasar-pasar.
4. Telah dinukilkan dari Al-Imam Asy-Syafi’i di dalam kitab Al-Qadhaa`: “Nyanyian adalah permainan (kesia-siaan) yang dibenci yang menyerupai kebathilan. Barangsiapa yang memperbanyaknya maka ia adalah orang bodoh yang ditolak persaksiannya.” Yang dimaksud dibenci di sini adalah dilarang syari’at dan haram.
Hadits ini menunjukkan bahwa lonceng tersebut dibenci karena suaranya dan dahulu orang-orang mengalungkannya di leher-leher binatang. Sesungguhnya lonceng ini serupa dengan An-Naaquus (semacam kentongan atau gong) yang dipergunakan orang-orang Nashara. Dan penggunaan lonceng di rumah, sekolah-sekolah dan selainnya dapat digantikan dengan suara bul-bul (nama burung) yaitu suatu alat yang dijual di pasar-pasar.
4. Telah dinukilkan dari Al-Imam Asy-Syafi’i di dalam kitab Al-Qadhaa`: “Nyanyian adalah permainan (kesia-siaan) yang dibenci yang menyerupai kebathilan. Barangsiapa yang memperbanyaknya maka ia adalah orang bodoh yang ditolak persaksiannya.” Yang dimaksud dibenci di sini adalah dilarang syari’at dan haram.
Bahaya Nyanyian dan Musik
Islam tidak
melarang sesuatu kecuali jika ada bahaya padanya. Dalam nyanyian dan musik
terdapat bahaya seperti yang dijelaskan Ibnu Taimiyyah di bawah ini:
1. Musik bagi jiwa seperti arak, bahkan bisa menimbulkan bahaya yang lebih hebat daripada arak itu sendiri. Apabila seseorang mabuk akibat suara maka ia akan tertimpa penyakit syirik, bahkan bisa menjadi syirik akbar kalau sampai dia mencintai penyanyinya melebihi cintanya kepada Allah.
1. Musik bagi jiwa seperti arak, bahkan bisa menimbulkan bahaya yang lebih hebat daripada arak itu sendiri. Apabila seseorang mabuk akibat suara maka ia akan tertimpa penyakit syirik, bahkan bisa menjadi syirik akbar kalau sampai dia mencintai penyanyinya melebihi cintanya kepada Allah.
2. Adapun
hal-hal keji yang terjadi karena nyanyian, bisa menjadi penyebab perbuatan
zina, bahkan merupakan penyebab terbesar untuk menjerumuskan orang ke jurang
kekejian. Orang laki-laki maupun perempuan, terutama para remajanya yang semula
sangat patuh kepada agama, setelah mereka mendengar nyanyian dan musik,
rusaklah jiwa mereka serta mudah melakukan perbuatan keji.
3.
Peristiwa pembunuhan juga sering terjadi di arena pertunjukan musik. Ini
disebabkan karena ada kekuatan yang mendorong berbuat demikian, sebab mereka
datang ke tempat itu bersama syaithan. Syaithannyalah yang lebih kuat yang
akhirnya bisa membunuh orang.
4.
Mendengarkan nyanyian dan musik tidak ada manfaatnya untuk jiwa dan tidak
mendatangkan kemaslahatan. Nyanyian dan musik terhadap jiwa seperti arak
terhadap badan yang dapat membuat orang mabuk. Bahkan mabuk yang ditimbulkan
oleh musik dan nyanyian lebih besar daripada mabuk yang ditimbulkan oleh arak.
Fitnah Suara Perempuan Lebih Dahsyat!
Al-Barra` bin Malik adalah seorang laki-laki yang
bersuara bagus. Ia pernah melantunkan sya’ir dengan irama rajaz untuk
Rasulullah di salah satu perjalanan beliau. Di tengah-tengah ia berlantun
tiba-tiba ia mendekati seorang perempuan, maka bersabdalah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadanya: “Berhati-hatilah terhadap perempuan!”
Dan tambahnya lagi: “Berhentilah kamu (dari melantunkan sya’ir)!” Al-Hakim
berkata bahwa Rasulullah benci pada perempuan yang mendengarkan suaranya (yaitu
suara Al-Barra` bin Malik). (HR. Al-Hakim, dishahihkannya dan disetujui oleh
Adz-Dzahabiy)
Perhatikanlah! Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhawatirkan perempuan terkena fitnah akibat mendengarkan sya’ir dengan suara bagus, maka bagaimana kira-kira sikap Rasulullah bila mendengar suara perempuan pelacur yang sudah rusak moralnya lewat radio, TV atau selainnya yang disiarkan sekarang ini?! Dan bagaimana pula mendengar penyanyi lawak dan cabul serta lagu-lagu cinta?! Sya’ir-sya’ir yang menggambarkan pipi, ukuran badan, bentuk badan, buah dada yang membakar cinta dan kehidupan bebas?! Apa sikap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bila mendengar nyanyian tersebut dengan iringan musik yang bisa mengundang bahaya seperti bahaya arak bahkan lebih berbahaya dari arak???!!!
Perhatikanlah! Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhawatirkan perempuan terkena fitnah akibat mendengarkan sya’ir dengan suara bagus, maka bagaimana kira-kira sikap Rasulullah bila mendengar suara perempuan pelacur yang sudah rusak moralnya lewat radio, TV atau selainnya yang disiarkan sekarang ini?! Dan bagaimana pula mendengar penyanyi lawak dan cabul serta lagu-lagu cinta?! Sya’ir-sya’ir yang menggambarkan pipi, ukuran badan, bentuk badan, buah dada yang membakar cinta dan kehidupan bebas?! Apa sikap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bila mendengar nyanyian tersebut dengan iringan musik yang bisa mengundang bahaya seperti bahaya arak bahkan lebih berbahaya dari arak???!!!
Nyanyian Menimbulkan Kemunafikan
1. Ibnu Mas’ud berkata: “Nyanyian menimbulkan kemunafikan
dalam hati seperti air menumbuhkan sayuran, sedangkan dzikir menumbuhkan iman
dalam hati seperti air menumbuhkan tanaman.”
2. Ibnul Qayyim berkata: “Tidak seorang pun yang
mendengarkan nyanyian kecuali hatinya munafik yang ia sendiri tidak merasa.
Andaikata ia mengerti hakekat kemunafikan pasti ia melihat kemunafikan itu ada
dalam hatinya, sebab tidak mungkin berkumpul di dalam hati seseorang antara dua
cinta, yaitu cinta nyanyian dan cinta Al-Qur`an, kecuali yang satu mengusir
yang lain. Sungguh kami telah membuktikan betapa beratnya Al-Qur`an di hati
seorang penyanyi atau pendengarnya dan betapa jemunya mereka terhadap
Al-Qur`an. Mereka tidak dapat mengambil manfaat dari apa yang dibaca oleh
pembaca Al-Qur`an, hatinya tertutup dan tidak tergerak sama sekali oleh bacaan
tadi. Tetapi apabila mendengar nyanyian mereka segar dan cinta dalam hatinya.
Mereka tampaknya lebih mengutamakan suara nyanyian daripada Al-Qur`an. Mereka
yang telah terkena akibat buruk nyanyian ternyata adalah orang-orang yang malas
mengerjakan shalat, termasuk shalat berjama’ah (di masjid).
Obat Mujarab Menghindari Lagu & Musik
1. Menjauhinya dan tidak mendengarkannya baik dari radio,
TV atau media lainnya, terutama nyanyian-nyanyian yang mengumbar hawa nafsu.
Juga harus berhenti berteman dengan musik.
2. Obat mujarab terbesar untuk menghilangkan nyanyian dan
musik adalah dzikrullaah dan membaca Al-Qur`an terutama membaca surat
Al-Baqarah berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِيْ يُقْرَأُ فِيْهِ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ
“Sesungguhnya syaithan lari dari rumah yang dibacakan di
dalamnya surat Al-Baqarah.” (HR. Muslim)
Allah Ta’ala berfirman:
Allah Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا
النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ
وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Wahai
manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian pelajaran dari Tuhan kalian
dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk
serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Yuunus:57)
3. Membaca Sirah Nabawiyyah (sejarah hidup Nabi), Syamaa`ilul Muhammadiyyah (buku yang membahas secara lengkap ciri fisik dan akhlaq Nabi) dan kisah-kisah para shahabat.
Wallaahu A’lam.
Lihat lebih detail dalam kitab Kaifa Nurabbii Aulaadanaa dan Taujiihaat Islaamiyyah li Ishlaahil Fard wal Mujtama’ karya Asy-Syaikh Muhammad Jamil Zainu.
3. Membaca Sirah Nabawiyyah (sejarah hidup Nabi), Syamaa`ilul Muhammadiyyah (buku yang membahas secara lengkap ciri fisik dan akhlaq Nabi) dan kisah-kisah para shahabat.
Wallaahu A’lam.
Lihat lebih detail dalam kitab Kaifa Nurabbii Aulaadanaa dan Taujiihaat Islaamiyyah li Ishlaahil Fard wal Mujtama’ karya Asy-Syaikh Muhammad Jamil Zainu.
Ahmad
Abu Faza, di/pada Oktober 5th, 2007 pada 10:56 am Dikatakan:
ini
merupakan nukilan dari pendapat Yusuf Qaradhawi dan hadist sebatas pada Walimah
(Perayaan perkawinan) dan Hari Raya Idain, karena itu sebagai Rukshah
(keringan) dihari perayaan .
Sudah jelas hadist-hadist yang melarang musik :
“Artinya :
Sungguh akan ada hari bagi kalangan umat kaum yang menghalal kan perzinaan,
sutera, minuman keras, dan alat-alat musik“.[Shahih Bukhari, Kitab Al-Asyrabah,
Bab Maa Jaa-a fi Man Yastahillu Al-Khamra wa Yusammihi bi Ghairi Ismihi 10:51].
Dan hadits
Ibnu Abbas, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengharam khamr, judi, dan gendang.” (HR. Abu Daud,
Baihaqi, Ahmad, dan sebagainya. Dishahihkan oleh Al Albani, Tahriimu Aalath Ath
Tharb halaman 56)
Hadits
Imran bin Husain, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Akan
datang dalam umat ini kehinaan, keburukan, dan fitnah.” Maka berdirilah salah
seorang Muslim: “Wahai Rasulullah, kapankah itu terjadi?” Beliau menjawab:
“Apabila telah muncul biduanita dan alat-alat musik dan khamr diminum.”
(Dikeluarkan oleh Tirmidzi dan dihasankan oleh Al Albani, Tahriimu Aalati Ath
Tharb halaman 56)
“Artinya :
Pada akhir zaman akan terjadi tanah longsor, kerusuhan, dan perubahan muka.
‘Ada yang bertanya kepada Rasulullah’. Wahai Rasulullah, kapankah hal itu
terjadi.? Beliau menjawab. ‘Apabila telah merajalela bunyi-bunyian (musik) dan
penyanyi-penyanyi wanita”. [Bagian awalnya diriwayatkan oleh Ibnu Majah 2:1350.
Al-Albani berkata : ‘Shahih’. Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir 3:216 hadits no.
3559]
Riwayat
Said bin Al Musayyab radliyallahu ‘anhu, ia berkata: “Sesungguhnya aku membenci
nyanyian dan menyenangi kata-kata yang indah.” (Dikeluarkan oleh Abdurrazzaq
dalam Mushannaf dan dihasankan oleh Al Albani, Tahriimu Aalati Ath Tharb
halaman 99 dan 101)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah telah menukil kesepakatan keempat imam atas diharamkannya
nyanyian. Syaikh berkata: “Sesungguhnya mereka bersepakat atas dilarangnya
alat-alat musik yang merupakan alat-alat yang melalaikan seperti kecapi dan
lain sebagainya dan seandainya ada orang yang merusaknya maka ia tidak perlu
menggantinya bahkan dilarang menuntut mereka menggantinya.” (Minhaj Sunnah
III:439)
Berikut ini
beberapa riwayat dari selain imam yang empat, Abu Amr bin As Shalah berkata:
“Adapun dibolehkannya mendengar (nyanyian) ini dan menghalalkannya maka
ketahuilah apabila rebana, seruling, dan nyanyian telah berkumpul maka
mendengarkannya adalah haram menurut para ulama mazhab dan ulama Islam lainnya.
Dan tidak ada satupun riwayat yang shahih dari ulama yang mu’tabar (diakui)
dalam hal ijma’ dan ikhtilaf bahwa ada yang memperbolehkan mendengar nyanyian
ini.” (Fataawaa Ibnu Shalaah, Ighatsatul Lahafan I:257)
Dan di
antara dalil lainya menunjukkan haramnya nyanyian adalah hadits Anas bin Malik
radliyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Ada dua
buah suara yang dilaknat di dunia dan akhirat yaitu seruling ketika mendapat
nikmat dan lonceng tatkala terkena musibah.” (Dikeluarkan oleh Al Bazzar dan
dihasankan oleh Al Albani, Tahriimu Aalati Ath Tharb halaman 52)
Dari ulama
zaman ini yang juga mengharamkan nyanyian adalah Syaikh Abdurrahman As Sa’di,
Al Albani, Bin Baz, Ibnu ‘Utsaimin, Al Fauzan, Syaikh Muqbil bin Hadi
hafidhahumullah, dan lain-lain.
Syaikh Dr.
Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan berkata :
Berikutnya telah kubaca sebuah kitab yang dikarang oleh Syaikh Yusuf Al-Qardhawi yang berjudul “Halal wa Al-Haram Fi Al-Islam”. Kitab ini banyak membahas masalah fiqih, baik itu hukum mu’amalah atau makanan dan seterusnya. Ternyata aku dapati banyak kekeliruan, seperti halnya hukum berkasih sayang kepada orang kafir, pakaian sutra untuk pria, gambar, wanita membuka wajah dan tangannya di hadapan pria yang bukan mahramnya, nyanyiann dan musik, mencukur dan mencabut janggut, penyembelihan, permainan catur, bisokop dan lain-lain. Tentu sebagai orang Islam berkewajiban memberi nasihat dan saling menolong dalam hal kebaikan dan taqwa, yaitu mengingatkan kekeliruannya, dengan harapan supaya muallif mau meninjau kembali karya tulisnya dan mau membetulkan sesuai dengan dalil syariat Islam, sehingga benar-benar kitabnya berfaedah dan mendapatkan pahala di sisi Allah, sebagaimana Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
Berikutnya telah kubaca sebuah kitab yang dikarang oleh Syaikh Yusuf Al-Qardhawi yang berjudul “Halal wa Al-Haram Fi Al-Islam”. Kitab ini banyak membahas masalah fiqih, baik itu hukum mu’amalah atau makanan dan seterusnya. Ternyata aku dapati banyak kekeliruan, seperti halnya hukum berkasih sayang kepada orang kafir, pakaian sutra untuk pria, gambar, wanita membuka wajah dan tangannya di hadapan pria yang bukan mahramnya, nyanyiann dan musik, mencukur dan mencabut janggut, penyembelihan, permainan catur, bisokop dan lain-lain. Tentu sebagai orang Islam berkewajiban memberi nasihat dan saling menolong dalam hal kebaikan dan taqwa, yaitu mengingatkan kekeliruannya, dengan harapan supaya muallif mau meninjau kembali karya tulisnya dan mau membetulkan sesuai dengan dalil syariat Islam, sehingga benar-benar kitabnya berfaedah dan mendapatkan pahala di sisi Allah, sebagaimana Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
Bantahan
Yusuf Qaradhawi tentang musik bisa antum baca di
http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=653
Selanjutnya
Para tabii’n dan ulama ahlul hadist :
Ibnu Mas’ud
berkata: “Nyanyian menimbulkan kemunafikan dalam hati seperti air menumbuhkan
sayuran, sedangkan dzikir menumbuhkan iman dalam hati seperti air menumbuhkan
tanaman.”
Ibnul
Qayyim berkata: “Tidak seorang pun yang mendengarkan nyanyian kecuali hatinya
munafik yang ia sendiri tidak merasa. Andaikata ia mengerti hakekat kemunafikan
pasti ia melihat kemunafikan itu ada dalam hatinya, sebab tidak mungkin
berkumpul di dalam hati seseorang antara dua cinta, yaitu cinta nyanyian dan
cinta Al-Qur`an, kecuali yang satu mengusir yang lain. Sungguh kami telah
membuktikan betapa beratnya Al-Qur`an di hati seorang penyanyi atau
pendengarnya dan betapa jemunya mereka terhadap Al-Qur`an. Mereka tidak dapat mengambil
manfaat dari apa yang dibaca oleh pembaca Al-Qur`an, hatinya tertutup dan tidak
tergerak sama sekali oleh bacaan tadi. Tetapi apabila mendengar nyanyian mereka
segar dan cinta dalam hatinya. Mereka tampaknya lebih mengutamakan suara
nyanyian daripada Al-Qur`an. Mereka yang telah terkena akibat buruk nyanyian
ternyata adalah orang-orang yang malas mengerjakan shalat, termasuk shalat
berjama’ah (di masjid).
Al-Barra`
bin Malik adalah seorang laki-laki yang bersuara bagus. Ia pernah melantunkan
sya’ir berirama rajaz untuk Rasulullah di salah satu perjalanan beliau. Di
tengah-tengah ia berlantun tiba-tiba ia mendekati seorang perempuan, maka
bersabdalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadanya:
“Berhati-hatilah terhadap perempuan!” Dan tambahnya lagi: “Berhentilah kamu
(dari melantunkan sya’ir)!” Al-Hakim berkata bahwa Rasulullah benci pada
perempuan yang mendengarkan suaranya (yaitu suara Al-Barra` bin Malik). (HR.
Al-Hakim, dishahihkannya dan disetujui oleh Adz-Dzahabiy)
“Dan di
antara manusia (ada) orang yang mempergunakan “perkataan yang tidak berguna”
untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikan jalan
Allah itu olok-olokan.” (Luqmaan:6)
Kebanyakan ahli tafsir menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “perkataan yang tidak berguna” adalah nyanyian.
Berkata Ibnu Mas’ud: “Itu adalah nyanyian. Demi Allah, yang tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali Dia.” Beliau mengulanginya tiga kali”.
Dan berkata Al-Hasan Al-Bashriy: “Ayat ini turun berkaitan dengan nyanyian dan alat musik.” (Lihat Tafsiir Ibni Katsiir 6/145 cet. Maktabah Ash-Shafaa)
Kebanyakan ahli tafsir menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “perkataan yang tidak berguna” adalah nyanyian.
Berkata Ibnu Mas’ud: “Itu adalah nyanyian. Demi Allah, yang tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali Dia.” Beliau mengulanginya tiga kali”.
Dan berkata Al-Hasan Al-Bashriy: “Ayat ini turun berkaitan dengan nyanyian dan alat musik.” (Lihat Tafsiir Ibni Katsiir 6/145 cet. Maktabah Ash-Shafaa)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam: اَلْجَرَسُ
مَزَامِيْرُ الشَّيْطَانِ “ Lonceng adalah seruling syaithan.” (HR. Muslim)
Al-Imam
Asy-Syafi’i di dalam kitab Al-Qadhaa`: “Nyanyian adalah permainan (kesia-siaan)
yang dibenci yang menyerupai kebathilan. Barangsiapa yang memperbanyaknya maka
ia adalah orang bodoh yang ditolak persaksiannya.” Yang dimaksud dibenci di
sini adalah dilarang syari’at dan haram”.
Rasulullah
bersabda: Sesungguhnya yang halal itu jelas, yang haram itu jelas, di antara
perkara halal dan haram dinamakan syubhat yang tidak diketahui oleh ramai.
Sesiapa yang menjauhi dari perkara syubhat sesungguhnya dia telah menyelamatkan
agama dan kehidupannya, barang sesiapa yang melakukan perkara syubhah
sesungguhnya dia telah melakukan perkara yang haram. (Riwayat Bukhari dan
Muslim]
–ooOoo–