BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bencana banjir di Semarang, tanah
longsor di Wasior,
Gempa bumi di Padang, dan
meletusnya Gunung
Kelud sudah berlalu. Namun bukan berarti selesai juga masalahnya, meski upaya terus
dilanjutkan. Banyak masalah yang berkaitan dengan bencana alam. Kehilangan dan kerusakan termasuk yang
paling sering harus dialami bersama datangnya bencana itu.
Berangkat dari berbagai masalah
seperti itu menyebabkan timbulnya bekas dalam jiwa. Karena bekas itu seperti
luka jadinya, maka sakit yang ditimbulkannya juga banyak menyangkut
kejiwaan. Apalagi bila kejadian ini juga dialami langsung, pengalaman itu bisa
menjadi traumatis dan mengalami
gangguan psikologis.
Berduka dan kehilangan
sering menjadi stressor terbesar bagi korban bencana alam. Dampak ini tentunya
membawa efek berbeda di setiap umur. Di antara para korban bencana, ada
kelompok yang memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan jiwa, yaitu
anak-anak, perempuan, dan lanjut usia.
|
Tentunya stress yang dialami
oleh korban bencana alam ini bervariasi, ada yang mengalami stress ringan,
sedang, hingga berat. Tingkatan stress yang dialami tergantung dari cara
beradaptasi tiap individu yang tentunya berbeda antara satu dengan lainnya.
Cara beradaptasi tersebut berasal dari persespi, penilaian, dan tuntutan
individu. Adaptasi memang sangat diperlukan disaat-saat krisis seperti bencana
alam. Namun tidak semua orang akan mengalami stress pasca bencana. Setelah
melalui fase reaksi akut atau syok, semuanya bergantung dari beberapa hal untuk
tidak masuk ke dalam fase berkepanjangan. Ada sejumlah faktor internal dan
eksternal yang mempengaruhi. Faktor internal seperti daya pulih, kemampuan
menghadapi masalah seperti bersandar pada agama, adanya gangguan jiwa yang
kemudian kambuh akibat bencana, dan lain sebagainya. Sementara itu, faktor
eksternal seperti pendampingan, ada kejelasan atau tidak terus menerus menjadi
pengungsi, adanya akses ke pelayanan kesehatan jiwa, dan lain-lain.
Menurut Dr. Nova
Riyanti, Sp.Kj. sebanyak 70-80 persen orang yang mengalami peristiwa traumatik
akibat bencana alam akan memunculkan gejala-gejala distress mental seperti
ketakutan, gangguan tidur, mimpi buruk, panik, siaga berlebihan, berduka, dan
lain-lain. Menurut hal itu merupakan respon wajar dalam situasi tidak normal
seperti bencana alam. Meski demikian, umumnya keadaan tersebut bersifat
sementara, sebagian besar akan pulih secara alamiah dengan berlalunya waktu,
meskipun tanpa intervensi yang spesifik. Dari keseluruhan korban bencana,
walaupun pada awal bencana mungkin hampir semua mengalami distress mental,
hanya sekitar 20-30 persen saja yang akan mengalami gangguan jiwa berat.
Gangguan pada kesehatan jiwa dapat membuat penderita tidak produktif dan
bergantung pada orang lain.
Untuk menanggulangi
dampak buruk tersebut, perlu tenaga-tenaga kesehatan yang siap untuk membantu
mereka, khususnya di pelayanan tingkat primer, karena tenaga khusus kesehatan
jiwa masih terbatas.
Pada seminar keperawatan yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa
Ilmu Keperawatan bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
(FKIK) UMY dijelaskan bencana dapat menimbulkan dampak buruk pada kesehatan
jiwa seseorang. Perlu tenaga kesehatan yang siap membantu untuk menanggulangi
gangguan. Dalam sebuah penelitian, pasien gangguan kesehatan jiwa lebih banyak
datang ke pelayanan primer dibandingkan ke pelayanan spesialistik. Masalah
kesehatan jiwa secara sekilas memang tampak tidak menyebabkan kematian secara
langsung. Namun menyebabkan penderitaan berkepanjangan, baik bagi individu,
keluarga, masyarakat, maupun negara.
|
Aspek Psikologis erat
kaitannya dengan proses kehilangan, tidak hanya fisik: kehilangan barang milik,
kehilangan orang yang dikasihi tetapi juga sosial: kehilangan aktivitas,
kehilangan ikatan kekeluargaaan dan lain-sebagainya. Mengingat dampak
psikologis bencana sangat besar dalam arti jumlah mereka yang mengalami dampak
besar namun jumlah profesional kesehatan mental terbatas (jumlah psikolog
klinis dan psikiater sedikit). Belum lagi proses penanganan aspek psikologis
bencana tidak singkat melainkan merupakan proses yang relatif panjang.
Dengan berbagai hambatan yang ada pada wilayah bencana diperlukan
suatu sistem pelayanan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
demikian pesat dalam bidang pendidikan dan kesehatan termasuk pelayanan
keperawatan telah mendorong terciptanya suatu model pelayanan keperawatan jarak
jauh yang lebih dikenal dengan nama telenursing.
Telenursing berarti
pemberian perawatan secara berkelajutan untuk klien dan biasanya pada mereka
dalam kondisi kronik (Hardin, 2001). Telenursing meliputi
pengumpulan data klinik pasien dan penggunaanvideo-imaging untuk
memberikan perawatan berkelanjutan dan edukasi pada klien.
Sistem ini memungkinkan perawat memberikan informasi dan waktu
secara akurat dan dukungan secara online. Perawatan yang
berkelanjutan dapat ditingkatkan dengan memberikan harapan melalui kontak
dengan frekuensi yang sering antara pemberi asuhan perawatan dengan klien.
Telenursing merupakan
alat yang digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan jarak jauh terutama
pada pada penangan masalah psikologis pasca bencana alam. Penggunaan telenursing terbukti
bermanfaat baik dalam hal jangkauan wilayah, efektifitas waktu, efisiensi
biaya, dan penyelesaian masalah keterbatasan tenaga pemberi pelayanan. Praktik
telenursing tidak lepas dari isu seputar legal aspek, yang harus disikapi
secara bijaksana dengan melibatkan peranserta pemerintah sebagai pembuat
kebijakan.
BAB
II
KAJIAN LITERATUR DAN
PEMBAHASAN
A.
Kajian
Literatur
1. Pengertian Telenursing
Telenursing
adalah upaya penggunaan teknologi informasi dalam memberikan pelayanan
keperawatan dalam bagian pelayanan kesehatan dimana ada jarak secara fisik yang
jauh antara perawat dan pasien,
atau antara beberapa perawat. Menurut National Council of State Boards of
Nursing, telenursing is defined as the
practice of nursing over distance using telecommunications technology.
Telenursing
diartikan sebagai pemakaian telekomunikasi untuk memberikan informasi dan
pelayanan keperawatan jarak-jauh. Aplikasinya saat ini, menggunakan teknologi
satelit untuk menyiarkan konsultasi antara fasilitas-fasilitas kesehatan di dua
negara dan memakai peralatan video conference. Telenursing bagian integral dari
telemedicine atau telehealth.
2.
Penerapan telenursing
Telenursing
merupakan sistem yang berbasis internet yang
didesain untuk membantu
pasien belajar cara mengelola kondisi mereka. Kontruksi sistemnyadapat dilihat
pada gambar 1, dimana Database server yang berlokasi di sebuat pusat pelayanan
perawatan kesehatan yang berfungsi untuk mengumpulkan dan meneruskan serta
memenuhi sinyal dari pasien, perawat, dan dokter, dengan melihat informasi pada website.
Pada gambar 2 terlihat dipusat kesehatan dengan staffnya adalah seorang
perawat professional yang mengetahui tentang teknik telekomunikasi. Perawat
ini secara regular mengunjungi pasien yang terdaftar dan juga memberikan
perawatan berkelanjutan melalui sistem telenursing.
|
Terdapat tiga jenis informasi yang akan
terolah pada sistem ini antara lain: (1) email dari pasien yang
melaporkan status kesehatan; (2) Data vital sign: monitoring tekanan darah secara
regular, nadi dan temperature; (3) video-mail, yang berfungsi untuk meningkatkan
evaluasi pasien. Pasien mengakses informasi kesehatan pada website.
Informasi yang terkumpul dipusat pelayanan kesehatan dan perawatan akan memutuskan apakah
memberikan perawatan melalui instruksi telenursing atau mengunjungi
pasien.
3. Fungsi
Telenursing
Telenursing
dapat melakukan fungsi-fungsi berikut:
1.
Pemantauan
pasien yang menderita penyakit kronis.
2. Koordinasi
perawatan untuk pasien dengan penyakit atau kondisi yang rumit, atau banyak
co-morbiditas.
3.
Pendidikan pasien untuk
mengelola gejala penyakit mereka
Menurut
Britton et all (1999), ada beberapa keuntungan telenursing yaitu :
1.
Efektif dan efisien
dari sisi biaya kesehatan, pasien dan keluarga dapat mengurangi kunjungan ke
pelayanan kesehatan ( dokter praktek,ruang gawat darurat, rumah sakit dan
nursing home).
2.
Dengan sumber daya yang
minimal dapat meningkatkan cakupan dan jangkauan pelayanan keperawatan tanpa
batas geografis.
3.
Telenursing dapat
menurunkan kebutuhan atau menurunkan waktu tinggal di rumah sakit
4.
Pasien dewasa dengan
kondisi penyakit kronis memerlukan pengkajian dan monitoring yang sering
sehingga membutuhkan biaya yang banyak. Telenursing dapat meningkatkan
pelayanan untuk pasien kronis tanpa memerlukan biaya dan meningkatkan
pemanfaatan teknologi
5.
berhasil dalam
menurunkan total biaya perawatan kesehatan dan meningkatkan akses untuk
perawatan kesehatan tanpa banyak memerlukan sumber
|
Selain manfaat di atas telenursing dapat
dimanfaatkan dalam bidang pendidikan keperawatan ( model distance learning) dan perkembangan riset keperawatan
berbasis informatika kesehatan. Telenursing
dapat juga digunakan dikampus dengan video conference, pembelajaran on line dan
Multimedia Distance Learning
B.
Pembahasan
Rangkaian bencana alam yang terjadi di Indonesia,
yaitu bajir bandang di Wasior, tsunami di Mentawai, gempa bumi di padang, dan
erupsi Gunung Merapi telah menelan ratusan korban meninggal, hilang, maupun
luka-luka. Kerugian material dan immaterial yang besar berdampak pada kesehatan
psikis dan somatis bagi korban bencana dan keluarganya.
Bencana alam dapat menyebabkan dampak serius
dan berkepanjangan terhadap kesehatan fisik maupun psikologis pada korban
bencana yang selamat. Stres pasca tauma (posttraumatic stress
disorder (PTSD)) merupakan kelainan psikologis yang umum diteliti
setelah terjadinya bencana. PTSD dicirikan dengan adanya gangguan ingatan
secara permanen terkait kejadian traumatik, perilaku menghindar dari rangsangan
terkait trauma, dan mengalami gangguan meningkat terus-menerus. Angka
kejadian PSTD pada korban yang mengalami bencana langsung yang selamat kurang
lebih 30% sampai 40%. Pengamatan pada 262 korban tsunami di Aceh
menunjukkan bahwa 83,6% mengalami tekanan emosi berat dan 77,1% menunjukkan
gejala depresi.
Untuk mengatasi masalah psikologis pada daerah yang
terkena bencana alam, maka diperlukan tenaga kesehatan dibidang kesehatan jiwa.
Terbatasnya tenaga kesehatan jiwa dan tidak
cukup memadai untuk dapat menjangkau tempat
bencana alam maka kondisi ini dapat diatasi dengan
menerapkan metode telenursing untuk
ketercapaian dan kesinambungan terapi. Praktik telenursing
memperlihatkan banyak kesempatam dalam meningkatkan akses keperawatan. Sistem
ini sangat cocok untuk diterapkan di Indonesia mengingat letak
geografisnya yang luas dan rawan terjadi bencana. Sejauh ini praktik telenursing banyak diterapkan dalam
memberikan perawatan fisik.
|
Telenursing saat
ini semakin berkembang pesat di banyak negara, terkait dengan beberapa faktor
seperti mahalnya biaya pelayanan kesehatan, kasus yang saat ini terjadi di
Indonesia adalah bencana alam, sulitnya mendapatkan pelayanan kesehatan di
daerah terpencil, rural, dan daerah yang penyebaran pelayanan kesehatan belum
merata. Dan keuntungannya, telenursing dapat menjadi jalan keluar kurangnya
jumlah perawat (terutama di negara maju), mengurangi jarak tempuh, menghemat
waktu tempuh menuju pelayanan kesehatan, mengurangi jumlah hari rawat dan
jumlah pasien di RS, serta menghambat infeksi nosokomial.
Praktik
telenursing memperlihatkan banyak
kesempatam dalam meningkatkan akses keperawatan. Telenursing banyak diterapkan dalam memberikan perawatan fisik, selain
itu system ini juga dapat diterapkan dalam mengatasi masalah psikologis,
misalnya pada daerah yang mengami bencana alam. Adanya bencana yang menyebabkan para perawat tidak bisa datang ketempat
kejadian maka telenursing ini sangat
membantu dalam asuhan keperawatan bagi korban yang mengalami gangguan jiwa.
Korban bencana yang mengalami
trauma psikologis yang tidak dapat ditangani dalam waktu yang singkat,
sementara tenaga kesehatan untuk menjangkau wilayah bencana sering kali
mengalami banyak hambatan, sementara korban memerlukan penanganan segera. Kondisi ini dapat
diatasi dengan menerapkan metode telenursing
untuk ketercapaian dan kesinambungan terapi.
Dalam memberikan asuhan keperawatan secara jarak jauh
maka diperlukan kebijakan umum dari pemerintah untuk mengatur praktek, SOP/standar
operasional prosedur, etik dan profesionalisme, keamanan, kerahasiaan pasien
dan jaminan informasi yang diberikan. Kegiatan telenursing membutuhkan
integrasi antara startegi dan kebijakan untuk mengembangkan praktek
keperawatan, penyediaan pelayanan asuhan keperawatan, dan sistem pendidikan
serta pelatihan keperawatan.
Untuk dapat diaplikasikan maka ada beberapa hal yang
perlu menjadi perhatian :
1. Faktor legalitas
Dapat
didefinisikan sebagai otononi profesi keperawatan atau institusi keperawatan
yang mempunyai tanggung jawab dalam pelaksanaan telenursing.
2. Faktor financial
|
Pelaksanaan telenursing membutuhkan biaya yang cukup
besar karena sarana dan prasaranya sangat banyak. Perlu dukungan dari
pemerintah dan organisasi profesi dalam penyediaan aspek financial dalam
pelaksanaan telenursing.
3. Faktor Skill
Ada dua
aspek yang perlu diperhatikan, yaitu pengetahuan dan skill tentang telenursing. Perawat dan klien perlu
dilakukan pelatihan tentang aplikasi telenursing.
Terlaksananya telenursing sangat
tergantung dari aspek pengetahuan dan skill antara klien dan perawat.
Pengetahuan tentang telenursing harus didasari oleh pengetahuan
tehnologi informasi.
4. Faktor Motivasi
Motivasi
perawat dan pasien menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan telenursing. Tanpa
ada motivasi dari perawat dan pasien, telenursing tidak akan bisa berjalan
dengan baik.
Perawat
memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya mempertahankan privasi dan
kerahasiaan pasien sesuai kode etik keperawatan. Beberapa hal terkait dengan
isu ini, yang secara fundamental mesti dilakukan dalam penerapan tehnologi
dalam bidang kesehatan dalam merawat pasien adalah :
1.
Jaminan kerahasiaan dan jaminan pelayanan dari informasi
kesehatan yang diberikan harus tetap terjaga
2. Pasien yang mendapatkan
intervensi melalui telehealth harus diinformasikan potensial resiko (seperti
keterbatasan jaminan kerahasiaan informasi, melalui internet atau telepon) dan
keuntungannya
3. Diseminasi data pasien seperti
identifikasi pasien (suara, gambar) dapat dikontrol dengan membuat informed
consent (pernyataan persetujuan) lewat email
4. Individu yang menyalahgunakan
kerahasiaan, keamanan dan peraturan dan penyalah gunaan informasi dapat
dikenakan hukuman/legal aspek.
|
||||||
|
||||||
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bencana alam yang terjadi di Indonesia, menyebabkan
korban sulit mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena terletak di daerah
terpencil, dan daerah yang penyebaran pelayanan kesehatannya belum merata.
Hambatan
yang dialami oleh tenaga kesehatan karena jarak
tempuh dan kondisi bencana alam, maka diperlukan
suatu sistem pelayanan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
termasuk pelayanan keperawatan yang
diamana terciptanya suatu model
pelayanan keperawatan jarak jauh yang lebih dikenal dengan nama telenursing.
Telenursing
dapat diterapkan dalam
memberikan perawatan pada korban bencana alam yang mengalami gangguan fisik, dan
mangalami gangguan psikologis. Selain itu juga telenursing dapat menjadi jalan keluar kurangnya
jumlah perawat (terutama di negara maju), mengurangi jarak tempuh, menghemat
waktu tempuh menuju pelayanan kesehatan, mengurangi jumlah hari rawat dan
jumlah pasien di RS, serta menghambat infeksi nosokomial.
B.
Rekomendasi
Pelaksanaan telenursing di Indonesia masih belum berjalan
dengan baik disebabkan oleh karena keterbatasan sumberdaya manusia,
keterbatasan sarana dan prasarana serta kurangnya dukungan pelaksanaan telenursing
dari pemerintah. Untuk mensiasati keterbatasan pelaksanaan telenursing
maka yang harus diperhatikan Pemerintah dan lembaga kesehatan
yaitu:
1.
Mengadakan
pelatihan kepada para perawat dalam rangka pengguasaan tekhnologi berbasis
telenursing.
2.
Memberikan
sertifikasi bagi mereka yang telah mengikuti pelatihan berbasis telenursing.
3.
Melegalkan
praktek telenursing di bidang keperawatan terkhusus keperawatan jiwa.
4.
|
Mempasilitasi dalam
pengadaan hardware dan software untuk penggunaan telenursing dalam bidang
keperawatan.
DAFTAR
PUSTAKA
American Nurses association. (1996). Telehealth-Issues for Nursing. Dalam http://ana.org/readroom/tele2.htm. Diperoleh tanggal 27
Oktober 2011.
Bohnenkam, et al. (2002). Telenursing on Patient’s Perspcetive. Dalam http://www.pubmed.gov.
Diperoleh tanggal 28 Oktober 2011
Bland SH, O’Leary ES, Farinaro E, Jossa F, Trevisan M. (1996). Long-term
psychological effects of natural disasters. Psychosom Med
Hardin
S. (2001). Telehealth
Impact on Nursing and Development of the Interstate Compact. Dalam www.proquest.umi/pqdweb.
Diperoleh tanggal 30 Oktober 2011.
Jerant,
AF. (2003). A
randomized Trial of Telenursing to Reduce Hospitalization for Heart failure:
Patient-Centered Outcomes and Nursing Indicators. Dalam www.hawortpress.com/store/research.asp.
Diperoleh tanggal 30 Oktober 2011.
Martono.(2006). Telenursing (Pelayanan Asuhan Keperawatan
Jarak Jauh)
"Alternatif Asuhan Keperawatan Indonesia Menjelang Indonesia Sehat 2010"
dalam http://www.inna-ppni.or.id/
index.php?name=News&file=article&sid=71, diperoleh tanggal
25 Oktober 2011
Susan Kay Bohnenkamp, Traditional
Versus Telenursing Outpatient Management of Patients With Cancer With New
Ostomi dalam http://ons.metapress.com/ content/ f662854712557057/,
diperoleh tanggal 26 Oktober 2011
Souza R, Bernatsky S, Reyes R, de Jong K (2007).
Mental health status of vulnerable tsunami-affected communities: a survey in
Aceh Province, Indonesia. J Trauma Stress.
Unpad.ac.id/keperawatankita/2010/12/21/telenursing-dalam-penanganan-psikis-korban-bencana-alam/
, Diperoleh tanggal 27
Oktober 2011.
Wikipedia.(2007).
Telenursing, dalam http://en.wikipedia.org/wiki/telenursing, Diperoleh tanggal 27 Oktober 2011.